Terlahir cantik, kaya raya, cerdas, tapi selalu gagal jika berhubungan dengan percintaan, gadis baik-baik tapi selalu disakiti deretan pria yang pernah jadi pacarnya, dengan berbagai macam alasan, mulai dari yang masuk akal sampai yang paling menyakitkan.
Sampai akhirnya sesuatu yang rasanya tidak masuk akal pun terjadi, bagaimana bisa seorang wanita biasa, meskipun memang ia kaya, tapi tidak masuk akal dikejar-kejar oleh seorang selebriti papan atas.
Happy reading yeorobun 😂
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon timio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
33
"Benarkah mereka masih berpura-pura atau sudah berubah? Aku ini sebenarnya apa?", batin sang pacar asli yang mengawasi dari kejauhan.
Beberapa jam sebelumnya, Tommy sudah diam di kamarnya di rumah Kiara, mungkin karena kelelahan ia ketiduran sampai malam tiba, bibi ART juga tidak ada disana, hanya dia seorang, jadi tidak ada yang menghidupkan satu lampu pun. Ia juga masih asik tertidur dalam gelap, hingga suara tangisan demi tangisan membangunkannya.
Awalnya ia takut, suasana gelap gulita seperti itu, ditambah adanya suara tangis yang menjadi-jadi, ia kira itu Mrs. K (paham la ya), tapi setelah didengar lebih seksama itu suara pacarnya, asalnya juga dari kamar Kiara.
"Kiara nangis? Kenapa? Sampai sebegitunya", ia pun membuka pintu untuk menemuinya, tapi ketika pintu terbuka, melalui cahaya dari luar yang sangat minim, Kiara lewat didepannya dengan tergesa. Ia pun mengikuti, dan hatinya patah, betapa lembutnya pacarnya itu memperlakukan pacar palsunya.
Tapi kenapa dokter Andre malah menangis? Kenapa mereka berdua menangis?
Seolah-olah masalah rumah tangga mereka sedang diterpa badai. Tak lama kemudian mobil itu pun melesat, Tommy juga buru-buru dan membuntuti mobil silver itu. Pasangan palsu yang direstuinya itu berakhir sebuah rumah sakit.
"Pasti mamanya adreas." batin Tommy memandangi dari jauh.
Malam ini ia benar-benar ragu akan dirinya, peran yang dimainkan Kiara dalam dramanya benar-benar meyakinkan. Siapapun akan melihat mereka benar-benar pasangan yang saling melindungi.
"Apa aku harus kehilangan lagi? Apa Naura tidak cukup?", batinnya perih.
Kemudian ia melihat Andreas dan Kiara keluar dari gedung RS, kaki kecil Kiara terlihat tidak menggunakan alas sama sekali.
"Hah?? Apa apaan?", kesalnya menarik napas sambil menurunkan masker hitamnya dibawah dagu. Hatinya yang sudah sejak tadi cemburu, menjadi pemicu kekesalannya pada pria disebelah gadisnya itu.
Dasar Pria tidak bertanggung jawab, bisa-bisanya ia membiarkan Kiara berjalan tanpa alas kaki seperti itu.
"Ki.", seru Tommy tiba-tiba dari jarak hanya 5 meter.
"Tommy?", Kiara segera menoleh.
Ya ampun....", sapp Kiara bergerak cepat ketika menyadari visual The Prince itu menurunkan masker mulutnya.
"Kamu tuh ya? Ceroboh banget." sambil menaikkan dan memperbaiki posisi masker Tommy, pria itu tersenyum didalam maskernya.
"Boleh saya minta pacar saya kembali pak dokter? Dia sudah cukup lama bersama anda, dia sudah cukup lelah di kantor hari ini." seru Tommy dengan wajah datar.
"Oh iya maaf, Tommy. Tadi kita ada keperluan mendadak. Iya silahkan. Kia, makasih buat hari ini, nanti kalau ada apa-apa aku kabarin kamu secepatnya."
"Kamu yakin?", ragu Kiara.
"Iya ngga papa, pastiin aja ponsel kamu aktif."
