Kitty adalah gadis sederhana yang bekerja di toko keluarganya, menjual angsa bakar. Hidupnya berubah saat Calvin Hernandez, pria kaya dan dingin, mengajukan permintaan mengejutkan, "Jadi pacarku!" Meski hatinya sudah terpaut pada pria lain, Kitty menolak tanpa ragu.
Namun, Calvin tidak menyerah. Dengan segala pesona dan kekayaannya, ia mencoba memasuki dunia Kitty, menunjukkan sisi lembut yang tak terduga. Kitty berada di persimpangan sulit: setia pada cinta lamanya atau membuka hati untuk Calvin yang ternyata memiliki perasaan mendalam padanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon linda huang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 33
"Apakah ucapanmu bisa dipercaya?" tanya Rusli memastikan, matanya menatap tajam pada sosok di depannya.
"Sejak kapan aku berbohong?" jawab Calvin dengan nada tegas. Wajahnya menunjukkan keyakinan yang tak tergoyahkan. "Hanya seorang gadis biasa, bukan sesuatu yang penting. Seorang gadis yang bersikap kekanakan tidak sesuai untukku. Setelah aku sembuh dari penyakit jantung, aku akan meninggalkannya. Papa, jangan lupa, aku juga memiliki ambisi tinggi. Menguasai bisnis di beberapa negara tidak cukup bagiku. Bukan hanya di bagian Amerika, tapi juga Asia dan Eropa. Setelah sembuh, aku akan mengejar impianku daripada berkencan dengan anak kecil. Tentu, aku butuh pasangan yang bisa membantuku!" jawab Calvin dengan raut wajah yang serius.
Rusli mengangguk, mengerti bahwa anaknya sudah memikirkan ini dengan matang.
Keesokan harinya, di bandara.
Kitty datang untuk menemui Calvin. Dia berlari dengan cepat, rasa cemas tergambar jelas di wajahnya. Berkali-kali dia mencoba menghubungi nomor Calvin, namun tidak ada jawaban sama sekali.
"Apakah dia sudah berangkat? Kenapa tidak menjawab panggilanku?" gumam Kitty sambil berlari menuju lantai atas, tangannya erat memegang sesuatu.
Sementara itu, Calvin yang menunggu waktu penerbangannya sedang menatap ponselnya. Nama Angsa tercantum di layar ponselnya. Tanpa ragu, dia menekan tombol untuk menolak panggilan tersebut.
"Tuan, sudah saatnya kita masuk," ujar asistennya bersama kedua anak buahnya yang lain.
"Baiklah," jawab Calvin yang mematikan ponselnya dan menyimpannya ke dalam saku bajunya.
"Calvin!" seru Kitty yang berlari dengan cepat menghampiri Calvin, napasnya terengah-engah.
Calvin menghentikan langkahnya dan berbalik menatap gadis itu dengan ekspresi datar.
"Kenapa kamu tidak menjawab panggilanku? Aku mengira aku tidak sempat," tanya Kitty sambil memberikan tas yang berisi sesuatu kepada Calvin.
"Kenapa kamu datang ke sini?" tanya Calvin dengan nada dingin.
"Aku bangun pagi-pagi untuk membuatkanmu makanan ini. Kamu harus habiskan, jangan sampai tersisa!" jawab Kitty dengan penuh harap.
Calvin menerima tas bekal tersebut dan menyerahkannya kepada asistennya tanpa banyak bicara.
"Terima kasih, pulanglah," ucap Calvin yang kemudian berbalik dan langsung melangkah pergi.
Kitty menatap pria itu pergi begitu saja. "Kenapa tatapannya sangat berbeda tidak seperti biasa? Sangat dingin dan tidak bahagia. Tidak biasanya dia seperti ini," gumam Kitty dengan bingung dan sedikit sedih, hatinya terasa berat.
Di dalam pesawat, Calvin hanya diam dan menatap keluar jendela, pikirannya melayang jauh.
Bowie, asistennya, mendekat dan membawa tas pemberian Kitty.
"Tuan, ini pemberian nona Kitty," kata Bowie.
"Buang saja," jawab Calvin singkat, tatapannya tetap terfokus pada jendela.
Bowie terkejut dengan jawaban atasannya itu. "Tapi, ini dari nona itu," katanya, sedikit ragu.
"Hanya makanan murahan, bukan kesukaanku," jawab Calvin dengan nada dingin. "Aku tidak akan menyentuh makanan tidak sehat!"
"Iya," jawab Bowie yang kemudian duduk di kursinya, hatinya masih berusaha memahami perubahan drastis bosnya.
