NovelToon NovelToon
Dendam Ratu Abadi

Dendam Ratu Abadi

Status: sedang berlangsung
Genre:Poligami / Dikelilingi wanita cantik / Epik Petualangan / Dendam Kesumat / Balas dendam dan Kelahiran Kembali / Ilmu Kanuragan
Popularitas:47.1k
Nilai: 4.9
Nama Author: Rudi Hendrik

Lama mengasingkan diri di Pulau Kesepian membuat Pendekar Tanpa Nyawa tidak tenang. Sebagai legenda tokoh aliran hitam sakti, membuatnya rindu melakukan kejahatan besar di Tanah Jawi.

Karena itulah dia mengangkat budak perempuannya yang bernama Aninda Serunai sebagai murid dan menjadikannya sakti pilih tanding. Racun Mimpi Buruk yang diberikan kepada Aninda membuatnya tidak akan mengenal kematian. Dia pun diberi gelar Ratu Abadi.

Satu-satunya orang yang pernah mengalahkan Pendekar Tanpa Nyawa adalah Prabu Dira Pratakarsa Diwana alias Joko Tenang tanpa melalui pertarungan. Karena itulah, target pertama dari kejahatan yang ingin Pendekar Tanpa Nyawa lakukan melalui tangan Aninda adalah menghancurkan Prabu Dira.

Aninda kemudian membangun kekuatan dengan menaklukkan sejumlah pendekar sakti dan menjadikannya anak buah.

Mampukah Aninda Serunai menghadapi Prabu Dira yang sakti mandraguna? Temukan jawabannya di Sanggana 8 yang berjudul "Dendam Ratu Abadi".

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rudi Hendrik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Raab 33: Enam Selendang Dewi

*Ratu Abadi (Raab)* 

“Sembilan!” teriak Pucuk Kerak pada langkah kesembilannya.

Kini ada sembilan bola sinar hijau yang bertebaran di lantai panggung. Semua penonton terdiam, seolah-olah tegang menunggu apa yang akan ditetaskan oleh kesembilan sinar hijau yang seperti lampu taman.

“Apakah semua sinar itu akan meledak?” tanya Tangpa Sanding yang sambil memijat-mijat paha Aji Ronggoloyo yang luka pedang.

Luka Aji Ronggoloyo sudah kering dari darah berkat ilmu Pijat Tangan Tabib Malaikat.

“Aku hanya sering mendengar nama ilmu Sembilan Langkah Kematian, tapi baru kali ini melihatnya,” kata Aji Ronggoloyo yang sudah tidak meringis-ringis lagi saat dipijat.

Tangpa Sanding sendiri sudah mengoleksi lima tabungan perintah dari Ronggoloyo bersaudara. Aji dan Adi pun tidak sungkan lagi meminta terapi karena Tangpa Sanding mereka anggap orang yang bersahabat.

“Setiap bola sinar akan mengeluarkan Malaikat Kematian,” kata Pandan Duri yang tiba-tiba telah berada di dekat kedua lelaki itu.

Tangpa Sanding dan Aji Ronggoloyo jadi memandang kepada wanita gemuk berwajah bulat itu. Setelah itu, mereka kembali memandang ke atas panggung.

Benar saja kata Pandan Duri. Tiba-tiba dari dalam kesembilan bola sinar itu keluar sesosok makhluk. Jadi ada sembilan makhluk yang keluar.

Makhluk itu adalah sinar hijau berwujud lelaki cebol. Disebut lelaki karena tidak berambut, tidak berbaju dan tidak memakai rok. Disebut cebol karena badannya tebal tapi pendek sangat, hanya setinggi lutut Pucuk Kerak.

Kidulang Tuo agak mendelik melihat kemunculan sembilan makhluk sinar itu. Dia baru kali ini melihat wujud ilmu Sembilan Langkah Kematian.

“Majuuu!” teriak Pucuk Kerak sambil menunjuk lawannya.

Sembilan makhluk sinar yang berjalan seperti zombie itu tiba-tiba melesat serentak mengudara menyerang Kidulang Tuo.

Ctar ctar ctar…!

Laksana seorang penari balerina yang masih muda belia, Kidulang Tuo melakukan putaran sambil memainkan selendangnya. Selendang itu berputar menciptakan pagar berputar yang mengurung si kakek.

Sosok-sosok cebol jadi menabrak putaran selendang. Hasilnya, semua sosok cebol itu hancur.

“Yaaa, jadi gagal hebat!” teriak Abon Rentak kecewa.

