Langit yang sangat mencintai Monica merasa tidak bisa melupakannya begitu saja saat Monica dinyatakan meninggal dunia dikarenakan kecelakaan yang tiba-tiba. Diluar dugaan, arwah Monica yang masih penasaran dan tidak menerima takdirnya, ingin bertemu dengan Langit. Dilain tempat, terdapat Harra yang terbaring koma dikarenakan penyakit dalam yang dideritanya, hingga Monica yang terus meratapi nasibnya memohon kepada Tuhan untuk diberi satu kali kesempatan. Tuhan mengizinkannya dan memberinya waktu 100 hari untuk menyelesaikan tujuannya dan harus berada di badan seorang gadis yang benar-benar tidak dikenal oleh orang-orang dalam hidupnya. Hingga dia menemukan raga Harra. Apakah Monica berhasil menjalankan misinya? apakah Langit dapat mengenali Monica dalam tubuh Harra?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon S.Prayogie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 4 : JARAK
...Mengapa jarak itu ada, walau kita tidak berusaha membuatnya...
......................
Waktu berjalan begitu cepat. Monica dan Langit sudah lulus SMA dan menjalani wisuda kelulusan bersama. Saat Monica melangkah ke podium menerima penghargaan atas prestasinya karena membuat sebuah program sosial dengan tema "Menggali Ketrampilan Anak" yang menang ditingkat Provinsi membuat Pak Jaka meneteskan air matanya karena bangga terhadap anaknya itu.
Langit bertepuk tangan bangga melihat kekasihnya itu menerima penghargaan diatas podium yang berakhir riuh dengan siulan beberapa teman-temannya melihat momen itu.
Langit pun diumumkan sebagai siswa berprestasi dengan perolehan nilai tertinggi saat ujian kelulusan, dia berdiri disamping Monica saat pengumuman siswa berprestasi dan melakukan foto bersama dengan Kepala Sekolah dan Ketua Yayasan yang adalah Papa Langit sendiri.
Saat acara sudah selesai, Langit berlari mendatangi Monica yang masih berfoto dengan Pak Jaka.
"Pak, permisi pinjam Monica sebentar" Izin Langit kepada Pak Jaka yang tampak bingung. Langit dan Monica memang belum mengatakan apapun tentang hubungan mereka kepada keluarga mereka. Karena mereka merasa bahwa masih terlalu dini bagi mereka untuk mengatakannya.
"--- ikut aku sebentar" kata Langit berbisik kepada Monica yang tampak bingung dan menoleh kepada Pak Jaka, Pak Jaka mengangguk mengizinkan lalu Monica ikut pergi bersama Langit.
Rupanya Langit mendatangi Papanya yang tampak berbicara dengan kepala sekolah.
"Pa---" panggil Langit membuat Papanya menoleh. Dia adalah Pak Hendra Angkasa. Pemilik sekaligus Ketua dari Yayasan Dharata, Pak Hendra juga adalah pebisnis besar di Kota ini.
Pak Hendra menoleh dan melihat Langit yang datang mendekat bersama dengan Monica yang tampak tertunduk.
"Maaf ganggu, Langit mau bicara" kata Langit dengan serius kepada Papanya.
Papanya mengangguk dan tersenyum mendatangi Langit.
"Papa.. Ini Monica.." kata Langit sambil mengenalkan Monica yang kemudian maju dan mengulurkan tangannya mencium tangan Pak Hendra.
"Ohh.. Iya Monica yang tadi dapat penghargaan. Luar biasa.. Terima kasih sudah membawa nama sekolah ini dengan baik" kata Pak Hendra tersenyum setelah melihat Monica mencium tangannya.
Langit ikut tersenyum mendengar jawaban ramah Papanya.
"Hmmm-- Langit mau ngenalin Monica ke Papa-- Monica ini-- Ini pacar Langit Pa-- Kita sudah jadian sejak setahun yang lalu" kata Langit dengan hati berdebar mengenalkannya kepada Papanya.
Seketika ekspresi Pak Hendra yang awalnya ramah berubah menjadi suram. Dia memandang Monica lekat dan menatap tajam gadis yang masih tertunduk dengan tangan tergenggam erat itu.
Sementara Langit masih menunggu jawaban Papanya dengan tenang tanpa menyadari perubahan ekspresi dari Papanya.
"Hmm-- Kalian masih muda, rencana masih panjang. Langit dan Monica masih harus berkuliah dulu. Urusan pacaran nanti kalian bisa bicarakan kembali saat dewasa" kata Pak Hendra berusaha tenang.
"Iya-- Langit mau kuliah dulu begitu juga Monica. Tapi Aku mau mau ngenalin dia ke Papa" kata Langit masih dengan senyuman.