"Ada apa dengan bos, bukankah dia baik-baik saja dengan nona itu. Kenapa tiba-tiba berubah dalam satu malam?" gumam Bowie dalam hati, semakin bingung dengan situasi yang terjadi.
Beberapa bulan kemudian.
Kitty seperti biasa menjalankan tugasnya sebagai pengantar pesanan pelanggan. Setiap hari ia melakukan pekerjaan yang sama, bersepeda mengantarkan pesanan dengan senyuman.
Sementara itu, Maggie dan Robin, kedua orang tua Kitty, sibuk melayani pelanggan mereka yang datang ke warung untuk membeli angsa bakar. Warung itu selalu ramai, dan aroma angsa bakar yang lezat memenuhi udara.
"Apakah semua pesanan sudah diantar?" tanya Robin sambil sibuk membalik angsa di atas panggangan, keringat mengalir di dahinya.
"Iya, Kitty melakukannya dengan cepat. Pesanan kita sudah diantar semua," jawab Maggie sambil membungkus pesanan orang dengan cekatan.
Robin mengangguk, namun wajahnya masih menunjukkan kekhawatiran. "Apakah dia baik-baik saja? Setelah Calvin pergi, tidak pernah bisa menghubunginya. Brengsek itu mematikan nomornya sehingga putri kita tidak bisa menghubunginya sama sekali," katanya, suaranya terdengar kesal.
"Kitty terlihat sedih dan sering murung. Oleh sebab itu aku selalu memberi dia banyak pekerjaan agar dia tidak berlarut dalam kesedihan terlalu lama," jawab Maggie dengan lembut.
Robin menghela napas berat, rasa marah dan kecewa bercampur aduk dalam hatinya. "Apakah Calvin sudah mati di luar negeri?" tanyanya dengan nada kesal.
"Jangan bicara sembarangan!" tegur Maggie, tatapannya tajam. "Putri kita, walau masih muda, tapi dia cepat bangkit. Tidak butuh waktu lama dia sudah ceria kembali. Makan dengan baik dan tidur tepat waktu. Jadi, jangan pernah menyebut nama Calvin di depan dia lagi!"
Robin mengangguk pelan, menyadari kesalahannya. "Iya, aku mengerti. Bagaimana kalau kita kenalkan pria lain? Agar dia tidak sendirian," usulnya dengan hati-hati.
Maggie menggelengkan kepala. "Mengenai soal pria, Samuel brengsek itu masih saja mengirim pesan kepada Kitty. Sungguh membuat orang marah," ujarnya dengan nada kesal, mengingat betapa Samuel, mantan pacar Kitty yang tidak pantas, terus mengganggu hidup putrinya.
Robin mendesah, merasa tidak berdaya. "Aku hanya ingin Kitty bahagia," katanya lirih.
"Jangan mengungkit sesuatu yang membuatnya sedih. Mereka baru kenal tidak lama. Seharusnya tidak begitu dalam lukanya. Berbeda dengan Samuel yang bertahun-tahun dan akhirnya putus, sampai putri kita menangis beberapa kali. Setidaknya dengan Calvin tidak begitu dalam perasaannya," kata Maggie, suaranya penuh perhatian dan kekhawatiran.
Robin mengangguk pelan, menyadari betapa berat beban yang ditanggung putrinya. "Benar katamu, dan sekarang Kitty ada di mana?" tanyanya, nada suaranya menunjukkan rasa ingin tahu dan sedikit cemas.
"Dia mengantar ke panti asuhan, pesanan terakhir," jawab Maggie, tatapannya melembut.
Sementara itu, di panti asuhan, Kitty sedang bermain dengan anak-anak di sana. Mereka berlarian ke sana kemari, tertawa gembira, membuat Kitty terlihat sangat bahagia.
Namun, di sisi lain, seseorang sedang memperhatikan setiap gerak-geriknya. Seorang pria misterius berdiri di luar pagar sambil merekam dengan ponselnya, matanya tak lepas dari sosok Kitty yang sedang bermain.
Pria misterius itu kemudian beranjak dari sana setelah merekam semuanya. Tidak ada yang tahu siapa dirinya dan bertindak sangat mencurigakan.
ngehaluin mereka berdua bikin guemesss plus ngakak dengan kekonyolannya 😅😅😅
Pacaran ada batasan. Setelah menikah ya menikah bukan pacaran setelah menikah. Pacaran kan bisa putus kapan aja...beda dg menikah.... hmm.ya gitulah