Karena salah paham saat mendengar percakapan Ayahnya tentang pelaku yang terlibat dalam kecelakaan Kakeknya saat dia.masih kecil sehingga membuat seorang pemuda bernama lengkap Arishaka Narendra membalaskan dendamnya kepada seorang gadis bernama Nindia Asatya yang tidak tahu menahu akan permasalahan orang tua mereka di masa lalu.
Akankah Nindia yang akrab di sapa Nindi itu akan memaafkan Shaka yang telah melukainya begitu dalam?
dan Bagaimana perjuangan Shaka dalam meluluhkan hati Nindia gadis yang telah ia sakiti hatinya itu!
Mari kita simak saja kisah selanjutnya.
Bijaklah dalam membaca mohon maaf bila ada nama tokoh atau tempat yang sama. semua ini hanya hasil karangan semata tidak untuk menyinggung siapapun.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon My Choki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Penyakit Iri yang sulit di sembuhkan
"Dek, menurutmu, apakah Nindi masih mengingat Aku?" Tanya Dean saat ini pria berusia 23 tahun itu tengah berguling di tempat tidur sang adik. setelah beberapa saat lalu membantu sang Adik mengerjakan tugasnya.
Salsa yang tengah fokus merapihkan buku-bukunya menoleh sejenak ke arah sang kakak. Ini bukan pertama kalinya Kakak keduanya itu mengajaknya berbicara tentang seorang wanita masa lalunya yang bernama Nindia.
"Menurut kak Dean gimana?" Bukan jawaban yang di berikan Salsa. Melainkan sebuah pertanyaan balik.
"lah, malah balik bertanya. Kan aku yang nanya sama kamu Sal." Dean bangkit dari rebahannya demi memelototi adiknya itu.
"Hehehe! Maaf kak." Salsa terkekeh kemudian mendekati Dean. Duduk di samping pria galau itu sembari menyandarkan punggungnya di dasbor ranjang.
"Jika hubungan kalian sudah sangat dalam. Artinya apakah cinta kak Dean di balas olehnya? Atau hanya cinta sepihak saja?"
Dean menggaruk kepalanya yang mendadak gatal. Dengan kembali merebahkan tubuhnya di tempat tidur itu.
"Kalau Kakak sih, cinta banget sama dia Dek! Sampai saat ini. Masih mencintainya. Walaupun sudah berpisah selama bertahun-tahun." Ucapnya.
"Apakah dia juga mencintai Kakak? Jika iya, kemungkinan masih mengingat kak Dean lah. Tapi jika dia menganggap kak Dean biasa aja ya, nggak tahu deh!" Balas Salsa lagi.
"Udah ah, balik. Percuma nih curhat sama kamu, malah makin galau aku." Ucap Dean sembari bangkit dari rebahannya. Sebelum berlalu dari kamar adiknya Dean sempatkan menguyel-uyel rambut adiknya itu hingga berantakan.
Tentu saja hal itu membuat sang adik berubah menjadi singa. Singa betina yang yang siap menerkam mangsanya. Dean langsung ngacir dengan kecepatan kilat.
"KAKAK...!!!!!!!"
Suara menggelegar Salsa itu terdengar sampai ke lantai bawah. Yang tentu saja membuat Asma geleng-geleng kepala dengan kelakuan dua anaknya itu.
🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻
Shaka bangkit dari duduknya tanpa menyahuti perkataan Leo. Shaka segera kembali duduk di kursi kebesarannya. Kembali melanjutkan pekerjaannya yang tertunda. Dengan ekspresi datar.
Leo hanya menghela nafasnya pasrah melihat atasanya sekaligus teman baiknya itu. Entah harus bagaimana lagi dirinya berusaha mencairkan ego seorang Shaka yang telah membeku itu.
Sementara Shaka berusaha fokus melanjutkan pekerjaannya demi mengalihkan segala rasa yang berkecamuk dalam benaknya. Hati berontak bahwa apa yang di lakukannya itu salah. Tetapi ego di atas segalanya. Ego melibas semua pemikiran warasnya. Berganti dengan pemikiran bodoh jika apa yang ia lakukan itu sudah benar.