"Kamu anaknya Pak Jaka Guru Olahraga kan?" tanya Pak Hendra kepada Monica, mengabaikan kata-kata dari langit.
Monica menatap Pak Hendra dengan ragu lalu mengangguk.
"Ohh-- Kok bisa deket sama Langit? Kamu tahu kalau Langit anak pemilik yayasan?" tanya Pak Hendra kembali
Monica kembali mengangguk dengan gemetar.
"Hmm-- yasudah. Kalian jangan pacaran-pacaran dulu biar nggak mengganggu masa depan kalian. Ayo pulang Langit" kata Pak Hendra segera mengajak Langit untuk pulang.
"Tapi aku mau jalan sama Monica sebentar, buat rayain kelulusan" kata Langit menjawab papanya.
"Langit-- Pulang" kata Pak Hendra menoleh menatap Langit dengan kata-kata yang tegas membuat Langit terdiam dan merasakan betapa dingin kata-kata Papanya saat itu.
Langit sekilas menatap Monica yang masih tertunduk.
"Aku pulang dulu yaa, nanti aku chat kamu" kata Langit dengan suara perlahan kepada Monica.
Monica kembali tertunduk tanpa bisa mengatakan apapun, dia merasakan sebuah amarah yang terpendam di diri Pak Hendra. Amarah yang tertuju padanya, walau Pak Hendra tidak mengatakan apapun lagi.
Saat Langit berlari mengikuti Papanya masuk kedalam mobil, Monica baru bisa bernafas lega membebaskan rasa sesak didalam hatinya.
Sambil memandang mobil Langit yang melaju keluar dari gerbang sekolah, Monica dipenuhi dengan berbagai kekhawatiran.
Apakah Pak Hendra kan memarahi Langit, Apakah Langit akan diberi hukuman? Mengapa Pak Hendra terasa marah? Dan mengapa Pak Hendra membahas tentang Bapaknya dan posisi Langit sebagai anak Kepala Yayasan.
Monica berdiri dengan tangan yang tergenggam erat, dia merasakan tangannya dingin. Tiba-tiba Pak Jaka menghampiri dan memeluk pundaknya.
"Kenapa nduk?" tanya Pak Jaka lembut melihat Monica yang tampak tidak biasa.
Monica hanya menggeleng perlahan, dia belum siap mengatakannya kepada Bapaknya. Dia tidak memiliki keberanian sebesar Langit yang tampak mudah mengatakannya.
"Aku pengen pulang Pak" ajak Monica kepada Bapaknya.
"Tapi Bapak harus bantu-bantu bersihin dulu. Kamu pulang naik ojek ya, Bapak pesenin" kata Pak Jaka dengan lembut.
Monica melihat disekitar aula tampak Guru lain mulai pulang, terlihat hanya beberapa petugas kebersihan dan mengapa Bapaknya ikut membersihkan, mengapa Bapaknya tidak langsung pulang seperti Guru yang lain.
"Kenapa Bapak nggak langsung pulang? Guru lain langsung pulang Pak. Kan yang bersihin ada petugas juga" kata Monica merasa bingung.
"Anu ndukk-- Kata Pak Kepsek, ada bonus tambahan buat Bapak kalau mau bantu bersih-bersih, dan memang tenaga kebersihan kan cuma sedikit. Jadi ya sudah Bapak mau, lumayan kan" kata Pak Jaka sambil tersenyum memberikan pengertian kepada Monica.
Monica terdiam melihat Bapaknya. Hatinya teriris melihat Bapaknya yang berjuang melebihi pekerjaannya.
Tak lama kemudian ojek yang dipesan Pak Jaka datang dan Pak Jaka mengantar Monica sampai naik ke motor tukang ojek itu.
"Tolong hati-hati ya Mas" kata Pak Jaka berpesan kepada tukang ojek itu.
Tukang ojek mengangguk dengan tersenyum. Monica yang ada dibelakang memasang helm lalu berpamitan kepada Bapaknya.
"Pulang dulu yaa Pak, Bapak cepet pulang. Jangan capek-capek, hati-hati dijalan" kata Monica berpesan kepada Bapaknya.
Pak Jaka mengangguk dan tersenyum kepada Monica. Pak Jaka tampak melambaikan tangan dan masih melihat motor ojek yang dinaikin Monica sampai keluar dari gerbang sekolah.
Sepanjang perjalanan, hati Monica terasa sakit. Dia menyadari arti dan maksud dibalik pertanyaan dari Pak Hendra tadi. Dia membandingkan dirinya dengan Bapaknya. Monica yang seorang anak dari Guru biasa berani memiliki hubungan dengan anak pemilik Yayasan tempatnya bersekolah. Sebuah perbandingan yang jauh berbeda.
Tanpa dirinya sadari, air matanya menetes perlahan sembari diterpa angin selama perjalanan pulang kerumahnya.