Di sebuah desa bagian timur kabupaten Jember yang mulai terjamah zaman modern hiduplah sebuah keluarga yang harmonis dan terpandang di daerahnya. Sepasang suami istri yang dikaruniai sepasang putra dan putri.
Putra sulung mereka Akbar Maulana telah menikah dan memiliki seorang putri yang lucu. Sedangkan putri bungsunya yang cantik,manis menjadi primadona di desa nya masih asyik dengan usahanya hingga belum menikah di usia yang menurutnya masih sangat muda untuk berkeluarga yaitu 24 tahun. Iya, Maureen Maulana namanya.
Sedangkan di ibu kota, tepatnya di pondok pesantren terkenal yang di asuh Kyai Abdul Aziz yang namanya sering di tampilkan di sosial media,berita koran maupun di televisi. putra semata wayangnya pun tak kalah menjadi sorotan, diusianya yang tergolong muda yaitu 30thn bergelar doktor lulusan Mesir tentu untuk membantu proses pendidikan di ponpes orang tuanya dan menjadi pengusaha sukses mandiri tanpa bantuan orang tuanya. sungguh pria idaman wanita " ialah Faizul A'la
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon maliyaiskan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Azzam sakit
" Umi cuma minta tolong anterin ke Madura aja. Gak enak kalau Faiz gak ikut, mbahnya Fathimah baru pulang umroh. Pasti semua keluarga kumpul. " Ucapan Umi Khadijah mampu membuat dada Maureen sesak layaknya di hantam godam seberat ribuan kilo gram
Bagaimana tidak, disampingnya terdapat dua bayi yang tengah tertidur. Salah satu dari mereka tubuhnya menggigil,dan tertempel plester penurun panas didahi nya.
Dan hal itu tentu membuat hati Maureen yang terluka semakin tersayat. Mertuanya meminta ijin, untuk diantar suaminya ke Madura disaat cucunya tengah merintih merasakan sakit.
Dengan dalih, gak enak dengan keluarga yang lain kalau Gus Faiz sebagai suaminya Fathimah tidak datang.
Lantas bagaimana dengan dirinya? tidak usah memikirkan Maureen tapi cucunya yang sedang sakit ini bagaimana?
" Maureen ijinkan kok Umi, tapi bukan hari ini. Umi jelas tahu bahwa dari kemarin Azzam sedang demam tinggi. Saya hanya ingin ditemani suami saya menyembuhkan anak kami dulu. Lalu setelah itu tidak apa-apa kalau mau pergi ke Madura agak lama pun juga gak apa-apa umi " Jawab Maureen lirih tidak ingin membangunkan Gus Azzam yang baru saja dapat terlelap
" Iya Umi, Faiz tidak bisa sekarang. Setidaknya tunggu sampai Gus Azzam baikan " Tolak Gus Faiz yang berat hati meninggal anaknya yang tengah sakit
" Tidak bisa, harus hari ini. Lusa Umi mulai ada acara terusan sampai semingguan itu. Sampean bisa bawa Azzam ke rumah sakit dengan diantar pak Ngadi dulu nduk. Lagian kemarin udah dibawa ke dokter kan, obatnya juga belum habis " Ucap Umi Khadijah enteng
" Tidak enak pada keluarga Fathimah tapi mengorbankan cucu sendiri " Cibir Maureen lirih yang hanya didengar Gus Faiz
Maureen mengusap kasar laju air matanya
Hening
Berusaha mendebat dan memohon pun rasanya percuma. Jika sudah membicarakan tentang Fathimah dengan Umi Khadijah, wanita itu selalu menang diatas segalanya.
" Baiklah, pergilah by, antar Umi dan Fathimah." Akhirnya Maureen pasrah dan memberikan ijinnya
" Tapi sayang_ " potong Maureen mengangkat sebelah tangannya ke udara, mengisyaratkan agar Gus Faiz menyudahi perdebatan mereka dan segera diam
Gus Faiz menghela nafas, berusaha meredam rasa kesalnya. Ia kesal pada Umi Khadijah yang terkesan memaksa padahal kondisi Gus Faiz sedang dilanda ke khawatiran karena putranya sedang sakit. Ditambah Maureen yang tiba-tiba memberikan ijin untuk dirinya berangkat memenuhi permintaan Umi Khadijah. Ingin marah pada Umi Khadijah, ia tidak bisa. Sebaliknya ia ingin komplen pada ibu dari putranya jelas tidak bisa, saat ini istrinya pasti tengah khawatir akan kondisi anaknya. Apalagi ia harus merawat dua bayi sekaligus.