Membalas kematian Kakeknya kepada Nindia putri dari bajingan itu sudah benar. Tidak bisa membalasnya langsung kepada Edward Manuel. Maka Putri nya lah yang menjadi wakilnya. Dan semua itu sudah benar adanya. Ya begitu menurut pemikirannya.
Shaka meremas rambutnya. Kepalanya mendadak berdenyut memikirkan semua itu. Rasa takut akan kekecewaan yang akan di tunjukan Ibunya kini membayang di benaknya.
Bagaimana jika Ibunya sampai tahu hal ini. Shaka tahu, Ibunya adalah orang yang begitu luas kesabarannya. Pintu maafnya selalu terbuka lebar bagi siapa saja. Ibunya bagaikan malaikat tak bersayap baginya. Membayangkan marahnya nanti Shaka merasa tidak sanggup.
Mumet dengan pikirannya yang bercampur aduk. Membuat Shaka tidak berkonsentrasi memeriksa berkas-berkas itu. Shaka memutuskan untuk keluar dari ruangannya.
"Mau kemana Tuan muda?" Tanya Leo sigap ketika melihat Shaka bangkit dari duduknya. Namun tak ada sahutan dari sang Tuan. Membuat Leo hanya bisa menghela nafasnya pasrah.
Shaka menggabaikan Leo yang bertanya. Pria itu menyambar kunci mobil yang ada di atas meja di depan sofa. Kemudian berlalu dari ruangannya.
Damar gelagapan melihat semua itu. Antara ingin mengejar Shaka. Atau tetap stay di kantor.
"Astaga! Bagaimana ini." Geram Leo, yang akhirnya memutuskan segera menyusul Shaka jangan sampai pria itu melakukan hal-hal yang tidak-tidak.
"Shanum, tolong bereskan ruangan Tuan muda. Dan kue-kue yang ada di dalam, kamu ambil bawa pulang, atau kamu bagikan ke teman-teman kamu. Saya pergi dulu." Perintah Leo pada Sekretaris yang Shaka itu. Setelah mengatakan itu Leo segera berlari menuju pintu lift yang hampir saja tertutup jika dirinya telat sedetik saja.
Sementara Shanum hanya mengangguk saja. Sebab tidak sempat menyahut Leo sudah hilang dari hadapannya.
Shaka membuang muka melihat kehadiran Leo di sampingnya. Namun Leo acuh. Tidak perduli dengan respon Shaka. Dirinya hanya menjalankan tugasnya sebagai Asisten pribadi pria itu.
"Tuan Muda." Leo menadahkan telapak tangannya meminta kunci kontak mobil dari Shaka, namun Shaka masih acuh terhadap Leo. Lagi-lagi Leo memghela nafasnya pasrah. Dengan kelakuan Shaka.
Shaka memutari mobil dan masuk kedalam duduk di balik kemudi. Melihat itu Leo pun segera menyusul dengan masuk ke dalam mobil duduk di samping Shaka.
"Turun sana, untuk apa kamu mengikutiku terus? Aku bukan anak TK yang harus di buntuti." Ketus Shaka tanpa memandang Leo.
"Kemanapun Tuan pergi saya harus berada di sisi anda. Itu sudah menjadi perjanjian ketika saya menerima pekerjaan ini." Sahut Leo Yang tetap anteng duduk di tempatnya.
Sementara Shaka yang kesal karena Leo terus membuntutinya tanpa berkata-kata lagi segera menyalakan mesin mobilnya. Dan pergi meninggalkan Basement Kantor NR GROUP itu.
🌻🌻🌻🌻🌻🌻
"Terima kasih ya Nindi, Cici itu sampe deg-degan loh nungguin kamu pulang. Cici khawatir kamu kenapa-napa di jalan. Cici merasa bersalah telah menyuruh kamu dalam keadaan seperti ini." Ucap Cici San-san yang merasa bersalah karena telah menyuruh Bumil yang mengantarkan barang Customer.
"Tidak apa-apa Ci, saya kuat kok. Kalau saya nggak sanggup pasti saya akan bilang." Sahut Nindia seraya tersenyum ramah.
Dirinya benar-benar tidak mempermasalahkan hal itu. Malahan dirinya senang bisa sekalian jalan-jalan walaupun hanya jalan dari Toko tempatnya bekerja sampai ke Toko kue tersebut. Tapi Nindia senang bisa melihat-lihat keramaian walaupun hanya sebentar.