"Iya, Ndre. Pasti. Kami duluan ya." seru Kiara ramah dan senyum tipis.
"Kami duluan pak dokter, permisi." seru Tommy.
Happ... Tiba-tiba Tommy menggendong Kiara ala bridal style.
"Aoh... kamu apaan sih." kaget Kiara yang sudah berada di gendongan Tommy.
Sakit, begitu rasa dan sensasinya di pandangan mata sipit pria berkulit pucat yang masih berdiri memandangi mereka berdua, pasangan yang asli.
"Kamu ga liat itu kaki udah kayak apa? Bisa-bisanya baru ditinggal sebentar pacarku udah kayak gembel." dumel Tommy.
"Tadi aku panik yang, aku lari gitu aja, semuanya ketinggalan. Andre itu tadi mau beliin sendal loh, minimarket deket kok, itu." menunjuk minimarket diseberang jalan.
"Kamu udah makan belum?", tanya Tommy masih menggendong Kiara menuju mobilnya.
"Belum, aku laper. Tapi kita makan di rumah aja yuk, dimasakin kamu." sambil bergelayut di leher Tommy.
"Ok, tuan putri."
Mereka berdua pun pergi, Kiara seolah terlupa betapa kalang kabutnya ia beberapa jam yang lalu, sampai alas kaki pun ia lupa. Tapi ketika Tommy sudah benar-benar di hadapannya, semua ketakutannya hilang.
"Tom.."
"Tom?".
" Sayang maksudnya, sayaaang, sayangnya Kia."
"Sayangnya Ki."
"Iya serah, ribet amat.", kesal Kiara akhirnya.
"Apa sayang?", kekeh Tommy merasa lucu.
"Maaf hubungan kita jadi kayak gini, aku seolah ngga prioritasin kamu lagi." Kiara yang tadinya ceria berubah sendu.
"Sayang, it's okay." Tommy meraih tangan Kiara dan menggenggamnya dengan tangannya yang menganggur, sementara yang satunya menyetir.
"Ini ngga okay sama sekali, Tom." suara Kiara tiba-tiba meninggi.
Merasa ada yang tidak biasa, Tommy menepikan mobilnya.
"Kamu kenapa? Ada masalah apa hm?", tanya Tommy lembut mengelus kepala belakang Kiara.
"Ini ngga bener sama sekali, cowo mana yang rela, cewenya setiap hari jalan sama cowo lain, bareng sama cowo lain, ngintilin cowo lain seolah pacar aslinya ngga ada. Cowo gila mana Tom? Ini ngga bener."
"Aku, Kiara. Aku cowo gila itu. Kenapa?! Kamu yang minta aku pahami semua, kamu yang minta, aku turuti. Kenapa sekarang malah gini? Aku cuma ngikutin permintaan kamu sayang, aku ngga papa, aku ngga pernah ngeluh sekalipun, Kiara please."
"Sampai kapan kamu bisa bertahan kayak gitu? Ngga selamanya sabar yang kamu punya itu akan tetap ada, ngga selamanya juga ikhlas kamu itu sebanyak itu. Jadi, please Tom. Jangan tahan. Kamu bisa marah, kamu bisa kasar, kamu bisa egois, ngga harus jadi pacar green flag baik hati kalo jalan ceritanya kayak gini. Aku overthinking Tom."
"Aku baik-baik aja sayang, ngga apa."
"Aku yang ngga baik." jawab Kiara lagi.
Merasa perdebatan mereka tidak akan berakhir Tommy memilih melajukan mobilnya kembali menuju rumah Kiara. Sepanjang perjalanan mereka bungkam. Keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing.
"Maaf, Tom. Kamu ngga salah, kamu benar, kamu cuma ngikutin maunya aku. Tapi aku yang ngga tega kamu diperlakukan gini terus, aku ga bisa janjiin apa apa sama kamu."
"Apa yang terjadi, Ki? Sampai segininya? Apa yang ganggu kamu? Sampai kamu se nangis itu dan se marah ini."
