Berry Aguelira adalah seorang wanita pembunuh bayaran yang sudah berumur 35 tahun.
Berry ingin pensiun dari pekerjaan gelap nya karena dia ingin menikmati sisa hidup nya untuk kegiatan normal. Seperti mencari kekasih dan menikah lalu hidup bahagia bersama anak-anak nya nanti.
Namun siapa sangka, keinginan sederhana nya itu harus hancur ketika musuh-musuh nya datang dan membunuh nya karena balas dendam.
Berry pun mati di tangan mereka tapi bukan nya mati dengan tenang. Wanita itu malah bertransmigrasi ke tubuh seorang anak SMA. Yang ternyata adalah seorang figuran dalam sebuah novel.
Berry pikir ini adalah kesempatan nya untuk menikmati hidup yang ia mau tapi sekali lagi ternyata dia salah. Tubuh figuran yang ia tempati ternyata memiliki banyak sekali masalah yang tidak dapat Berry bayangkan.
Apa yang harus dilakukan oleh seorang mantan pembunuh bayaran ditubuh seorang gadis SMA? Mampukah Berry menjalani hidup dengan baik atau malah menyerah??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hilnaarifa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27
"Alice?!"Teriak mereka serempak.
Gadis itu, Alice terkejut karena melihat
orang-orang aneh ini berteriak sambil memanggil nama nya.
Dia tidak tuli, ngomong-ngomong. Untuk apa sampai berteriak seperti itu? Dia memakan es krim nya tadi, dia merasa bosan di dalam ruangan Gama.
Makanan dia dalam nya juga sudah habis dan dia ingin mencari hal lain untuk di kunyah.
Jadi, dia diam-diam keluar dari ruangan kali ini dia bisa tenang karena pertandingan sudah di mulai. Yang pasti, dia tidak akan bertamu dengan anak-anak Jupiter.
"Kita nyariin Lo dari tadi." Ucap Karla dengan senang, Alice mengerut kan kening nya heran.
"Buat apa nyariin gue?"
Darrel segera mengambil sikap dan menceritakan semua tentang kekhawatiran mereka.
Wajah Alice menjadi jelek, dia sungguh tidak senang dengan berita ini, bukan karena sekolah nya yang takut kalah.
Tapi dia di minta untuk ikut berpartisipasi dalam permainan. Padahal, dia sudah melakukan apapun untuk menghindari publik, sekarang dia malah di minta untuk tampil di publik.
Ini namanya, bunuh diri secara tidak langsung.
"Gue mohon, Lice. Gue nggak perduli, kita memang apa kalah sekarang. Hanya saja, tim putri butuh orang, mereka bisa habis jadi target sekolah Lorence." Ucap Darrel dengan gelisah. Dia bahkan sampai menurunkan ego nya demi membujuk gadis ini.
Alice menggaruk kepala nya melihat tingkah Darrel, dia melirik Karla yang hanya mengangkat bahu tidak tahu.
"Ah sialan! Oke, gue bakalan bantu kalian." Ucap nya datar, dia malas melihat banyak drama dari Darrel.
Sangat tidak cocok dari tokoh utama pria yang terkenal berwibawa. Bagi nya, Darrel terlihat seperti orang bodoh. Mereka pun menjadi senang karena persetujuan Alice,
"Tapi..."
Tiba-tiba Alice berkata. Mendadak mereka menjadi waspada, "Cara bermain nya harus mengikuti aturan dari gue, tim basket kalian hanya diam dan menuruti saja. Bisa, kan?"Ucap Alice bernegosiasi.
Jika mereka menolak, dia tidak rugi sama sekali. Darrel bingung harus menjawab seperti apa, Ruby pasti tidak akan setuju dengan persyaratan ini.
Esa mendecih, "Setuju! Terserah Lo mau bawa pertandingan seperti apa, yang penting Lo bisa habisi anak sekolah Lorence." Balas pemuda itu dengan cepat.
Dia tidak mau Darrel memilih mementingkan ego Ruby di saat seperti ini.
