NovelToon NovelToon
Hidupku Seperti Dongeng

Hidupku Seperti Dongeng

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Beda Usia / Teen School/College / Mengubah Takdir / Persahabatan / Kutukan
Popularitas:2.3k
Nilai: 5
Nama Author: Umi Nurhuda

Kisah berawal dari gadis bernama Inara Nuha kelas 10 SMA yang memiliki kutukan tidak bisa berteman dengan siapapun karena dia memiliki jarum tajam di dalam hatinya yang akan menusuk siapapun yang mau berteman dengannya.

Kutukan itu ada kaitannya dengan masa lalu ayahnya. Sehingga, kisah ayahnya juga akan ada di kisah "hidupku seperti dongeng."

Kemudian, dia bertemu dengan seorang mahasiswa yang banyak menyimpan teka-tekinya di dalam kehidupannya. Mahasiswa itu juga memiliki masa lalu kelam yang kisahnya juga seperti dongeng. Kehadirannya banyak memberikan perubahan pada diri Inara Nuha.

Inara Nuha juga bertemu dengan empat gadis yang hidupnya juga seperti dongeng. Mereka akhirnya menjalin persahabatan.

Perjalanan hidup Inara Nuha tidak bisa indah sebab kutukan yang dia bawa. Meski begitu, dia punya tekad dan keteguhan hati supaya hidupnya bisa berakhir bahagia.

Inara Nuha akan berjumpa dengan banyak karakter di kisah ini untuk membantu menumbuhkan karakter bagi Nuha sendiri.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Umi Nurhuda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 4 Hidupku Seperti Dongeng

Siswa itu berjalan mendekati Nuha...

Nuha merasakan kehadirannya yang duduk di sampingnya memiliki aura yang tenang dan nyaman, seolah mirip dengan dirinya yang pendiam. Dia tersenyum kecil, senang dengan perasaan ini.

Di sisi lain, Sifa tidak berhenti berceloteh, mencoba mengajak Asa untuk bicara.

"Asa, meskipun kita beda banget, gue yakin kita bisa berteman, kan?" Sifa menyodorkan senyum lebarnya, penuh percaya diri.

"Serah lo deh," Asa menjawab tanpa antusias, wajahnya tetap masam.

"Asaa... jangan gitu dong!" Sifa menggoda lagi, nadanya ceria, menarik lengan Asa dengan manja.

"Idih. I don’t care!!"

"Asaa... yaa... ayolah!"

"Bodo!"

"Kita bestie-an yaaa!"

"Karepmu, Sifa! Elo tu menggelikan. Iuh." Asa menggerutu sambil memutar matanya.

"Heh hee~" Sifa mengedipkan mata dan memberikan tanda hati dengan tangannya, seolah dia sudah menang.

Asa hanya bisa menghela napas panjang. “Elo nih kebangetan. Ngomongnya ngalor-ngidul ga jelas!”

Sifa tertawa kecil, lalu mendekatkan diri ke Asa. "By the way, Asa, gue punya mimpi besar, nih."

Asa mengangkat alisnya, menatap dengan pandangan curiga. "Apaan lagi?"

"Gue mau punya tujuh pacar!" kata Sifa, penuh antusias.

"APA?!" Asa tercengang. "Lo serius?!"

Sifa mengangguk. "Yup! Satu dari tiap kelas! Satu dari kelas kita, satu dari kelas bahasa, kelas MIPA, kelas seni, kelas olahraga, kakak kelas, dan... yang terakhir guru."

Asa memandang Sifa dengan tatapan tak percaya. "Lo... gila, ya? Semua cowok itu serigala, Sifa! Lo bakal kena makan kalau lo nggak hati-hati."

Sifa hanya terkekeh, "Serigala atau bukan, gue yakin bisa handle mereka!"

"Astaga..."

