Aku Richie, pria jomblo tampan, kaya raya yang tak mau menikah. Ayah ku memaksa aku menikahi Alya, gadis cantik yang sabar, tegar dan keras hati.
Entah sejak kapan Alya mencintai ku aku tak tahu. Aku sangat membenci nya, Aku ingin ia hidup tersiksa bersama ku.
Ku pikir, menghadirkan Farah, sebagai kekasih bayaran untuk merusak rumah tangga ku akan membuat ia pergi dan minta cerai dari ku.
Tapi Aku salah. Aku justru terperangkap oleh drama yang ku buat sendiri.
Kehadiran Mario yang sangat tergila-gila pada istri ku membuat hati ku tak rela melepaskan Alya.
Benih-benih cinta yg mulai tumbuh di hati ku, justru membuat aku menderita.
Aku tak yakin, Alya sanggup bertahan dari godaan Mario.
Haruskah ku biarkan cinta Alya direbut oleh Mario yang berpredikat play boy?
CUSSSS,, BACA NOVEL NYA !!!
Jangan lupa, pantau juga karya ku yang lain y 🤗
SUBSCRIBE, LIKE, KOMEN,VOTE ⭐ ⭐ ⭐ ⭐ ⭐ Jika kamu suka y 🤗
Bantu support with GIFT Biar Author tetap semangat ❤️❤️❤️🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Afriyeni Official, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Alya dan Leon kecelakaan
Setelah sekian lama mencari, keberadaan Alya dan Leon diketahui mendapat kecelakaan dalam perjalanan menuju mall. Mobil yang dipakai Leon untuk mengantar Alya, mengalami rem blong seakan ada yang menyabotase.
Hal itu sedang ditindak lanjuti oleh pihak berwajib di lokasi kejadian tersebut. Sedangkan Alya dan Leon, dilarikan kerumah sakit terdekat dengan ambulans yang telah dihubungi warga setempat untuk segera mendapatkan pertolongan.
Rasa cemas dan khawatir yang menyelimuti perasaanku makin mendera saat aku sampai di rumah sakit.
Ada ramai orang yang berkerumun di IGD membuat suasana hatiku makin panik. Aku menyibak kerumunan orang yang seolah menonton pertunjukan itu dengan nafas yang memburu kencang.
Pasien dengan penuh luka dan darah yang cedera cukup parah, tampak jelas di mataku.
Aku sedikit bernafas lega, pasien itu bukan Alya atau pun Leon.
"Maaf sus, barusan ada pasien kecelakaan lelaki dan perempuan gak sus?" seorang perawat yang ada disana langsung ku hadang dan ku cecar dengan pertanyaan.
"Oh, barusan ada kecelakaan bus tuan. Anda mencari pasien yang mana?" Si perawat jadi bingung.
Baru saja hendak membuka mulut untuk bertanya lagi, "Tuan, tuan Richie!" Morgan, salah satu bodyguard suruhanku tampak berlari menghampiri.
"Nona Alya dan Leon sedang di ruang operasi. Mari tuan, saya tunjukan tempat nya." ajak Morgan sedikit membungkuk, memberi jalan agar aku berjalan terlebih dahulu.
Setelah melewati beberapa bangsal dan lorong rumah sakit kami sampai di depan ruang operasi.
"Bagaimana keadaan istriku dan Leon? Apa mereka terluka parah?" Aku memandang ruang operasi yang tertutup rapat dengan hati resah.
"Saya belum mendapat info yang detil dari dokter dan perawat yang menangani nona dan Leon, tuan. Saya harap tuan bersabar, mungkin sebentar lagi kita akan mendapat kabarnya segera." jawab Morgan coba menenangkan perasaanku.
"Kudengar dari pihak berwajib, mobil yang di gunakan Leon menabrak pembatas jalan karena rem blong. Coba nanti kau selidiki, kenapa rem mobil itu bisa blong." Aku memberi perintah pada Morgan.
"Siap tuan. Saya akan selidiki apa penyebabnya." sahut Morgan.
"Beritahu semua bawahanmu, jangan ada yang membocorkan kejadian ini pada Ayah. Aku tak mau Ayah jadi banyak pikiran." bayangan Ayah sejenak berkelebat di benakku.
Ayah sangat menyayangi menantunya Alya seperti putri kandungnya sendiri. Orang yang paling disalahkan atas semua kejadian ini pasti lah diriku.
"Baik tuan, kami pasti akan tutup mulut dari tuan besar." ujar Morgan patuh.
Aku memandang pintu ruang operasi yang baru saja terbuka dengan jantung berdebar.
"Apa anda wali dari kedua pasien?" Seorang perawat tiba-tiba muncul dari dalam ruang itu seraya mendekati kami berdua.
"Iya sus, saya walinya." sahutku cepat.
"Kalau begitu, mari ikut saya ke ruang dokter sebentar. Dokter ingin bicara dengan anda." ajak perawat itu mengajak ku untuk mengikutinya.
"Oke sus, bagaimana dengan keadaan mereka berdua?" desak ku tak sabaran.
"Mereka berdua cedera lumayan parah. Namun tidak mengenai organ yang bisa menimbulkan cacat atau pun membahayakan. Untuk info lengkap nya, Anda bisa tanyakan nanti pada dokter." sahut si perawat membuat perasaan ku agak sedikit tenang.
