NovelToon NovelToon
Kisah Singkat Chen Huang

Kisah Singkat Chen Huang

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Ahli Bela Diri Kuno
Popularitas:8.5k
Nilai: 5
Nama Author: DANTE-KUN

Chen Huang, seorang remaja berusia 15 tahun, menjalani hidup sederhana sebagai buruh tani bersama kedua orang tuanya di Desa Bunga Matahari. Meski hidup dalam kemiskinan dan penuh keterbatasan, ia tak pernah kehilangan semangat untuk mengubah nasib. Setiap hari, ia bekerja keras di ladang, menanam dan memanen, sambil menyisihkan sebagian kecil hasil upahnya untuk sebuah tujuan besar: pergi ke Kota Chengdu dan masuk ke Akademi Xin. Namun, perjalanan Chen Huang tidaklah mudah. Di tengah perjuangan melawan kelelahan dan ejekan orang-orang yang meremehkannya, ia harus membuktikan bahwa mimpi besar tak hanya milik mereka yang berkecukupan. Akankah Chen Huang berhasil keluar dari jerat kemiskinan dan menggapai impiannya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DANTE-KUN, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Eps — 25 Guru Ling

Pagi itu, Chen Huang dan Ning Xue telah siap berkemas. Tas besar tergantung di punggung mereka, berisi barang-barang pribadi yang mereka perlukan untuk kehidupan baru di Akademi Xin. Udara pagi masih dingin ketika mereka melangkah keluar dari penginapan, bergegas menuju gerbang megah akademi.

Setibanya di sana, mereka bergabung dengan kerumunan 50 peserta lain yang lulus ujian masuk. Wajah-wajah penuh harapan dan antusiasme terlihat di antara mereka, meskipun sorotan utama tetap tertuju pada beberapa nama besar seperti Zhang Meng, Lei Hua, dan Ma Yue. Tiga orang dari klan ternama itu memancarkan aura kepercayaan diri yang sulit diabaikan.

Tak lama, dua murid muda Akademi Xin muncul di hadapan mereka. Pria dan wanita itu mengenakan seragam putih bersih dengan lambang akademi di dada, menunjukkan status mereka sebagai senior di Akademi.

“Selamat datang di Akademi Xin,” kata pria muda itu dengan suara tegas namun ramah. “Saya Liu Feng, dan ini rekan saya, Lin Yue. Kami akan memandu kalian hari ini.”

Lin Yue melanjutkan, “Pertama-tama, kalian akan kami arahkan ke asrama masing-masing. Silakan ikuti kami.”

Rombongan pun mengikuti mereka menuju asrama yang terletak di sisi timur dan barat akademi. Liu Feng membawa murid laki-laki menuju asrama pria, sementara Lin Yue mengarahkan murid perempuan ke asrama wanita.

Chen Huang mengikuti Liu Feng ke dalam gedung asrama pria. Bangunan itu besar, dengan lorong-lorong panjang dan banyak pintu kamar berjajar di sepanjang dinding.

“Setiap kamar dihuni oleh tiga orang,” jelas Liu Feng sambil berjalan. “Pilih tempat tidurmu dan simpan barang-barangmu. Setelah itu, kembali ke luar untuk arahan selanjutnya.”

Chen Huang masuk ke salah satu kamar yang telah ditentukan. Di dalamnya, sudah ada dua tempat tidur lainnya, masing-masing dengan lemari kecil di sampingnya. Dia menyimpan barang-barangnya dengan rapi, lalu kembali keluar.

Sementara itu, Ning Xue sampai di asrama perempuan bersama Lin Yue. Bangunan itu serupa, dengan dekorasi yang sederhana namun bersih. Ning Xue langsung menuju kamarnya, menyimpan barang-barang, lalu bergabung kembali dengan kelompoknya.

Setelah semua selesai menyimpan barang bawaan, Liu Feng dan Lin Yue membawa mereka ke sebuah gedung besar yang dipenuhi rak-rak berisi pakaian. Di sana, staf akademi membagikan seragam resmi Akademi Xin kepada mereka: jubah biru muda dengan lambang akademi yang terletak di dada kiri.

“Silakan ganti pakaian kalian sekarang,” kata Lin Yue.

Chen Huang melihat sekeliling dan merasa sedikit kagum. Seragam biru muda itu tampak rapi, dengan jahitan halus yang memberikan kesan elegan sekaligus praktis untuk pelatihan. Para senior yang mendampingi mereka mengenakan seragam putih, menonjolkan status mereka yang lebih tinggi.

Setelah semua mengenakan seragam, mereka diarahkan ke lapangan besar. Di sana, murid-murid tingkat pertama sedang melakukan latihan fisik.