Alice terkekeh, "Oke, sudah di putus kan. Ayo, kita habisi mereka!"Ucap nya semangat.
Dia ingin melihat wajah kekalahan pemuda sialan yang ingin menangkap nya tadi. Karla jadi ingin melihat pertandingan lagi, dia pun memilih ikut dengan Alice dan yang lain nya.
***
Alice mengganti pakaian nya, tidak dengan seragam olahraga lagi. Dia jadi terlihat keren ketika memakai baju basket, haha.
Alice mengikat rambutnya dengan kencang agar tidak menganggu konsentrasinya nanti.
Dia berjalan mendekati Ruby dan teman-teman nya. "Gue heran, kenapa kalian tidak punya pemain cadangan lebih dari satu orang?"Ucapnya sambil mengangkat alis menatap Ruby.
Gadis itu membuang muka, "Tidak ada yang cocok, mereka terlalu lemah untuk ikut bertanding." Jawab nya dengan sinis.
Alice terkekeh geli mendengar ucapan itu, "Yah dan lihat hasil nya seperti apa sekarang, kalian kekurangan pemain." Ucap Alice sarkas, dia mengambil bandana kapten dari tangan Mora.
Seharusnya Ruby yang menjadi kapten tapi karena Alice mengatakan syaratnya. Mau tidak mau mereka harus mengikuti perkataan gadis itu.
"Lain kali, jangan terlalu egois. Permainan tetap permainan." Lanjut Alice lagi, dia segera memasang bandana nya. Dia melihat murid dari sekolah Lorence, para gadis itu menatap tim nya dengan remeh.
Alice sudah membidik kapten tim lawan, orang seperti itu yang harus ia waspadai.
"Gue dengar dari Esa, kalau cara bermain mereka sangat curang. Namun, wasit tidak mengatakan apa-apa soal itu, sepertinya ada yang bermain halus disini." Ucap Alice dengan serius, tidak ada raut main-main lagi di wajah nya.
Ziva bahkan sedikit tidak menyangka melihat perubahan Alice hanya dalam hitungan detik.
Sebelum nya, dia masih gadis yang menyebalkan sedetik kemudian dia menjadi seorang kapten yang tegas.
Ruby mengangguk setuju, dia tidak punya waktu untuk menanggapi perkataan sarkas Alice tadi. Saat nya dia harus berfokus pada permainan.
"Gue nggak mau ada yang cedera disini. Jadi inti dari rencana gue, kita harus mencetak poin dengan lemparan jauh."
Alice menahan Ruby yang ingin protes, "Gue tahu, nggak semua dari kita bisa melakukan nya. Tapi, hanya cara ini yang bisa mengurangi dampak negatif dari bertanding bersama mereka."
Alice melirik jam, sepuluh menit lagi pertandingan akan di mulai. Lorence memenangkan pertandingan sebelumnya,
sekarang untuk merebut tempat juara satu nya, Dominic akan bersanding melawan mereka.
Disinilah peran Alice, dia harus memenangkan pertandingan sambil mengurangi dampak negatif pada tim nya.
Dia sudah melihat betapa parahnya cedera dari tim sekolah sebelah ketika melawan sekolah Lorence.
Astaga, padahal ini hanya pertandingan
persahabatan dan yang memainkan nya perempuan tapi sampai terluka seperti ini?
Terlalu di luar nalar.
"Ingat cara bermain gue dan teman sekelas gue waktu itu? Kita akan memainkan nya disini, gue akan berusaha buat poin dari jarak jauh. Jika ada kesempatan, Ruby akan membuat poin dari jarak dekat. Dan sisa nya harus menjaga lawan. Agar mereka tidak bisa menebak cara bermain kita." Ucap Alice menjelaskan.
Ruby dan yang lain mengangguk paham, rencana nya sudah cukup untuk membuat tim mereka unggul.
Wasit berteriak dan memanggil ke dua tim. Darrel dan teman-teman nya bersorak
menyemangati Alice dan yang lain. Begitu juga murid Dominic yang lain, mereka menjadi tertarik ketika melihat Alice ada di dalam tim.
