Di tengah kekalutannya, Ayuna malah dipertemukan dengan seorang wanita bernama Lara yang ternyata tidak bisa mengandung karena penyakit yang tengah dideritanya saat ini.
Siapa sangka wanita yang telah ia tolong itu ternyata adalah penyelamat hidupnya sehingga Ayuna rela melakukan apapun demi sang malaikat penolong. Apapun, termasuk menjadi Ibu pengganti bagi Lara dan juga suaminya.
Ayuna pikir Lara dan Ibra sudah nenyetujui tentang hal ini, tapi ternyata tidak sama sekali. Ayuna justru mendapatkan kecaman dari Ibra yang tidak suka dengan kehadirannya di antara dirinya dan sang istri, ditambah lagi dengan kenyataan kalau ia akan memiliki buah hati bersama dengan Ayuna.
Ketidak akuran antara Ayuna dan Ibra membuat Lara risau karena takut kalau rencananya akan gagal total, sehingga membuat wanita itu rela melakukan apapun agar keinginannya bisa tercapai.
Lantas akankah rencana yang Lara kerahkan selama ini berhasil? Bisakah Ibra menerima kehadiran Ayuna sebagai Ibu pengganti?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon safea, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 18
Hari ini tepat seminggu telah berlalu dari hari dimana Lara meminta Ayuna untuk pergi bersama dengan suaminya menuju Jepang.
Semua hal sudah Lara persiapkan dalam waktu yang sangat singkat sampai membuat Ayuna keheranan sendiri. Namun ia kembali teringat siapa Lara sehingga rasa heran itu sirna begitu saja.
Apa yang tidak bisa Lara lakukan? Bahkan mengeluarkan uang sebanyak satu miliar saja bisa wanita itu lakukan hanya dalam satu hari saja, apalagi kalau menyiapkan banyak hal yang harus Ayuna bawa selama kepergiannya.
Sekarang orang-orang sedang berkumpul di ruang tamu karena akan mengantarkan keberangkatan Ibra, Asher dan juga Ayuna. Semua mata sedang tertuju pada Ibra dan Lara yang sedang saling memeluk satu sama lainnya.
"Kamu beneran nggak mau oleh-oleh?" Tak peduli dengan banyaknya pasang mata yang sedang menatap ke arah mereka, Ibra masih saja melingkarkan lengan kekarnya itu di pinggang ramping Lara.
"Untuk sekarang sih nggak ada, tapi kalau nanti aku berubah pikiran bakalan aku kasih tau deh kamunya." Jawaban ini dirasa lebih baik daripada yang semalam ia ucapkan.
"Ayu." Pelukan yang Ibra berikan dipinggangnya, Lara lepaskan begitu saja lalu ia mendekat pada Ayuna yang sejak tadi hanya menunduk dengan dalam.
Jangan salah paham, Ayuna bukannya cemburu setelah melihat adegan romantis tadi. Ayuna hanya sedang menahan debaran di hatinya karena sebentar lagi ia akan meninggalkan negara kelahirannya ini untuk sementara waktu.
"Aku titip Mas Ibra ya. Kalau dia genit ke cewe di Jepang sana, kamu jewer aja sampai telinganya lepas." Ini agak aneh sebenarnya, Lara meminta Ayuna untuk mengawasi Ibra agar pria itu tidak melirik wanita lain, tapi Lara malah membiarkan Ayuna hadir di kehidupan mereka.
Ibra yang namanya dibawa hanya bisa menggelengkan kepalanya dengan pelan seolah tak habis pikir dengan apa yang Lara katakan barusan.
Di tempatnya berdiri pun Ibra hanya menatap ke arah dua orang lainnya yang terlihat begitu akrab, bahkan saling memeluk satu sama lainnya. Ibra pun kini sudah paham sepenuhnya kenapa Lara terus saja memuji Ayuna sebagai anak baik.
Karena memang seperti itu yang Ibra lihat selama ini, Ayuna benar-benar memperlakukan istrinya dengan sangat baik. Gadis itu bahkan membantu Lara dalam banyak hal, pemikiran buruk tentang Ayuna hilang begitu saja di kepala Ibra.
"Daripada oleh-oleh, aku lebih suka dikasih kabar kalau kamunya hamil." Ayuna yang mendengar penuturan itu kontan saja dibuat terkejut sampai ia lupa untuk membalas pelukan yang Lara berikan padanya.
"Yaudah gih berangkat sana." Tidak ada kesedihan maupun keresahan yang Lara tunjukkan di wajah cantiknya, wanita itu justru tersenyum dengan sangat lebar setelah memposisikan tubuh Ayuna agar berdiri sejajar dengan Ibra.
"Kamu baik-baik ya di rumah, kalau ada sesuatu langsung kabarin aku ya. I love you." Melihat bagaimana mesranya pasangan yang ada di depannya saat ini, membuat Ayuna jadi merasa bersalah.