Pertanyaan mereka yang saling berkaitan, saling terjawab tapi tak tuntas. Keduanya memilihi diam, hingga sampailah mereka di tempat tujuan.
Sesampainya Kiara langsung masuk tanpa memperdulikan Tommy lagi. Pria tampan itu mendesah berat.
"Gebrakan macam apa lagi ini?", lirihnya lalu memasukkan mobilnya ke dalam rumah. Keadaan masih tetap sama, gelap gulita.
Tok tok tok tok
"Sayang? Kamu ga laper? Tadi katanya mau makan? Ayo mau dimasakin apa?", tanya Tommy didepan pintu kamar Kiara yang tertutup rapat.
Hening
Tidak ada jawaban apapun
Klek.. Tommy perlahan masuk kedalam, kamar itu sudah terang meski dengan pencahayaan lampu tidur, cukup membuat Tommy dapat melihat jelas wajah lelah itu sudah tertidur, dengkur halusnya terdengar. Meski agak kesal wanitanya bisa tidur secepat itu padahal mereka baru saja bertengkar.
"Sayang, satu hal yang aku tahu lebih dari apapun itu, kamu punyaku. Andreas atau siapapun ngga akan bisa rebut kamu dari aku, kamu punyaku Kiara. Se keras apapun kamu berusaha, aku akan terus ngejar kamu, sampai kamu diam di sisiku."
Cup... satu kecupan kecil ia daratkan di bibir hangat dengan wajah lelah itu.
🌼🌼🌼
Pagi hari pun menyapa, suasana di rumahnya tetap hening. Biasanya sudah ada rusuh di dapur oleh bibi atau Juan, lebih berisik lagi jika mereka berkolaborasi. Shane sudah berkali menyelam, atau memainkan saxophone dipagi buta, belum lagi Tommy yang tiba-tiba mengetuk kamarnya untuk mengajak sarapan, atau hal lain.
Sungguh ia rindu, ia benci hening, benci terlalu tenang, bahkan Alexandra pun tidak pernah lagi membuat rumahnya berisik barang sehari saja.
"Aah... encok.", pekiknya membengkokkan badannya ke kiri dan kanan. Kemudian ia membuka pintu perlahan, tidak ada seorang pun disana, hanya bau wangi makanan dari pantry.
"Sayang, aku buat sarapan, dimakan ya. Sama bekal makan siangnya juga udah aku siapin. Jangan terlalu capek ya sayang, I love you."
itulah isi catatan luar wadah bekal makan siang itu.
"Bahkan setelah dikasarin juga dia tetep manis kayak gini, lu cowo tapi kok lebih dalem perasaannya sih Tom, ketimbang logikanya." sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
Ia memasuki gedung Levin Corp seperti biasa, Alexandra sudah di mejanya.
Tek ... ia meletakkan kopi di meja sahabatnya itu seperti pagi biasanya. Tapi ada yang aneh ekspresi wajah Alexandra tidak seperti biasanya. Lebih ke arah tegang.
"Kenapa lu? Kebelet?"
"Om Jimmy didalem nyet." bisiknya.
Alis Kiara meninggi sebelah. Tumben sekali, untuk apa ayahnya menemuinya sepagi ini?
Kemudian ia masuk ke ruangannya. Tidak ada sapa menyapa, tidak ada ramah tamah, hanya dingin dan datar.
"Oh anak papa sudah datang rupanya."
"Ada perlu apa pak pimpinan?"
"Papa...!", bentak Jimmy.
"Kita di kantor pak pimpinan, bukan di rumah."
"Kia!"
"Iya pak pimpinan? Ada yang bisa saya bantu?", tanya Kiara dengan santainya padahal wajah Jimmy Levin sudah merah padam.
"Bagaimana perkembangan hubungan kamu dengan Andreas? Boleh papa percepat pernikahan kalian?".
Tidak ada jawaban, Kiara bungkam. Jujur saja, jika ia lupa bahwa yang didepannya ini adalah orang tuanya, mungkin kopi yang di genggamannya itu sudah ia lemparkan ke wajahnya.