Tidak ada yang bisa Gus Faiz lakukan, saat ini dirinya berada di posisi serba salah. Sebelum berangkat ia memastikan segala kebutuhan istrinya agar tidak repot selama ditinggal termasuk mencarikan Maureen teman untuk membantu mengasuh Azzura. Ia segera menghubungi ustadzah Nuroh untuk menemani istrinya selama ditinggal ke Madura.
" Hubby berangkat dulu sayang, nanti kabarin terus ya kondisi Azzam. " Pamit Gus Faiz mengecup kening Maureen, namun istrinya hanya diam enggan menanggapi. Gus Faiz paham saat ini istrinya pasti tengah kecewa akan keadaan yang seperti ini
" Ustadzah saya titip Ning Maureen dan anak-anak ya. Pastikan istri saya tidak terlambat makan dan nanti sejam lagi ingatkan Ning Maureen untuk pompa ASI nya. Terus kalau siapin makanan untuk Ning Maureen pastikan mbak-mbak dapur tidak lupa kalau Ning Maureen alergi daun seledri. Suhu kamar nanti jangan lupa diatur 21-22 Celcius njih biar Gus dan Ning nyaman. Maaf merepotkan ustadzah " Ucapnya detail memperlihatkan sederet kekhawatiran yang bisa ditangkap oleh mata ustadzah Nuroh
" Njih tidak apa-apa Gus, saya malah senang bisa membantu " Jawab Ustadzah Nuroh
" Matur nuwun, Monggo saya pamit assalamualaikum " Gus Faiz melangkahkan kakinya menyusul Umi Khadijah dan Fathimah yang telah lebih dulu masuk ke dalam mobil
" Waalaikumsalam " jawab ustadzah Nuroh
________
Sepeninggal Gus Faiz, Maureen menangis memukul dadanya mencoba menghilangkan sesak yang menghimpit. Hingga ia tidak menyadari bahwa ustadzah Nuroh telah berada di sampingnya
" Maaf ustadzah jadi merepotkan " Maureen seka sisa air mata di pipinya berharap tidak terlalu terlihat menyedihkan oleh ustadzah Nuroh
" Njih, tidak apa-apa Ning. Yang sabar ya Ning " kata Ustadzah Nuroh yang langsung dibalas anggukan oleh Maureen. Sekian detik air mata Maureen akhirnya lolos lagi tanpa bisa ditahan. Melihat kondisi Maureen yang tengah rapuh ustadzah Nuroh reflek merentangkan tangannya dan disambut hangat oleh Maureen. Ia menangis tergugu di dalam pelukan ustadzah Nuroh.
Selama perjalan Gus Faiz tak henti-hentinya menghubungi Maureen menanyakan keadaan Gus Azzam. Syukur Alhamdulillah lepas magrib suhu tubuhnya mulai turun. Namun bayi tersebut masih rewel.
Hingga pada pukul delapan malam selepas Maureen menunaikan ibadah sholat isya ia melihat ranjang di sisinya tengah berguncang. Ibu dua anak itupun menoleh, seketika lemas persendian Maureen kala melihat tubuh Azzam tengah kaku mengejang.
" Yaa Allah De Azzam, adek kenapa sayang? " Maureen histeris tak tahu harus berbuat apa sedangkan ustadzah Nuroh baru beberapa menit yang lalu pamit turun menggendong Azzura ke bawah
Seakan lupa perihal pertolongan pertama pada anak yang kejang, Maureen rengkuh tubuh kecil Azzam ke dalam pelukannya. Ia berlari sekuat tenaga meski tungkainya seakan tak mampu menopang beban tubuhnya
" Ustadzah Nuroh, Pak Ngadi... tolong.. tolong Azzam." Maureen berteriak saat tiba dilantai bawah, tubuhnya ambruk memangku Azzam. Sakit dan lemas yang wanita itu rasakan.