"Love you too, suami." Sesi berpamitan diakhiri dengan Ibra yang memberikan kecupan seringan kapas di atas bibir Lara yang tidak dipoles oleh apapun.
Tanpa diantarkan oleh Lara sampai ke halaman depan sana, Ibra langsung saja menyuruh Ayuna untuk memasuki mobil yang memang telah disiapkan untuk mereka berdua.
Selama perjalanan menuju bandara pun Ayuna lebih memilih diam dan hanya memandang keluar jendela dengan kedua bilah bibir yang mengatup dengan rapat.
"Iya, Ma. Tolong jagain Lara ya selama Mas pergi, cuma seminggu aja kok." Sementara di sebelahnya Ayuna, Ibra terlihat sedang berbicara dengan seseorang yang mungkin saja Ibunya.
Ayuna bukan sengaja menguping, hanya saja karena posisi mereka yang terlalu dekat ia jadi bisa mendengar semua obrolan itu dengan mudah.
"Eh?" Hingga akhirnya Ayuna dibuat kelabakan sendiri ketika netra bulatnya tidak sengaja bertemu langsung dengan netra tajam milik Ibra. Kalau setelah ini ia dituduh menguping pun sepertinya Ayuna akan langsung mengakui kesalahannya.
"Kenapa? Kamu butuh sesuatu?" Ini diluar prediksi Ayuna, ia kira Ibra akan memarahinya setelah sambungan telepon itu terputus, namun ternyata salah.
"Enggak Pak." Sumpah mati Ayuna malu sekali, rasanya ia ingin segera melompat keluar dari mobil mewah ini.
"Kita sampai, Tuan." Lihatlah, Ayuna bahkan tidak menyadari kalau sekarang mobil yang sedang ia tumpangi sudah memasuki lapangan lepas landas.
Tunggu sebentar! Bukankah seharusnya mobil ini berhenti tepat di depan bandara dan bukannya lapangan lepas landas seperti sekarang? Ini kan menyalahi aturan namanya.
"Ayuna?" Lagi-lagi Ayuna dibuat melamun karena terlalu lama berpikir sampai Ibra harus memanggil namanya bermaksud meminta gadis itu untuk ikut keluar.
Yang tadi itu tidak ada apa-apanya, karena setelahnya Ayuna disuguhi oleh sebuah pesawat terbang yang di bawah tangganya terdapat dua orang pria yang menyambut kedatangan mereka sembari tersenyum.
"Saya percayakan penerbangan hari ini pada anda, Capt." Oh? Rupanya salah satu dari orang yang barusan saja berjabar tangan dengan Ibra adalah seorang pilot.
"Apakah dia istri anda, Tuan Ibra?" Semua mata lantas tertuju pada Ayuna yang masih setia berdiri di belakang sana entah menunggu apa.
"No! I'm not his wife." Ayuna hanya terlalu panik sampai ia menjawab pertanyaan itu dengan sangat cepat sembari melambaikan tangannya.
Masa bodoh kalau bahasa Inggrisnya terdengar berantakan, tetapi ia harus segera menyangkal pertanyaan tadi.
"Hahaha, she is so cute. Look at her face." Siapapun tolong tenggelamkan Ayuna ke inti bumi yang paling dalam karena ia luar biasa malu saat ini.
Terlalu malu sampai ia sudah tidak mau lagi mendengar apa yang selanjutnya sedang dibahas oleh para lelaki itu. Ayuna hanya akan menegakkan kepalanya saat Ibra memanggil namanya.
"Nona Ayuna, ayo masuk sekarang." Nyatanya bukan Ibra yang mengajaknya untuk menaiki pesawat, tapi Asher lah yang melakukannya.
Mereka memang tidak beriringan ketika memasuki pesawat, itu karena Ayuna sengaja memperlambat langkah kakinya sehingga ia berjalan sejajar dengan Asher di belakang.
"Ini pesawat pribadi milik Tuan Ibra." Kedua mata Ayuna langsung membola sebesar mungkin kala telinganya mendapatkan informasi baru dari Asher.
Gila, ini benar-benar gila. Ini adalah pengalaman pertama bagi Ayuna berpergian menggunakan kendaraan yang bisa terbang ini, dan pengalaman pertamanya justru menaiki pesawat pribadi?
Sepertinya keberuntungan yang Ayuna miliki sudah terpakai habis hari ini.
Ayuna benar-benar dibuat merasa takjub dengan kemewahan yang disuguhkan begitu dirinya memasuki kabin. Ada beberapa orang pramugari berwajah sangat cantik memberikan salam pada mereka bertiga.
Andai saja Ayuna menyadari kalau saat ini Ibra tengah menatap ke arahnya sembari berusaha menahan senyuman dengan susah payah. Entahlah, Ibra hanya merasa kalau apa yang sedang gadis itu lakukan terlihat sangat menggemaskan.
mampir jg dikarya aku ya jika berkenan/Smile//Pray/