Lara telah menghabiskan tiga belas tahun hidupnya sebagai wanita simpanan, terperangkap dalam cinta yang terlarang dengan kekasihnya, seorang pria yang telah menikah dengan wanita lain. Meski hatinya terluka, Lara tetap bertahan dalam hubungan penuh rahasia dan ketidakpastian itu. Namun, segalanya berubah ketika ia bertemu Firman, seorang pria yang berbeda. Di tengah kehampaan dan kerapuhan emosinya, Lara menemukan kenyamanan dalam kebersamaan mereka.
Kisahnya berubah menjadi lebih rumit saat Lara mengandung anak Firman, tanpa ada ikatan pernikahan yang mengesahkan hubungan mereka. Dalam pergolakan batin, Lara harus menghadapi keputusan-keputusan berat, tentang masa depannya, anaknya, dan cinta yang selama ini ia perjuangkan. Apakah ia akan terus terperangkap dalam bayang-bayang masa lalunya, atau memilih lembaran baru bersama Firman dan anak mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Syah🖤, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
episode 08
Suatu malam, saat David berada di apartemennya yang kosong, sebuah pesan muncul di ponselnya—dari Lara.
🗨️ "Kamu ada di rumah? Aku butuh bicara."
David merasa berdebar. Setelah berpisah dengan Lara, ia tidak pernah membayangkan bahwa mereka akan bertemu lagi, apalagi setelah semua yang terjadi. Dalam sekejap, pikirannya berputar tentang kemungkinan yang akan datang. Mungkin inilah saat yang tepat untuk menyelesaikan apa yang belum selesai di antara mereka.
Tanpa berpikir panjang, David membalas pesan itu.
"Tentu, datanglah."
Beberapa saat kemudian, Lara tiba. Melihatnya berdiri di ambang pintu, hati David bergetar. Ia mengenakan gaun sederhana berwarna hitam yang membuatnya terlihat anggun. Namun, di balik penampilannya yang menawan, ada ekspresi keraguan di wajahnya.
“Terima kasih sudah mau menemuiku,” ucap Lara pelan saat David membiarkannya masuk.
“Tidak masalah. Apa yang ingin kamu bicarakan?” David bertanya, meskipun ia sudah menduga arah pembicaraan ini.
Lara menghela napas panjang. “Aku tahu kita sudah menjauh, tapi aku merasa perlu mengatakannya. Tentang kita… tentang apa yang terjadi setelah semua ini.”
David merasakan kerinduan yang mendalam. “Aku juga. Aku merindukan kita, Lara.”
Ucapan itu terucap tanpa beban, dan saat David mengatakannya, ia merasakan kerinduan yang kuat. Beberapa saat lalu, hubungan mereka mungkin tampak seperti kesalahan, tetapi saat ini, semua kenangan indah kembali hadir.
Lara tersenyum lemah, mengingat semua saat-saat bahagia mereka. “Aku tidak bisa berhenti memikirkanmu. Tapi aku juga tahu bahwa ada Arini di hidupmu sekarang.”
“Arini… Dia membutuhkan waktu untuk diri sendiri. Dia pergi untuk merenung,” jawab David, merasa sedikit bersalah saat mengingat keadaan Arini. “Tapi aku tidak bisa mengabaikan perasaanku padamu, Lara.”
Ketika Lara mendekat, David merasakan ketegangan di udara antara mereka. “Aku juga merindukanmu,” kata Lara, matanya berkilau dengan rasa kerinduan yang sama. “Setelah sekian lama, aku masih merasa ada yang tertinggal di antara kita.”
David terjebak dalam perasaannya. Semua kenangan bersama Lara mulai mengalir kembali—canda tawa, pelukan hangat, dan momen-momen intim yang mereka lalui bersama. Tanpa sadar, ia melangkah lebih dekat, dan ketika tangan mereka bersentuhan, aliran listrik langsung menyentuh mereka berdua.
“David…” Lara berbisik, dan tanpa ragu, David menariknya ke dalam pelukan. Mereka berdua merasakan kehangatan satu sama lain, seperti magnet yang tidak bisa terpisahkan.
Kiss pertama mereka terasa seperti kembali ke rumah. Aroma familiar dan kehadiran satu sama lain membuat semua keraguan sirna. Dalam sekejap, semua kenangan manis itu kembali membanjiri pikiran mereka, dan David tahu bahwa saat ini adalah saat yang tidak dapat ia tolak.
Dengan penuh kerinduan, David dan Lara mulai berbagi ciuman yang dalam. Semakin lama, ciuman itu semakin membara, seolah mereka berdua berusaha menghapus semua waktu yang terbuang. Dalam hati, David merasa seperti melanggar kepercayaan Arini, tetapi saat itu, semua logika hilang. Yang tersisa hanya kebutuhan untuk bersatu kembali dengan cinta lamanya.
Lara menarik David ke dalam kamar tidurnya. Malam itu, segala rasa bersalah dan keraguan menguap seiring dengan detak jantung mereka yang berpadu. David dan Lara kembali terjerat dalam pelukan satu sama lain, membiarkan perasaan mereka berkuasa—mengabaikan realita dan konsekuensi yang mungkin akan datang.