Ustadzah yang mendengar suara teriakan Maureen pun segera berlari mencari sumber suara. Begitupun pak Ngadi yang kebetulan sedang duduk membaca buku juga langsung menghampiri Maureen. Betapa kagetnya mereka melihat Maureen yang meraung dengan Azzam yang sedang kejang di pangkuannya. Tanpa membuang-buang waktu pak Ngadi langsung mengambil kunci mobil dan mengajak Maureen untuk membawa Azzam ke rumah sakit.
" Mari ke rumah sakit Ning" tegas pak Ngadi yang langsung disetujui oleh Maureen
Sesampainya di rumah sakit milik Kyai Aziz, Azzam langsung dilarikan ke IGD. Sementara Azzam diperiksa, Maureen mencoba menghubungi Gus Faiz namun nihil nomer telponnya tidak aktif. Beralih ke nomor mertuanya pun juga sama. Dirinya tidak perduli dengan acara keluarga Fathimah, yang jelas saat ini Azzam dan dirinya tengah membutuhkan Gus Faiz.
Air mata tak dapat dibendung, yang bisa ia lakukan hanyalah memeluk dirinya sendiri. Saat larut dalam tangis tiba-tiba ia teringat ayah mertuanya. Dengan segera ia raih gawainya lalu menekan tombol panggilan hingga beberapa saat akhirnya tersambung
" Assalamualaikum Abi.. Abi dimana? " tanya Maureen pecah tangisannya
" Waalaikumsalam, kenapa nduk kok nangis? Abi di Jombang acara terakhir ini mau ngisi kajian sebentar lagi. kenapa nduk? " Tanya Kyai Aziz khawatir
" Azzam Abi, Azzam sakit. Kejang-kejang dan sekarang di rumah sakit. Maureen bingung disini sendirian. hiks..hiks " Bingung Maureen
" Astaghfirullah..lalu Faiz, Umi mu juga kemana? kok bisa gak nemenin nduk " Heran kyai Aziz
" Gus Faiz diminta nganterin Umi dan Fathimah ke Madura bii. Maureen telepon dari tadi gak bisa-bisa " Tutur Maureen pada Kyai Aziz
" Yaa Allah, yaudah tunggu dulu ya nduk. Abi ngisi acara dulu sebentar baru setelah itu langsung kesitu " Kyai Aziz tidak habis pikir pada umi Khadijah yang nekat berangkat disaat cucunya sedang sakit.
" terimakasih Abi " syukur Maureen setidaknya nanti akan ada yang menemaninya
Mendengar berita dari Maureen, Kyai Aziz meminta kepada panitia untuk dipercepat bagian inti acaranya, sebab ia tidak ingin menantunya menunggu terlalu lama.
" Maaf njih, panitianya pundi? saya mohon acara dibagian saya mengisi untuk dipercepat. Barusan saya dapat telepon cucu saya masuk rumah sakit kejang-kejang " Terang Gus Faiz pada salah satu tokoh sekitar yang bertugas menemaninya
" Oh injih Yai saya sampaikan " Jawab orang tersebut
" Ngaturaken salam pangapunten njih, Niki darurat dan diluar dugaan. Ngapunten lan matur nuwun ngerepotin " Ucap kyai Aziz merasa sungkan tapi mau bagaimana lagi saat ini pikirannya hanya dikuasai oleh ke khawatiran terhadap cucunya. Rasa kesal juga menghampirinya bagaimana tidak, istrinya keluar tanpa meminta izin darinya bahkan fatalnya Faiz juga ikut serta yang bisa kyai Aziz tebak pasti merupakan paksaan dari Umi Khadijah. Saat ini kyai Aziz benar-benar kehilangan sosok istri yang lembut dan penyayang.