“Mulai hari ini, kalian adalah murid Akademi Xin,” kata Liu Feng dengan lantang. “Bergabunglah dengan mereka, dan tunjukkan bahwa kalian pantas berada di sini!”

Para murid baru, termasuk Chen Huang dan Ning Xue, langsung bergabung dengan latihan yang telah dimulai.

...

Setelah bergabung dengan murid-murid tingkat pertama, Chen Huang dan Ning Xue memulai hari pertama mereka di Akademi Xin dengan latihan ringan. Meski disebut ringan, sesi tersebut cukup menguras tenaga, terutama bagi para murid baru yang belum terbiasa dengan rutinitas ketat akademi. Mereka melakukan serangkaian gerakan dasar, seperti push-up, sit-up, dan berlari mengelilingi lapangan yang luas.

Chen Huang, dengan stamina dan kekuatan fisiknya yang baik, tampak mampu mengikuti ritme latihan tanpa kesulitan berarti. Namun, Ning Xue terlihat sedikit kesulitan di awal, meski ia tetap berusaha sekuat tenaga agar tidak tertinggal. Chen Huang sesekali meliriknya untuk memastikan Ning Xue baik-baik saja, memberikan semangat dengan senyum tipisnya saat mata mereka bertemu.

Tepat saat matahari berada di puncaknya, latihan pagi selesai. Murid-murid tingkat pertama mulai membubarkan diri menuju kantin untuk makan siang. Namun, sebelum murid-murid baru sempat beranjak, suara lantang seorang pria menghentikan langkah mereka.

“HENTIKAN! Murid baru, tetap di tempat!”

Semua kepala menoleh ke arah suara itu. Di hadapan mereka, seorang pria berusia sekitar lima puluhan berdiri dengan tubuh tegap dan sorot mata tajam. Jubah biru tua yang ia kenakan, lengkap dengan lambang khusus di dadanya, menandakan posisinya sebagai salah satu guru di Akademi Xin.

“Aku adalah Ling Xiao, guru yang ditunjuk untuk melatih kalian tahun ini,” katanya tegas. “Panggil aku Guru Ling.”

Para murid baru, termasuk Chen Huang dan Ning Xue, serempak membungkukkan badan sebagai tanda hormat. "Hormat kepada Guru Ling!" seru mereka secara kompak.

“Bagus,” kata Guru Ling dengan suara berat. “Kalian boleh beristirahat sekarang. Kumpul kembali di lapangan sore nanti. Jangan terlambat!”

Tanpa berkata lebih banyak, Guru Ling berbalik dan pergi.

Setelah Guru Ling meninggalkan lapangan, para murid baru mulai membubarkan diri. Chen Huang dan Ning Xue berjalan berdampingan menuju kantin akademi, tempat yang telah disebutkan oleh senior mereka sebagai tempat makan bersama.

Bangunan kantin cukup besar dengan suasana ramai. Meja-meja panjang berbaris rapi, dipenuhi murid-murid tingkat pertama yang sedang menikmati makan siang mereka. Wangi makanan menggoda menyambut mereka begitu masuk.

Chen Huang mengamati meja-meja yang tersedia, lalu mengarahkan pandangan ke Ning Xue. “Kita cari tempat di pojok sana saja, Ning Xue.”

Ning Xue mengangguk setuju. “Baiklah, Chen Huang.”

Mereka mengambil nampan dan memilih menu sederhana: nasi, sup sayuran, dan daging panggang. Setelah membayar dengan koin tembaga, mereka menuju meja di pojok kantin yang masih kosong.

Chen Huang meletakkan nampannya lebih dulu, kemudian membantu Ning Xue menata nampannya di meja. Mereka duduk berhadapan, perlahan menikmati momen tenang di tengah hari yang sibuk itu.

Chen Huang dan Ning Xue baru saja menikmati suapan pertama makan siang mereka ketika suasana di kantin mendadak terasa berubah. Beberapa murid yang duduk di dekat meja mereka saling berbisik dan menyingkir, memberi jalan bagi seseorang yang berjalan dengan penuh percaya diri.

Zhang Meng, dengan pakaian seragam biru mudanya yang rapi, berjalan mendekat. Di belakangnya, empat orang yang tampaknya adalah pengikut setianya mengikuti dengan ekspresi sinis. Wajah Zhang Meng memancarkan kesombongan, dan matanya tertuju langsung pada Chen Huang.

“Jadi, inilah anak desa yang menjadi pembicaraan,” Zhang Meng berkata sambil menatap Chen Huang dari atas ke bawah, nada suaranya penuh penghinaan. “Chen Huang, pemilik akar spiritual superior, katanya. Ironis sekali, bukan? Akademi Xin yang bergengsi justru membuka pintunya untuk seseorang sepertimu.”

