Seorang laki laki yang bekerja produser musik yang memutuskan untuk berhenti dari dunia musik dan memilih untuk menjalani sisa hidupnya di negara asalnya. dalam perjalanan hidupnya, dia tidak sengaja bertemu dengan seorang perempuan yang merupakan seorang penyanyi. wanita tersebut berjuang untuk menjadi seorang diva namun tanpa skandal apapun. namun dalam perjalanannya dimendapatkan banyak masalah yang mengakibatkan dia harus bekerjasama dengan produser tersebut. diawal pertemuan mereka sesuatu fakta mengejutkan terjadi, serta kesalahpahaman yang terjadi dalam kebersamaan mereka. namun lambat laun, kebersamaan mereka menumbuhkan benih cinta dari dalam hati mereka. saat mereka mulai bersama, satu persatu fakta dari mereka terbongkar. apakah mereka akan bersama atau mereka akan berpisah??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon @Hartzelnut, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ep. 26
*****
Jack membuka pintu apartemen Brian dengan sebuah senyuman kecil di wajahnya. "Klik..." suara gagang pintu berputar, membuat pintu terbuka lebar dan langsung memperlihatkan ruangan dalam yang penuh dengan berbagai alat musik.
"Masuklah," kata Jack sambil memberi isyarat dengan tangannya. "Krek... krek..." suara lantai kayu terdengar saat Julia dan Natalia melangkah masuk dengan penuh rasa penasaran.
Begitu masuk, mata Julia langsung membelalak. "Wow!" serunya penuh takjub. "Ini luar biasa! Banyak banget alat musiknya!" Suaranya terdengar penuh semangat saat dia berlari kecil menuju deretan gitar yang dipajang rapi di rak. "Tap... tap... tap..." langkah kakinya tergesa-gesa, dan tangannya segera meraih salah satu gitar "Krek..." suara senar gitar terdengar ketika Julia dengan hati-hati menyentuhnya.
"Semua ini... gitar Brian?" tanyanya dengan penuh kekaguman sambil menoleh ke arah Jack.
Jack yang berdiri di dekat pintu mengangguk sambil tersenyum. "Iya, dia mengoleksinya," jawabnya santai, matanya mengikuti gerakan Julia yang begitu bersemangat memeriksa koleksi tersebut.
Natalia yang baru masuk ke ruangan tetap terdiam, matanya mengitari ruangan. Di hadapannya, berbagai instrumen musik tertata rapi: piano, drum, amplifier, mikrofon, bahkan alat perekam profesional. Semua ini bukanlah sekadar koleksi musisi biasa, pikirnya. "dia seperti seorang maniak," pikirnya sambil menelan ludah. "atau dia seorang maestro..."
Natalia berdiri terpaku di tengah ruangan, merasa kecil di antara semua alat-alat musik yang memenuhi ruang tamu tersebut. Suara detak jantungnya terasa jelas di telinganya, "dug... dug... dug...", hatinya semakin bingung dengan siapa sebenarnya Brian.
Tiba-tiba, terdengar langkah kaki di belakang mereka "tap... tap... tap...", suara yang tenang tapi terasa mendekat dengan cepat.
"Jack, di mana bajuk....?" sebuah suara berat terdengar, menggema di ruangan. Brian muncul di pintu, baru selesai mandi, hanya mengenakan handuk putih yang dililitkan di pinggangnya, membuat otot-ototnya terlihat jelas. Rambutnya yang masih basah meneteskan air, "drip... drip..." jatuh di lantai, dan wajahnya tampak sedikit kebingungan.
Seketika, mata Natalia dan Julia langsung membelalak lebar saat mereka melihat Brian. "AHH!" teriak mereka bersamaan, terkejut bukan main. "Wush!" mereka serempak berbalik badan, masing-masing menutupi mata dengan tangan.
"Astaga, apa yang dia lakukan!" pikir Natalia, jantungnya berdegup kencang "dug-dug-dug!" sementara wajahnya memerah hebat. Julia yang berada di sebelahnya tak kalah malu, dan suara tawa tertahan mulai terdengar dari mulutnya.