Pucuk Kerak cepat melakukan gerakan tangan lagi. Dari dalam sembilan bola sinar hijau kembali muncul sembilan lelaki cebol berbahan dasar murni sinar hijau, tanpa campuran penyedap rasa.

“Serbuuu!” teriak Pucuk Kerak lagi.

Kembali kesembilan orang-orangan itu berlesatan mengudara menyerbu Kidulang Tuo.

Tidak seperti tadi, kali ini Kidulang Tuo melesat berseluncur di lantai dengan kedua lutut ditekuk rendah, seperti selebrasi pemain sepak bola usai cetak gol. Dia lewat di bawah lesatan makhluk-makhluk sinar hijau.

Cucus! Cucus!

Orang-orangan sinar itu saling bertabrakan di udara karena targetnya kabur. Bukannya kabur, tapi pergi menyerang Pucuk Kerak.

Di saat Kidulang Tuo menyerang Pucuk Kerak, para orang-orangan sinar yang tidak hancur saat bertabrakan, bergerak menghadap ke sana dan ke mari seperti orang bingun mencari jodoh.

Awalnya Kidulang Tuo menyerang dengan lesatan ujung selendangnya, tetapi bisa dihindari oleh Pucuk Kerak. Setelah itu, Kidulang Tuo menyerang dengan agresi pukulan versi cepat.

“Hahahak…!” tawa sebagian pendekar. Bahkan Anak Pengemis yang sedang menikmati sakitnya ikut tertawa.

Yang mereka tertawakan bukan Kidulang Tuo atau Pucuk Kerak, tetapi mereka menertawakan kesembilan orang-orangan sinar yang masih dalam kondisi kebingungan hilang arah.

Bak bak!

Dua pukulan rapat menghantam dada Pucuk Kerak, membuatnya terjajar ke pinggir panggung. Dalam kondisi itu, Pucuk Kerak menghentakkan tangan kanannya ke arah lain.

“Kau kalah, Pucuk Kerak,” kata Kidulang Tuo lalu melesatkan satu ujung selendangnya.

Set! Set! Dak!

Sebelum ujung selendang si kakek menghantam Pucuk Kerak, Tongkat Tegak milik si pemuda yang tergeletak di rumput mendadak melesat dan menghantam lambung si kakek.

Kidulang Tuo terlempar ke samping.

Pucuk Kerak segera mengambil tongkatnya hanya dengan mengulurkan tangan. Tongkat itu tertarik ke genggaman seperti magnet.

Sebelum lawannya bangkit dan menyerang, Pucuk Kerak segera melakukan pengendalian terhadap orang-orangan sinarnya yang masih kebingungan mencari jodoh.

Setelah mendapat perintah jarak jauh, orang-orangan sinar hijau itu kompak menghadap ke satu arah, yaitu posisi Kidulang Tuo.

“Serbuuu!” perintah Pucuk Kerak.

Psess!

Ketika kesembilan orang-orangan sinar itu berlesatan, Kidulang Tuo menghentakkan sepasang tangannya, maka tiba-tiba muncul enam helai selendang sinar warna kuning yang semuanya berpusat pada pinggang.

Keenam selendang sinar itu langsung berputar kencang seperti baling-baling pesawat, bukan baling-baling bambu.

Ctar ctar ctar…!

Hanya dalam waktu dua detik saja, kesembilan orang-orangan sinar itu hancur dan musnah dengan suara ledakan yang nyaring. Tidak sampai di situ, Kidulang Tuo juga menyerang bola-bola sinar hijau yang masih menyala di lantai.

Ctar ctar ctar…!

Bola-bola sinar hijau itu berhancuran dihantam ujung-ujung selendang sinar kuning.

Melihat itu, Pucuk Kerak melesatkan Tongkat Tegaknya. Pada ujung tongkat muncul pijaran sinar merah seperti kembang api.

Tass!

Namun, lesatan cepat tongkat itu tidak mampu menerobos rapatnya putaran selendang sinar yang melindungi posisi tubuh Kidulang Tuo. Tongkat itu langsung terpental sangat jauh hingga hilang ditelan kegelapan malam.

Pucuk Kerak terbeliak melihat semua senjatanya dihancurkan.

Kidulang Tuo yang sedang mengeluarkan ilmu Enam Selendang Dewi terus bergerak. Kini dia menarget Pucuk Kerak yang masih berdiri di pinggiran panggung.