Nuha, yang duduk di belakang mereka, memperhatikan percakapan itu dengan senyum tipis. Meski tidak ikut dalam obrolan, dia merasa senang bisa melihat energi positif dari Sifa, meski Asa terlihat jengkel.

Nuha lalu melirik ke arah gadis di sebelahnya yang tampak sangat tenang, bahkan lebih tenang dari dirinya.

-NANA ISFANI-

Memiliki rambut hitam lurus yang diikat rapi menjadi dua, jepit rambut berbentuk ikan duyung menghiasi kepalanya, dan matanya terlihat sayu, hampir seperti mengantuk. Kulitnya putih pucat dengan tinggi badan 145cm.

Setelah ragu sejenak, Nuha memutuskan untuk berkenalan. Dia mengangkat sedikit suaranya, "Hai, aku Nuha. Namamu siapa?"

Gadis itu menoleh dengan senyuman tipis, matanya menyipit. "Iyes? Oh, salam kenal, Nuha! Aku Fani. Senang bertemu denganmu." Fani menjulurkan tangannya.

Nuha menghela napas lega, senang perkenalannya diterima. Dia merasakan hangatnya persahabatan mulai muncul. Namun, momen itu tak berlangsung lama.

Tiba-tiba, Fani merintih pelan. "Aduh... kenapa hatiku... sakit sekali?" Suaranya lemah, dan dia memegang dadanya. "It’s so hurt... very hurt..." keluhnya.

Nuha terkejut, "Fani? Kamu kenapa?!" Dia mencoba mendekat dan menyentuh bahu Fani, tapi Fani justru meringis kesakitan lebih parah. "Ini makin sakit! Tolong, Nuha! Kenapa ini?!"

Nuha panik, "Fani... aku... maaf! Aku nggak bermaksud! Aku... aku nggak tahu harus gimana!" Dia mulai frustasi, kepalanya tertunduk, dan tangannya menggenggam rok seragamnya kuat-kuat.

Sementara itu, Fani semakin kesakitan. Darah mulai mengalir dari ujung bibirnya, dan wajahnya menjadi semakin pucat. "Sakit... sangat sakit," bisik Fani, terengah-engah.

Suasana kelas mendadak kacau, semua siswa terkejut dan mulai berbisik-bisik. Beberapa orang mencoba mendekat, namun Nuha hanya bisa menunduk, merasa bersalah dan tidak tahu harus berbuat apa.

"Pak Guru!" teriak salah seorang siswa dari belakang, membuat keributan semakin menjadi-jadi.

Nuha tetap terpaku di tempatnya, menahan air matanya yang mulai menggenang. "Bukan... bukan ini yang aku mau," bisiknya dalam hati, penuh rasa bersalah.

Nuha berlari keluar kelas dengan air mata mengalir deras di pipinya. Hatinya terasa begitu hancur. Di lorong sekolah, langkahnya terhenti ketika Kak Muha muncul dari arah berlawanan, menghadangnya dengan wajah penuh kekhawatiran.

“Nuha! Ada apa? Kenapa kamu menangis?” tanya Kak Muha, suaranya cemas sambil meraih bahu adiknya dengan lembut.

“Kakak...” Nuha terisak, suaranya penuh dengan keputusasaan. “Apa yang salah dengan aku, Kak? Kenapa aku selalu menyakiti orang lain? Aku sudah nggak kuat lagi, Kak!” Nuha berteriak, mencengkeram lengan Kak Muha begitu erat hingga pria itu merasa nyeri.

“Aku hanya ingin berteman… tapi kenapa malah begini?!” Tangis Nuha semakin pecah, air matanya bercucuran, jatuh membasahi seragamnya dan lantai sekolah. “Kenapa aku selalu bikin orang lain sakit?!”

Kak Muha berusaha menenangkan, menarik Nuha ke dalam pelukannya. “Nuha, kakak ngerti perasaanmu. Ini bukan salahmu… Kamu nggak jahat, kamu nggak salah.”