Ning Xue, yang duduk di seberang Chen Huang, menatap Zhang Meng dengan pandangan tajam. Tapi sebelum dia sempat berbicara, Chen Huang mengangkat tangannya sedikit, memberi isyarat agar Ning Xue tenang.

“Terima kasih atas perhatianmu, Zhang Meng,” kata Chen Huang dengan nada santai, sambil melanjutkan makanannya. “Aku tidak tahu kalau statusku begitu menarik bagimu sampai-sampai kau datang jauh-jauh ke sini hanya untuk membicarakannya.”

Ekspresi Zhang Meng mengeras. Ia tidak menyangka Chen Huang akan merespon dengan sikap setenang itu. “Berani sekali kau berbicara seperti itu padaku,” katanya dingin. “Kau pikir dengan akar spiritual superior, kau bisa sejajar denganku? Aku adalah keturunan langsung dari Klan Zhang, salah satu klan terbesar di Benua Dong. Sedangkan kau? Hanya anak desa yang tidak tahu malu. Kau tidak layak berada di sini.”

Chen Huang meletakkan sumpitnya, menatap Zhang Meng dengan mata yang tenang namun tajam. “Kelayakan seseorang tidak ditentukan oleh asal-usulnya, Zhang Meng. Bukankah itu alasan Akademi Xin mengadakan ujian masuk? Aku di sini karena aku lulus ujian, sama seperti yang lain. Dan aku tidak perlu pembenaran darimu.”

Zhang Meng mendekatkan tubuhnya ke arah Chen Huang, berusaha menekan dengan kehadirannya. “Kau boleh bicara besar sekarang, anak desa. Tapi ingat ini: aku akan memastikan kau tidak bertahan lama di Akademi Xin. Kau akan tahu tempatmu, dan tempatmu jelas bukan di sini.”

Setelah melontarkan ancaman itu, Zhang Meng berbalik dengan gerakan dramatis. Keempat pengikutnya tertawa kecil sambil mengikuti Zhang Meng keluar dari kantin, meninggalkan keheningan di sekitarnya.

Ning Xue menatap Chen Huang, ekspresinya mencerminkan rasa geram yang ia coba tahan. “Chen Huang, kau benar-benar membiarkan dia berbicara seperti itu?” tanyanya, suaranya sedikit kesal.

Chen Huang tersenyum kecil, mengambil kembali sumpitnya. “Tidak ada gunanya memperdebatkan sesuatu dengan orang seperti dia, Ning Xue. Dia hanya ingin memancing emosi. Kalau aku terpancing, itu hanya akan membuatnya menang.”

Ning Xue menghela napas panjang, tetapi akhirnya mengangguk. “Aku hanya tidak suka caranya merendahkanmu, Chen Huang.”

“Aku tahu,” jawab Chen Huang dengan nada lembut. “Tapi aku di sini bukan untuk membuktikan apa-apa kepada orang seperti Zhang Meng. Yang penting adalah apa yang akan kita capai ke depan.”

Ning Xue tersenyum tipis, lalu kembali melanjutkan makannya. Sementara itu, beberapa murid di sekitar mereka tampak kagum dengan ketenangan Chen Huang menghadapi situasi tadi, meski mereka tidak berani menunjukkan ekspresi mereka secara terang-terangan.

1
Abi
Kecewa
Abi
Buruk
angin kelana
tahap selanjutnya
angin kelana
mc nya brp bintang yah?
afifo maning
gassspoll thor
angin kelana
lanjut
angin kelana
cape pastinya
angin kelana
gasss jangan kendorrr
angin kelana
semangatttt...
angin kelana
lawan lawan apapun musuhnya..
angin kelana
satu pukulan
angin kelana
semangat menggapai mimpi
G Wu
Novel DRAMA ANAK ANAK 90% ,, 10% sisa nya tidak jelas,MC nya yang mana !! ???
Saodah Xiaomi
alurnya menarik, cuma bab nya pendek. dan cepat habis, harus minta up, padahal baru bab 21, hadeuh,,,,,,,,,,,,,,. mungkin lanjut bacanya seminggu lagi, agar bisa puas bacanya, jika tiap hari up nya keluar
juharto delle
Memang top author ini kalau yang namanya bikin penasaran, lanjutkan
Darotama
seiring waktu tahap demi tahap jalan cerita lebih menarik semangat thor lanjut terus
Rusdi Udi
Luar biasa
angin kelana
lanjut
angin kelana
up
angin kelana
lanjut up
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!