"Kalian sudah dekat, sudah jalan bareng di UK, sering pergi bareng juga, Irina suka kamu, apa lagi?".
"Jika tidak ada lagi yang ingin di bicarakan mohon tinggalkan saya pak pimpinan, saya sibuk." ucap Kiara membuka pintu.
Hal itu membuat Alexandra speechless.
"Semua yang ada disini punya Papa! Papa yang memutuskan mau pergi atau tidak...!, Jimmy tidak mau kalah.
"Yaudah, papa aja yang nikah sama Andreas, repot amat."
"Kiara!!!"
"Apaa....!!!!", bentak Kiara sekuat tenaganya.
Masih pagi tapi ruangan itu sudah mendidih, untuk pertama kalinya Kiara mengeluarkan suaranya didepan Jimmy lantang se lantangnya. Pria paruh baya itu benar-benar terkejut, hingga matanya membulat sempurna.
"Aku udah bilang, lama kelamaan papa akan liat aslinya aku itu kayak apa. Aku udah kasih peringatan dari awal. Semakin papa nekan aku, semakin seru tontonan yang aku buat."
"Sampai kapan kamu mau bantah papa haa?!"
"Sampai papa sadar! Sampai papa buka mata lebar-lebar kalau papa salah."
"Kita akan bicara lagi sampai kamu bener-bener tenang." Jimmy akhirnya keluar. Alexandra benar-benar menundukkan kepalanya dalam. Ia juga baru kali ini melihat Kiara seperti orang kesurupan didepan Jimmly Levin.
Seperginya Jimmy, Alexandra langsung masuk dan menutup pintu.
"Lu kenapa Kia?"
"Gua udah bilang kan lu harus cari cara bunuh diri yang enggak sakit, enggak dosa. Kenapa lu ngga nemu-nemu sampai hari ini anjir? Gua butuh banget. hik.... Alexa, gua cape... cape banget Lex...", tangisnya.
Puk puk puk Alexandra hanya bisa menepuk-nepuk punggung Kiara untuk menenangkannya.
"Gua harus gimana sih Nyet, gua serba salah tau ngga? Kalo gua bela lu, gua ga berhak sama om Jimmy. Tapi kalo gua bela om Jimmy, hati gua sakit banget anjir liat lu begini."
Kedua sahabat itu berpelukan melepas keluhan masing-masing.
Sementara jauh di sudut lain di sebuah agensi besar The King, agensi yang menaungi The Prince, terjadi perdebatan antara Tommy dan koreograger. Pasalnya ini kali ke dua puluh pengulangan tapi dia selalu salah. Mereka sama-sama letih, emosinya sama-sama memuncak.
"Lu kenapa sih? Ada masalah apa sih lu? Lu ngga kasian sama member yang lain, dancer juga. Biasanya juga sekali diulang lu udah bisa, ini dua puluh kali Tom, dua puluh kali. Bisa ngga sih lu fokus, lu punya cewe ya? Cewe lu minta putus?".
Tommy sudah menatap kesal pada pria yang menjadi koreografer timnya sejak setahun lalu.
"Putusin aja apa susahnya sih, elu The Prince. Cewe mana pun lu bisa dapetin, repot amat." tambahnya lagi.
Bugh .... Tommy melayangkan satu tinjunya pada koreografer itu dan seketika tersungkur jatuh.
"Tom... Tommy....!!!", Juan, Shane, dan Chris sang manager mengejar ke arah mereka.
Juan dan Shane membantu sang koreografer itu bangkit, sementara Chris menahan Tommy.
"Jaga omongan lu, kita ngga sedeket itu sampai-sampai lu bisa kritik gua sesuka hati. Silahkan tuntut gua semau lu, gua terima, gua siap."
Tommy langsung meninggalkan ruang latihan itu dan pergi ke ruang rekaman. Tempat paling hening favoritnya.
Deg
Untuk pertama kalinya hatinya patah sekali dibuat wanita gila satu ini, bahkan lebih patah saat ia melihatnya bersama Andreas.
Kiaranya berubah...
.
.
.
Tbc ... 💜