Termasuk anak OSIS yang tadi nya sedang bersantai di sekitar lapangan. Mendadak berdiri dan melihat dengan penasaran.
"Alice kok bisa disana?" Gumam Dian, di sampingnya ada Gama yang memasang wajah tidak senang nya.
Alice menatap lawan nya dengan senyuman manis, "Hai, gue dengar tim kalian berisi orang-orang hebat." Kata Alice berbasa-basi.
Kapten tim basket putri Lorence mendadak angkuh, dia menaikkan dagu nya dengan sombong.
Namun sedetik kemudian, Alice menghilang kan senyum nya. Dia menatap datar lawan nya.
"Hebat dalam bermain curang, benar kan?"Lanjut nya dengan sarkas.
Ruby sedikit kagum dengan kemampuan Alice yang bisa membuat suasana hati seseorang bisa dengan cepat berubah.
"Awas Lo." Gumam kapten lawan dengan dingin.
Alice mengangkat bahu nya acuh, "Selamat bermain." Jawab Alice sambil mengedipkan sebelah matanya.
Pritt
Peluit bertiup kencang, Alice segera merebut bola dan menggiring nya menuju ring lawan.
Sebelum kapten lawan bisa merebut kembali bola nya, Alice dengan percaya diri segera menyetak poin.
Dia melempar bola dari jarak jauh dan yah, bola nya masuk dengan sempurna.
"Hhhuuuu..."Sorak murid-murid Dominic dengan semangat.
"Sialan! Ini bahkan baru beberapa detik, dan Alice sudah mencetak tiga poin?"Ucap Ditri takjub.
Begitu pun dengan yang lain, mereka tidak menyangka Alice bisa melakukan hal yang
lebih di luar nalar dari sekolah Lorence.
Ruby terdiam melihat itu, tangan nya mengepal. Setidaknya, dia sudah mengambil keputusan yang tepat untuk memasukkan Alice ke dalam timnya.
Kali ini tim lawan membawa bola, Ruby segera berlari dan berusaha merebut bola nya dari mereka.
Dia meminta Mora untuk mengikuti nya sebagai penjaga. Saat bola memantul, Ruby dengan cepat merebut nya dari lawan dan membawa nya kembali menuju ring musuh.
Kapten tim lawan mendecih, dia segera mengejar Ruby dengan cepat, hampir saja Ruby di tabrak oleh gadis itu jika Alice tidak cepat menghalangi nya.
Dia merebut bola itu dari Ruby dan menggeser gadis itu dengan segera.
"Ruby, ikut gue!"Teriak Alice, dengan cepat Ruby pun menyusul Alice.
Kedua nya menggiring bola menuju ring,
ada dua pemain di depan yang siap menghalangi Alice untuk mencetak poin.
Gadis itu hanya tersenyum sinis saat mendekati ring, dia berpura-pura ingin melempar bola ke dalam ring yang mana membuat tim lawan fokus ingin menghentikan nya.
Tapi Alice malah berhenti dan melempar nya ke arah Ruby yang dengan cepat di tanggapi oleh gadis itu dan kembali melempar ke arah ring tanpa penjagaan. Bola masuk dengan sempurna dan mereka mendapatkan tambahan poin sekali lagi.
Sorakan murid Dominic kembali terdengar memenuhi seluruh lapangan.
Ziva berteriak senang, dia bahkan tanpa sadar memeluk tubuh lawan nya dengan erat.
Gadis itu mendorong Ziva dengan kasar, "Lepasin sialan!"Ucap nya kesal.
Ziva hanya mengejek nya dengan santai dan kembali berteriak senang. Alice memberikan jempolnya pada Ruby, dia menatap bangga pada anak didiknya, haha.
Mereka telah unggul lima poin hanya dalam hitungan kurang lima menit. Pertandingan pun, kembali berlanjut.
^^
tp yg baca ko dikit y..
yooo ramaikan hahhlah