"Ahhh, sakit sekali. Apa yang kau lakukan?”
“Maaf, aku tidak sengaja.”
“Aku tidak akan memaafkanmu, kecuali kamu bertanggungjawab atas apa yang terjadi padaku.”
“Ya. Kalau perlu Aku akan menikahimu!” Siapa yang akan menyangka perkataan tanpa pikir panjang itu, mendatangnya kepada masalah yang rumit dan mengubah hidupnya sangat jauh hingga tak ada jalan untuk kembali.
Kecelakaan hari itu, membawa mereka berdua pada ikatan paksa bernama pernikahan.
____
Pernikahan yang semula indah dan damai seolah pernikahan pada umumnya, hingga Ia lupa, bagaimana pun Ia adalah penyebab kehancuran suaminya. Ia layak untuk di benci.
Kau bersabar atas luka di sekujur tubuhmu
Aku bersabar atas sikapmu yang menyakitiku.
Jika kau tak pernah selembut itu mungkin perubahanmu tak begitu menyakitiku. Figuremu di hatiku seindah itu, sebelum sifatmu berubah membekukanku.
#Nikahpaksa
#Cintahadirkarnaterbiasa
Jangan lupa tinggalkan tanda di setiap partnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Light_Ryn23, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perubahan Drastis
"Mau makan apa?"
"Yang kamu bisa aja." Yamani tanpa menatap istrinya, Ia masih sibuk dengan buku catatan penjualannya.
Fidzah berlalu dan memasak dengan bahan yang ada, Ia menggoreng ikan dan menumis kangkung. Suaminya ternyata tak biasa makan pagi, Fidzah berusaha membiasakan diri untuk tidak sarapan juga. Mereka hanya makan siang dan sore, sebab saat adzan magrib sudah berkumandang kedua asik dengan dunianya masing-masing.
Yamani murojaah, dzikir dan wirid di kamar, sedangkan Fidzah mengasingkan diri sholat di depan ruang tamu yang berbatasan langsung dengan toko. Tak ada satu pun yang tau, bahwa hampir setiap selesai sholat Ia menangis dengan tersedu-sedu dalam diamnya, sesekali Ia membekap mulutnya sendiri dengan tangan, agar suara tangisnya tak keluar, bahkan suaminya tak pernah tau dan peduli padanya.
Tidak sekali Fidzah menyesali perbuatannya. Ia ingin kembali pada pangkuan suaminya, meminta maaf dan mengadu padanya. Namun, yang didapatinya, suaminya begitu menghindarinya, bahkan pernah membentaknya.
"Mau apa?" Tanya Yamani saat Fidzah mulai mendekat.
"Kalau cuma ngadu gak usah, kepalamu berat kakiku masih sakit." Yamani berkata tanpa menatap istrinya dan melanjutkan pekerjaannya yang sempat terhenti. "Gak usah nangis, Aku muak liatnya." Sambungnya dengan suara agak keras.
Bagai tersambar petir di siang bolong, Fidzah terbelalak mendapati bentakan suaminya. Sejak saat itu, Fidzah tak pernah lagi melewati batasnya, perlahan Ia mulai menjauh dan menyembunyikan sakit dan tangisnya sebisa mungkin.
Hari-hari yang dilewatinya begitu berat, hanya sholat tempatnya mencurahkan hati dan berdoa mengadu pada Tuhannya semoga dia dikuatkan menghadapi suaminya, sebab sakit yang dirasakannya tak sebanding dengan luka yang Ia bawa untuk suaminya.
"Sabar Zah, dua hari lagi bisa ketemu Amy." Fidzah bergumam menyakinkan dirinya, tanpa tau suaminya sudah berdiri di belakangnya dengan bersandar pada kruk di tangannya.
"Kenapa? Kembali kepangkuan Amymu?" Fidzah menoleh dan mengerjapkan matanya dan tersenyum lembut sembari menggelengkan kepalanya lemah.
Fidzah membantu suaminya duduk di kursi dan mengambil makanan yang sudah tersaji di atas meja. Keduanya makan siang, setelah Yamani melaksanakan sholat dzhuhur, sebab Fidzah sedang berhalangan sejak tadi pagi.
Makan dalam diam, sampai Handphone Yamani yang sedang berada di atas meja berdering menampilkan nama Jefri.
"... "
"Iya, nanti disampaikan. Boleh datang aja." Fidzah mendongak menatap suaminya, berharap diberi tau apa yang Jefri sampaikan. Sayangnya, Yamani hanya diam dan melanjutkan makan seolah tak mengerti isyarat sang Istri.
Fidzah menyerah tak lagi menuntut jawaban, sebab tau Yamani bukan lagi suami penyayang yang membuatnya Nyaman lagi. Ia diam dan membereskan meja makan di dan memcucinya di wastafel di belakangnya. Batas toko yang dihuninya tak terlalu luas, saja sediki petang untuk ruang tamu yang juga difungsikan sebagai ruang TV, Kamar berukuran 3×4 meter di sisi kiri dan dapur di paling belakang. Terdapat kitchen set mini, meja makan, dan satu buah kamar mandi lain selain di kamar.
"Jangan jauh-jauh mainnya, sepupumu mau datang." Ucap Yamani mulai melembut saat di lihatnya istri menuju ke luar rumah lewat pintu belakang. Fidzah menghentikan langkahnya dan berpaling menghadap Suaminya "Iya, cuma duduk di pinggir sawah."
Yamani mengangguk sebelum meninggalkan istri menuju ke tokonya, para pekerja sudah mulai berdatangan setelah selesai istirahat siang dan waktu sholat.
Fidzah berdiri mematung di ambang pintu dapur, menatap nanar suaminya. Ia memang merindukan Jefri, Ia merindukan Satrianya, tapi semua itu bukan apa-apa dibandingkan kerinduannya terhadap sikap lembut suaminya. Sekalipun semua kelembutan itu hanya kepura-puraan, Fidzah rela hidup dalam kebohongan itu.
Cinta yang rela menunggu, tapi bukan sebagai kekasihmu 🤕
Ditunggu Partnya Satriaa ya Thor