Nuha menggigit bibir, mencoba menahan tangis yang semakin kuat. “Tapi, Kak... semua orang benci sama aku. Aku nggak bisa lagi berteman sama siapa pun. Aku benci diriku sendiri!”

Kak Muha mempererat pelukannya, berbisik lembut di telinga adiknya, “Kamu nggak sendiri, Nuha. Kakak ada di sini, selalu. Kamu cuma perlu waktu. Semua ini pasti bisa kamu lalui.”

Nuha hanya bisa menangis, membiarkan dirinya tenggelam dalam pelukan kakaknya yang penuh kasih sayang. Suaranya serak dan lemah, tapi rasa sakit di hatinya tidak bisa segera hilang.

Di sisi lain, di ujung lorong, seorang pemuda berdiri memperhatikan adegan itu dari kejauhan. Dia mengenali Nuha, gadis SMP yang pernah dia temui sebelumnya. Melihat Nuha menangis, senyum tipis muncul di wajahnya.

“Gadisku menangis,” gumam pemuda itu pelan, suaranya nyaris tak terdengar. “Tapi setidaknya, dia punya kakak yang selalu ada di sampingnya. Kamu kuat, Nuha. Kamu pasti bisa melewati semua ini.”

Dia menarik napas dalam-dalam, memandang Nuha sekali lagi sebelum melangkah masuk ke ruang guru. Ada sesuatu yang perlu dia bicarakan dengan guru matematikanya—hal penting yang sudah menunggunya.

Sementara itu, di dalam kelas, Fani sudah mulai merasa lebih baik. Asa dan Sifa duduk di sampingnya, mencoba membuat suasana lebih ringan.

“Kamu udah mendingan, Fani?” tanya Sifa, matanya penuh kekhawatiran.

Fani mengangguk pelan. “Iya, sakitnya udah berkurang,” jawabnya dengan suara lemah. “Aku nggak marah sama Nuha, kok. Aku ngerti, mungkin dia nggak sengaja.”

Asa melirik Fani, sedikit bingung. “Serius? Gue tadi sempet ketemu sama dia. Gue pikir dia cewek yang biasa aja. Tapi, sepertinya dia memiliki sesuatu”

Fani matanya menatap kosong ke depan. “Aku rasa, dia kesepian. Sama kayak aku.”

Sifa mengernyitkan dahi, tidak begitu paham. “Maksudmu?”

Fani menghela napas panjang sebelum menjawab, “Ibuku keras banget sama aku. Dia nggak pernah kasih aku kesempatan buat punya teman. Aku udah lama ngerasa sendirian... dan mungkin Nuha juga begitu. Dia juga pasti merasa nggak punya siapa-siapa.”

Sifa menatap Fani dalam-dalam, seakan baru memahami betapa berat beban yang dipikul gadis itu. “Fani, kamu nggak harus ngerasa sendirian lagi. Kita ada di sini buat kamu.”

Senyum tipis terlukis di wajah Fani, meski matanya masih tampak lelah. “Terima kasih. Aku bener-bener menghargai kalian.”

Sifa memegang tangan Fani dengan lembut, memberikan dorongan semangat. “Kita ini tim. Kita akan jadi bestie. Kalau ada apa-apa, kamu bisa cerita ke kita. Nggak ada yang harus kamu hadapi sendirian.”

Fani memandang Sifa dan Asa, hatinya hangat oleh perhatian mereka. Pertemuan dengan Nuha, serta kehadiran Asa dan Sifa, membuatnya berpikir ulang tentang semua yang dia hadapi selama ini.

"Ajak Nuha juga ya," pinta Fani.

1
Tara
we can not 😂predict the future..buat we can always try 🤔🫢
Tara
pemalu kah or nanti disangka sombong lagi🤔
Miu Nurhuda: Gimana kak menurutmu sifat Nuha itu?
total 1 replies
Miu Nurhuda
hope so...
masih panjang kak perjalanannya ✍✍
Tara
smoga happy ending
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!