________
Serangkaian pemeriksaan terhadap Azzam telah dilakukan, bahkan kini tangan putera kecilnya telah terpasang jarum infus. Yang membuat hatinya makin tertusuk belati tajam, dihidung puteranya juga terpasang selang oksigen begitupun di dadanya juga ada alat-alat yang menempel. Suara denting dari alat yang menempel pada tubuh Azzam Jelas hal itu membuat lemas persendian Maureen masih menguasai tubuhnya. Disela-sela sesak di dada tiba-tiba ia teringat puteri kecilnya di rumah yang tadi ia tinggal tanpa berpamitan terlebih dahulu. Segera Maureen raih benda pipih tersebut lalu mencari nomor telepon ustadzah Nuroh lalu melakukan panggilan video call
" Bagaimana Ning Azzura ustadzah? rewel tidak? maaf tadi saya pergi tanpa berpamitan. " Ucap Maureen dengan wajah sembab
" Alhamdulillah Mboten Ning, ini baru tidur dari tadi asik main dengan saya dan mbak-mbak. Ngapunten Ning, saya minta di temani mbak-mbak abdi Niki. Mboten sae soalnya sendiri disini " Jawab Ustadzah Nuroh yang menampilkan gambar Azzura yang tengah tertidur pulas
" Iya tidak apa-apa ustadzah. Saya titip Azzura ya! harusnya stok ASI di lemari pendingin masih cukup untuk malam ini dan besok pagi. Kalau ustadzah butuh apa-apa atau lapar, cari saja di dapur atau minta mbak-mbak abdi. Jangan sungkan ustadzah, cemilan juga ada di kamar Azzura." Terang Maureen
" Njih matur nembah nuwun Ning, Bagaimana kabar Gus Azzam Ning? " Tanya Ustadzah Nuroh yang sedari tadi juga khawatir pada cucu kyai Aziz itu
" Masih belum stabil ustadzah mohon bantuan doanya, saat ini masih dalam evaluasi. Tadi beberapa kali masih kejang-kejang " Maureen berkata dengan air mata yang mengalir deras dikedua pipinya lalu menampilkan gambar Azzam yang tengah terbaring lemah dengan selang oksigen dan beberapa alat yang terpasang ditubuh kecilnya
" Yaa Allah njih Ning, sebentar lagi saya akan sampaikan ke pengurus asmara putri maupun putra untuk mengajak para santri mendoakan Gus Azzam " Seru Ustadzah Nuroh yang juga turut merasakan kesedihan. Penampilan Ning Maureen yang selalu cantik sempurna kini terlihat menyedihkan. Wajah putih mulusnya menjadi merah sembab karena terus menangis bahkan ia pergi ke rumah sakit masih dengan menggunakan mukenahnya. Ustadzah Nuroh merasa iba pada ibu dua anak itu. Pasti saat ini beliau tengah rapuh karena sendirian tanpa didampingi Gus Faiz sebagai suaminya.
" Sabar dulu ya sayang, Mima masih harus temani Adek Azzam. Kakak jadi anak baik ya sama ustadzah Nuroh, jangan rewel. Hiks...hiks.. Mima kangen Zuraa " Racau Ning Maureen pada gambar bayi kecil yang ditampilkan oleh Ustadzah Nuroh. Bahkan kini ustadzah Nuroh dan mbak-mbak abdi juga ikut menangis, mereka tidak tega pada Ning Maureen
______
Pukul setengah dua belas malam akhirnya Kyai Aziz tiba di rumah sakit. Ia langsung menuju kamar VVIP yang ditempati oleh cucunya. Saat membuka pintu pemandangan pertama yang ia lihat adalah sosok menantunya yang tengah mengaji di samping cucunya sambil menangis tersedu. Pandangannya beralih pada tubuh kecil yang tengah terbaring lemas dengan berbagai macam alat yang menempel. Bagaikan dihantam Godam seberat ribuan kilo dada kyai Aziz langsung sesak, tubuhnya terhuyung ke belakang melihat pemandangan yang menyedihkan ini. Beruntung Ustadz Danu sigap merangkul tubuh Kyai Aziz sehingga tidak sampai terjatuh.
" Abii.. " Kaget Maureen saat menoleh ke belakang mengetahui ayah mertuanya tengah syok
.."aku tresno karo sampeyan".. maukah jadi istriku sehidup semati
diubel up dong thor...
rujuk harus melalui perjalanan yang berat ya Thorrr.
jangan² benar nih kalau dokter Ahmad dan Gus Faiz ternyata berteman..terus bagaimana rencana Maureen tidak jalan lahh