"Silahkan masuk tuan." si perawat mempersilahkan aku masuk ke dalam sebuah ruangan.
Seorang dokter lelaki separuh baya, tampak tersenyum menyambut kedatanganku.
"Silahkan duduk tuan. Perkenalkan, saya dokter Carlos." ujar dokter itu mengulurkan tangan memperkenalkan diri.
"Saya Richie," Aku menyambut uluran tangan si dokter dengan hangat.
Sesaat kami berjabatan tangan saling berkenalan sebelum aku menaruh pantat ku diatas kursi yang tersedia diseberang meja kerjanya.
"Begini tuan Richie, setelah melakukan beberapa operasi kecil di bagian yang robek, untuk cedera yang di alami pasien wanita sudah bisa kami atasi dengan baik. Namun untuk pasien pria, sepertinya butuh perawatan lebih khusus karena mengalami patah tulang ditangan sebelah kanan. Jadi saya sarankan, tangannya memakai gips dan tidak boleh dipergunakan lebih kurang selama tiga bulan agar tangannya tidak bengkok." ucap dokter itu menerangkan.
Aku menarik nafas lega saat mendengar keterangan si dokter tentang Alya. Namun ikut prihatin juga dengan keadaan Leon.
"Sekarang istri saya ada dimana dok?" tanyaku tak sabaran.
"Anda sudah bisa menjenguknya diruang rawat inap sementara yang telah kami sediakan." jawab dokter itu.
"Baiklah dok, terimakasih. Saya ingin segera melihat keadaan istri saya." ucapku cepat.
"Silahkan tuan Richie."
"Suster, tolong antar Tuan ini menjenguk istrinya." perintah dokter itu memanggil perawat.
Si perawat itu mengangguk hormat pada si dokter dan mempersilahkan diriku untuk mengikutinya.
"Mari tuan, saya antar." ucap nya seraya berjalan duluan didepan ku.
Aku mengikuti langkah kaki perawat itu dari belakang. Tak lama, langkah kakinya berhenti di sebuah ruangan yang lumayan besar.
"Silahkan tuan." ucap si perawat.
"Makasih sus," ujarku segera menerobos masuk kedalam ruangan itu tak sabaran.
Aku tertegun memandang sosok Alya yang terbaring lemah di ranjang rumah sakit. Hatiku merasa sedih melihat keadaannya yang tak berdaya dengan mata terpejam.
"Alya, bangun sayang. Ini aku." Bisik ku lembut membuat matanya sedikit terbuka.
"Richie, kamu kah itu?" ucap nya pelan.
"Iya, ini aku. Richie,suamimu." jawabku sedih.
"Richie, aku takut. Takut sekali Richie." ucap Alya dengan wajah berubah pucat pasi, gemetar memegang tanganku.
"Jangan takut Alya, aku ada disini bersamamu." bujuk ku menenangkannya.
"Leon, bagaimana dengan Leon?" dalam keadaan yang lumayan parah, Alya masih sempat memikirkan Leon membuat hatiku terenyuh.
"Leon baik-baik saja." jawabku sedikit berbohong agar ia tidak terlalu mengkhawatirkan keadaan Leon.
"Syukurlah, dia tidak apa-apa." sahut Alya lemah.
"Sepertinya, kamar ini kurang bagus untukmu sayang, aku akan meminta pihak rumah sakit untuk memindahkan mu ke kamar yang lebih baik." Aku menatap ke sekeliling ruangan kamar itu sejenak.
"Tunggu sebentar, aku akan segera kembali." ucapku pada Alya.
"Jangan lama-lama Richie, aku takut sendirian disini." ucap Alya terdengar penuh harap.
"Iya sayang, aku akan kembali secepat mungkin." jawabku bahagia.
Entah mengapa, saat Alya bersikap seolah membutuhkan kehadiran ku itu sangat menyenangkan.
Perasaan ku bagai melambung tinggi ke atas awan. Padahal itu bukan lah pujian, itu hanya lah ungkapan Alya semata yang menunjukan bahwa kehadiran ku kini berarti di matanya.
Mungkin kedengarannya berlebihan, tapi aku tak bisa berbohong jika aku benar-benar menyukai saat Alya membutuhkan ku.
Dengan cepat, aku melangkah keluar ruangan itu menemui Morgan yang masih berada di ruang tunggu operasi.
"Morgan, katakan pada pihak rumah sakit untuk memindahkan perawatan istri ku ke kamar rawat inap terbaik di rumah sakit ini. Sekalian, carikan juga untuk Leon." perintahku pada Morgan.
"Tapi tuan, apakah tidak berlebihan jika anda memberikan perawatan kamar yang bagus untuk Leon?" Morgan agak heran mendengar perintahku.
"Bagiku, Leon sudah seperti saudaraku sendiri. Aku tak mau memberikannya perawatan rawat inap yang lebih murah. Kasihan Leon." ucapku dengan perasaan sedih.
Morgan tampak merunduk mendengar ucapan ku.
"Baiklah tuan, saya akan mengikuti apa yang tuan inginkan." sahut Morgan.
"Richie, dimana Alya?"
Mendadak, sebuah suara yang sangat ku kenal terdengar memanggil namaku.
.
.
.