***
Keesokan paginya, David terbangun dengan perasaan campur aduk. Kenangan semalam membangkitkan rasa bersalah yang mendalam, tetapi ada juga perasaan yang sulit untuk diabaikan—kembali menemukan gairah yang sudah lama hilang. Ia tahu bahwa keputusan yang diambil semalam akan membawa dampak besar bagi hidupnya dan hubungan dengan Arini.
Ketika David melihat Lara tidur di sampingnya, ia merasakan ketegangan yang semakin meningkat. Ia harus menghadapi apa yang telah terjadi. Satu hal yang pasti: kehidupan tidak akan pernah sama lagi. Dan keputusannya untuk kembali pada Lara pasti akan menghantui langkahnya ke depan.
Sementara itu, Lara terbangun dengan senyuman di wajahnya, tampak begitu ceria.
“Selamat pagi,” ucap Lara lembut, mengulurkan tangan untuk menyentuh pipi David. “Aku tidak bisa mempercayai bahwa kita berada di sini bersama.”
David menatapnya, merasakan kehangatan yang memancar dari senyuman Lara. Namun, seiring dengan rasa hangat itu, muncul juga rasa cemas di dalam dirinya. “Pagi,” jawab David, suaranya masih berat. “Kita... kita perlu membicarakan ini.”
Lara mengangguk, meskipun matanya masih penuh harapan. “Aku tahu. Tapi mungkin kita bisa menikmati momen ini sejenak sebelum harus menghadapi realitas.”
David merasa terombang-ambing antara keinginan dan tanggung jawab. Namun, saat Lara mendekat, dorongan itu tampaknya tak terhindarkan. Dalam sekejap, mereka kembali terjebak dalam suasana yang intim, di mana semua kata-kata terasa tidak lagi diperlukan.
David dan Lara saling mendekat, dan dalam sekejap mata, mereka terlibat dalam ciuman yang penuh gairah. Nafas mereka mulai berat, dan David merasakan getaran di sekujur tubuhnya. Semua kenangan yang pernah ada kembali hadir, membawa mereka pada momen-momen indah yang pernah mereka lalui bersama.
Lara menurunkan tangannya di sepanjang lengan David, menciptakan rasa hangat yang menyebar di seluruh tubuhnya. “Aku merindukan ini, David,” bisik Lara, suaranya lembut dan penuh rasa. “Semua ini.”
David merasakan denyut jantungnya semakin cepat, menggoda pikiran dan perasaannya. “Aku juga,” jawabnya, tidak dapat menahan diri lagi.
Mereka terlibat dalam ci*man yang lebih dalam, penuh gairah. Lara menggigit lembut bibr David, membangkitkan hasr*t yang terpendam di dalam dirinya. Seolah mereka berdua terjebak dalam dunia mereka sendiri, semua rasa bersalah dan keraguan menghilang seiring waktu berlalu.
Setelah beberapa saat, Lara menarik David ke arah tempat tidur. Dengan lembut, ia membimbingnya untuk berbaring. Sementara David terbaring di sana, Lara mengamati wajahnya, seolah mencari persetujuan sebelum melanjutkan.
“Apakah kamu yakin?” tanyanya dengan suara yang menggetarkan, sementara matanya menunjukkan kerinduan yang mendalam.
David tidak dapat menjawab dengan kata-kata. Sebagai balasannya, ia meraih pinggang Lara, menariknya lebih dekat hingga tubuh mereka saling bertumpukan. Tak ada lagi batasan, tak ada lagi rasa bersalah—hanya ada keinginan yang tak terelakkan antara mereka.
Lara mulai mer@ngkak di atas David, menggerakkan tubuhnya dengan lembut. Sensasi ini terasa luar biasa, seolah semua yang hilang kembali dalam sekejap. David membiarkan tangannya menjelajahi tubuh Lara, merasakan setiap lekuk dan garis, mengingat semua momen indah yang pernah mereka bagikan.
Saat Lara mulai menggeser tubuhnya, menambah intensitas, David merasakan getaran yang meluap-luap. Dalam suasana ini, mereka berdua saling terhubung dengan cara yang dalam, tanpa kata-kata. Semuanya terasa penuh gairah, seolah mereka telah kembali ke awal hubungan mereka yang penuh semangat.
Lara mulai menurunkan ciuman dari bibir David ke lehernya, menciptakan sensasi yang membakar setiap serat dalam tubuhnya. Suara lembut Lara yang berbisik di telinga David semakin menambah rasa yang membara di dalam hatinya.
“Beri aku segalanya, David,” bisiknya, mengajak David untuk terjun lebih dalam ke dalam lautan hasrat.
Dalam keadaan tak berdaya, David mengangguk, membiarkan Lara memimpin. Saat Lara bergerak lebih jauh, David merasakan setiap detak jantungnya berpadu dengan denyut jantung Lara. Keintiman yang terjalin kembali, membuat mereka berdua melupakan realitas sejenak.
Dalam momen itu, tidak ada Arini, tidak ada masa lalu yang mengganggu—hanya ada mereka berdua, terjebak dalam hasrat yang tak terbendung.
Katanya perlu bicara ujung2nya perlu waktu lagi dan lagi baik sama lara juga sama arini beberapa bab muter itu2 aja, Maaf ya Thor kayak ceritanya hanya jalan di tempat aja 🙏🏻🙏🏻🙏🏻🙏🏻