Brian, yang awalnya terkejut karena melihat mereka berdua, langsung diam tak bergerak sejenak. Matanya sedikit menyipit, lalu dia memutar badannya dengan cepat dan kembali ke kamar tanpa mengucapkan sepatah kata pun. "Tap... tap... tap..." suara langkahnya terdengar tegas, dan pintu kamar tertutup dengan bunyi "Klak!".
Di ruang tamu, Jack hanya menahan tawa, tangannya menutupi mulutnya sementara bahunya bergetar sambil melirik ke arah Natalia dan Julia yang masih memunggungi pintu kamar Brian.
"Oh Tuhan... dia sangat seksi sekali..." bisik Julia dalam hati, wajahnya masih merah karena malu. Dia melirik ke arah Natalia yang masih diam membeku, tangannya erat menutup matanya.
"B-brian..." gumam Natalia dengan suara lirih, pipinya masih panas memerah sambil perlahan menurunkan tangannya dari wajah.
Julia menghela napas panjang, perlahan menurunkan tangannya dari mata dan mulai tersenyum canggung. "Ya ampun, aku nggak siap..." ucapnya sambil tertawa kecil, tangannya bergerak mengibas-ngibaskan baju yang mulai panas karena rasa malu.
Tak lama kemudian, Brian keluar dari kamarnya lagi, kali ini sudah berpakaian lengkap, mengenakan kaos hitam polos dan celana jeans. Dia berjalan dengan ekspresi datar, wajahnya tampak sedikit dingin seperti biasa. "Tap... tap..." langkah kakinya terdengar pelan saat dia berjalan ke arah mereka, tak ada ekspresi sedikit pun di wajahnya.
Jack yang masih tersenyum menyeringai melihat Brian. "Maaf aku lupa memberitahumu. mereka meminta bantuan untuk membuat musik. maukah kau membantunya?" katanya dengan nada menggoda.
Brian hanya menatap Jack dengan tatapan yang datar, tidak berkata apa-apa. Jack kemudian duduk di salah satu kursi, mengangkat alisnya seolah berkata "Ayo mulai."
Julia yang masih sedikit canggung berdehem pelan, lalu melirik ke arah Natalia. "Ayo" katanya, mencoba mengalihkan topik sambil menggenggam gitar yang tadi dia pegang. Suara "Glek..." terdengar samar saat Natalia menelan ludahnya, mencoba meredakan kegugupannya.
"Oke, kita coba," jawab Natalia akhirnya, dengan suara yang bergetar halus. Dia beranjak duduk di samping Julia, sementara Jack mengambil tempatnya di dekat amplifier. Brian, meskipun terlihat cuek, dengan gerakan halus mengatur gitar dan menyiapkan peralatan yang diperlukan. "Klek... krek..." suara alat-alat yang disiapkan bergema di ruangan yang kini mulai terasa lebih serius.
Di dalam hatinya, Natalia masih terus merasakan rasa canggung yang aneh setiap kali dia melihat Brian. namun dia tetap fokus memainkan senar gitarnya "Twang... twang...".
Namun, ketika mereka mulai memainkan musik dan berlatih, perlahan suasana berubah menjadi lebih tenang. Musik mengalun, dan tawa kecil mereka di sela-sela latihan kembali mencairkan suasana yang sempat terasa kaku.
*****
Kemudian brian memberikan secarik kertas yang penuh dengan notasi dan chord kepada Natalia, Natalia merasa kagum. "Dia nggak seburuk yang kupikir...," gumamnya dalam hati sambil tersenyum tipis. Dia melangkah kembali menuju sofa, duduk di samping Julia dan Jack yang masih sibuk merapikan nada-nada terakhir untuk lagu tersebut.
"Kita lanjutkan," ujar Natalia dengan semangat baru. Julia, yang memperhatikan perubahan ekspresi Natalia, tersenyum lebar sambil mengangguk.
Jack memetik gitar pelan, "Tweng... twang..." suaranya mengalun lembut, sementara Julia memukul-mukul irama di atas gitar dengan ringan. "Tuk... tuk...," ritme ketukan Julia menyatu dengan petikan gitar Jack. Mereka bertiga kembali bekerja keras, memastikan setiap nada dan lirik saling melengkapi dengan sempurna.