Pucuk Kerak terkejut. Dia baru menyadari bahwa posisinya tersudut. Tidak mungkin dia menghindar mundur keluar dari panggung. Menghindar ke samping atau ke atas pun sulit, serangan Kidulang Tuo sudah mendekat.

Jalan satu-satunya adalah adu ilmu. Namun, dalam waktu yang sesaat itu dia memilih jalan aman.

Jika ilmu Enam Selendang Dewi Kidulang Tuo mampu menghancurkan bola-bola sinar hijau dengan mudah, maka dipastikan kesaktian Pucuk Kerak tidak akan menang jika dipaksa beradu. Risiko luka parah akan dialami oleh Pucuk Kerak dan dia pun akan terlempar ke luar panggung. Itulah hitung-hitungan Pucuk Kerak dalam waktu singkat itu.

Karena perhitungan itulah Pucuk Kerak memilih melesat mundur meninggalkan panggung ketika keenam ujung selendang Kidulang datang menyerang. Dia memilih kalah dalam kondisi sehat gembira daripada kalah dalam kondisi sekarat.

Gong!

“Berakhir! Pemenangnya adalah Kidulang Tuaaa!” teriak Wadi Mukso.

“Hei! Namaku Tuo, bukan tua! Tanpa kau sebut tua, aku memang sudah tua!” Kidulang Tuo menghardik Wadi Mukso. Dia yang marah karena lawannya memilih kabur dari panggung jadi emosi karena namanya dipelesetkan.

“Oh, maaf, Tetua,” ucap Wadi Mukso seraya menjura hormat dan tersenyum kecut sekecut kebasian. Dia lalu berteriak meralat, “Pemenangnya Kidulang Tuooo!”

“Huh!” dengus Kidulang Tuo masih kesal, lalu berjalan turun dari panggung.

“Kesaktian Kakek Tuo itu mengerikan juga. Kenapa dia mempelajari ilmu seledang? Padahal dia lelaki,” kata Aji Ronggoloyo kepada Tangpa Sanding.

“Ingat, dia sangat berniat menghajarmu. Di babak berikutnya, kemungkinan kau akan berhadapan dengannya,” kata Tangpa Sanding.

“Tidak, aku pasti akan berhadapan dengan Kutu Air. Akan aku balas kekalahan adikku,” kata Aji Ronggoloyo sambil memandang kepada Cempaka Air yang agak jauh posisinya.

“Pertandingan terakhir di babak ketiga adalah Pendekar Gundul Berakar melawan Gempar Senyaaap!” teriak Wadi Mukso. (RH)

1
DavidS
macem2 ya om jenis muka.y anak buah si joko
DavidS
bilang aja om males mikir.y pas gambarin..🤣🤣
DavidS
waduh...harus bnyk punya kepeng itu klo mau perang
😎Zen Kamsider😎
suporter 🙄🤧🤪
😎Zen Kamsider😎
besok "boris keple" om buat nama 😁🤣🤣
🏡 ⃝⃯᷵Ꭲᶬ Khumaira
untungnya si gatal Arjuno yg di sendang walopun seperti buaya patah hati gercep
🏡 ⃝⃯᷵Ꭲᶬ Khumaira
busett namanya unik sekali omm Arjuno gatal 😅
🏡 ⃝⃯᷵Ꭲᶬ Khumaira
lahh ini nih yg gak berbaju ini pasukan buaya Samudera
arumazam
upp buat nyai Demang
arumazam
cari mati kayaknya
arumazam
adu strategi
@🍭ͪ ͩ𝕸y💞🅰️nny🌺N⃟ʲᵃᵃ🍁❣️
hhmmm gak tau dia segala perairan sdh di gentayangin
@🍭ͪ ͩ𝕸y💞🅰️nny🌺N⃟ʲᵃᵃ🍁❣️
dia pasukan buaya samudera apa sadako sebenarnya 🤣🤣🤣
😎Zen Kamsider😎
boneng : tiiiinggg 🤪
rajes salam lubis
lanjut aja dulu
rajes salam lubis
ini yg enak
👣Sandaria🦋
iya. kayaknya kita harus belajar sama mereka untuk merahasiakan perselingkuhan ini, Om🙄🤣
👣Sandaria🦋
kalimat yg sering aku ucapkan ini, Om🤦🏻‍♀️🤫🤣
👣Sandaria🦋
untung juga bukan pertanyaan tes untuk poligami. bisa-bisa aku gagal kamu peristri, Om🙄🤧
👣Sandaria🦋
apa apaan sih buaya ini, Om? jadi takut basah nih🤣
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!