"Iya, Cici tahu kamu itu kuat, dan si Utun ini pintar sekali ya, dari awal kamu hamil dia tidak rewel ya. Kamu tidak mabok?"
"Nggak Ci, nggak pernah mabok. Seperti biasa aja. Paling hanya pengen makan sesuatu aja. Tapi nggak sampai muntah dan sebagainya." Ucap Nindia. Memang benar apa yang dikatakannya selama masa kehamilannya ini dirinya tidak pernah mengalami yang namanya mual di pagi hari.
"Yasudah, sekali lagi terima kasih ya. Nanti sebelum jam pulang kerja kamu temui Cici di ruangan ya!" Ucap Cici San-san sebelum kembali ke dalam ruangannya.
"Baik Ci." Sahut Nindia dengan senyum mengembang.
"Enak banget ya, jadi karyawan kesayangan Cici!"
Senyum di bibir Nindia mendadak pudar ketika mendengar suara Rani. Si manusia pengirian itu.
"Apa sih kak Rani, semuanya juga karyawan ke sayangan Cici kok." Sahutnya yang malas meladeni Rani.
"Halah, sudah pintar menjawab ya si Bule miskin! Mentang-mentang Cici lebih pro ke kamu. Jadi kamu mulai berani sama aku begitu ya?" Ucap Rani menatap tajam Nindia
"Maaf kak Rani, bukan begitu. Aku hanya berkata apa adanya kok. Memang benar kan kalau seluruh karyawan Toko ini adalah kesayangan Cici San-san." Balasnya lagi yang benar-benar eneg, berhadapan dengan Rani. Penyakit irinya tidak sembuh-sembuh.
"Oya, jangan bawa-bawa Bule deh, kak karna bule itu bukan aku doang! Ada banyak bule di luar sana. Bukle sayur. Bukle gado-gado. Dan masih banyak lagi yang lainnya." Lanjutnya lagi hal itu semakin menbuat Rani naik pitam.
"Makin hari kamu makin kurang ajar ya Nindi! Kamu bagus keknya di beri pelajaran mulutmu ini, biar nggak kurang ajar. Geram Rani.
"Apa yang salah dengan perkataan ku kak? Aku berkata apa adanya kalau...ach!" Adu Nindia ketika rambutnya di jambak Rani.
"Ngomong sekali lagi kalau kamu berani. Sok berani ya kamu sekarang. Mau aku cabut ini rambut kamu hah!" Bentak Rani masih tidak melepaskan tangannya dari rambut Rani.
"Lepas kak, sakit ini!" Nindia berkata seraya meringis menahan perih di kepalanya. Nindia tidak bisa melawan sebab rambut panjangnya yang di tarik Rani.
"Sakit! Iya? Ini belum seberapa, masih mau kamu melawanku?"
"Aku nggak ngelawan kak. Aku cuma berkata yang benar saja kok!" Sahut Nindia meringis sakit. Saat Rani yang semakin menarik rambutnya.
"Kamu belum pernah kan merasakan cakaran aku. Kamu mau muka mulus kamu ini berhiaskan jejak kuku-kuku cantikku ini?" Ucap Rani lagi seraya tersenyum miring.
Bahagia rasanya bisa membuat jera Nindi yang memang sangat di bencinya sejak Nindia menjadi karyawan baru di Toko itu. Apalagi hampir semua teman-teman kerjanya selalu perhatian terhadap wanita itu. Terutama Ardi. Pria yang ia kagumi . Hatinya selalu sakit saat melihat Ardi lebih perhatian pada Nindia di banding dirinya. Yang sudah lama menaruh hati kepada pria itu.
"Lepas kak Ranii, tolong lepas! Sakit." Nindia berusaha melepaskan jari-jari Rani yang mengegggam erat rambutnya. Rasanya kepalanya seperti mau lepas saja saat ini.
"Oh...! Sakit ya? Sini biar aku kasih hadiah yang lebih sakh."
PLAK!!!
"Auw!"
Suara tamparan keras itu seiring dengan suara mengaduh sakit.
Next....
Aku ga rela nindi balikan lagi sama shaka