Malam semakin larut. Jam di dinding menunjukkan sudah lewat tengah malam. "Ting... ting...," dentang jarum jam terdengar, namun mereka tetap larut dalam pekerjaan mereka. Natalia memejamkan mata, mencoba membayangkan harmoni sempurna dari nada-nada yang telah mereka susun. "Ah, ini dia...! Ini yang kuinginkan!" pikirnya penuh semangat.
"Aku rasa sudah jadi," ujar Jack, suaranya terdengar puas. "Twang... twang..." dia memetik nada terakhir dari gitarnya. Julia, yang duduk di sebelahnya, tersenyum lega. "Yes! Kita berhasil," katanya penuh antusias, suaranya melengking sedikit karena kegembiraan.
Natalia mengangguk penuh rasa syukur. "Terima kasih." ucapnya sambil melihat ke arah Jack. "Kalau bukan karena kalian, mungkin lagu ini belum akan selesai," lanjutnya dengan penuh rasa hormat.
Julia menambahkan, "Bener banget! Kalian luar biasa. Terima kasih ya!" ucapnya sambil tersenyum hangat. "Tapi..." Natalia melirik ke arah pintu kamar Brian yang masih tertutup rapat. Di dalam hatinya, dia tahu, orang yang sebenarnya membantu mereka sejak awal adalah Brian. "Terima kasih, Brian," bisiknya dalam hati, meski dia tidak mengatakannya secara langsung.
Julia yang melihat Natalia melamun kemudian menyenggol lengannya pelan. "Eh,," katanya sambil tertawa kecil. "Ah, maaf," jawab Natalia sambil tersenyum kaku, mencoba menutupi apa yang ada dalam pikirannya.
Mereka kemudian merapikan alat-alat musik yang telah digunakan. Jack menempatkan gitarnya kembali ke stand dengan hati-hati, "Klek...," dan Julia melakukan hal yang sama. "Terima kasih sekali lagi," ucap Natalia sambil berdiri dan menggeliat untuk menghilangkan lelah, "Krek...," terdengar suara tubuhnya yang terasa kaku setelah lama duduk.
Jack mengangguk, "Sama-sama, lain kali kalau kalian butuh bantuan bisa kabari kami," katanya dengan senyum ringan, matanya sudah sedikit mengantuk.
Natalia dan Julia beranjak berdiri dari sofa, bersiap untuk kembali ke apartemen mereka. "Baiklah," ulang Julia, kali ini sambil menepuk bahu Jack dengan ringan. "Kita pamit dulu ya," kata Julia sambil menarik lengan Natalia untuk segera keluar.
Setelah membuka pintu apartemen Brian, "Ceklek..." suara pintu itu terbuka, mereka berdua melangkah keluar, meninggalkan Jack yang melambaikan tangan. "Selamat malam," ucap Jack sebelum pintu tertutup rapat di belakang mereka, "Brak!"
Dalam perjalanan kembali ke apartemennya, Julia tidak bisa menahan rasa puasnya. "Akhirnya selesai Juga," katanya penuh semangat sambil berjalan cepat menuju pintu apartemen mereka.
"Iya..." jawab Natalia, namun pikirannya masih melayang ke arah Brian. Dia masih bingung dengan sikap Brian yang misterius.
Setelah sampai di apartemen, "Klik...," suara kunci pintu berputar ketika Julia membuka pintu apartemen mereka. Mereka berdua masuk dan duduk di sofa dengan kelelahan. "Akhirnya..." gumam Julia sambil mengusap wajahnya, "Aku sangat senang," katanya dengan nada penuh kepuasan.
Natalia tersenyum lelah dan mengangguk, "Ayo kita beristirahat," ucapnya sambil merentangkan tangan di sofa, matanya mengarah ke langit-langit. senyumnya memudar saat ingatan tentang Brian kembali muncul.
Di apartemen Brian, Jack masuk ke kamarnya setelah semua orang pergi. Begitu juga dengan Brian, yang di kamarnya masih duduk di tepi tempat tidur, menatap kosong ke luar jendela. sambil memikirkan kerja keras Natalia dan Julia. akhirnya dia merebahkan diri di atas kasur dan menarik selimut.
*****,