Firnika, ataupun biasa di panggil Nika, dia dipaksakan harus menerima kenyataan, jika orang tuanya meninggal tepat, sehari sebelum lamarannya. Dan dihari itu juga, orang tua pasangannya membatalkan rencana tersebut.
Yuk ikuti kisah Firnika, dan ke tiga saudara-saudaranya ...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muliana95, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Amar Mencuri
"Maafkan Ibumu, dia terlalu mengkhawatirkan dirimu." lirih Ilham. Dia gak mau jika Abrar semakin membenci Ibunya. Bagaimanapun dia harus menjadi penengah diantara kedua orang tersebut.
"Aku paham, makanya aku tidak membencinya. Aku hanya kesal Ayah. Aku kesal dengan cara mikirnya." sahut Abrar.
Nika merasa hilang, saat Abrar tidak pernah lagi muncul. Namun, sekuat hati dia merelakannya. Toh, mungkin Abrar telah melupakannya.
Hari ini, Nika masih bekerja di pasar. Namun, pendapatannya agak berkurang dari biasanya. Di karenakan ada beberapa pesaing lelaki muda, yang tenaganya melebihi Nika. Akan tetapi dia tetap bersyukur.
Pulang dari pasar, Nika dengan tentengan sayur mayur. Di panggil oleh Ibu yang sebelumnya memakai jasa Nika untuk cuci seterika. Dia dia harapkan untuk kembali bekerja disana. Di karenakan, baju yang di setrika oleh Nika lebih rapi dari pada orang yang dititipkan di laundry.
"Tapi sebelumnya saya minta maaf Bu, saya gak bisa bekerja di tempat Ibu lagi. Karena sekarang, saya lebih nyaman berada di pasar." ujar Nika hati-hati. Dia bahkan tidak menyenggol sedikitpun, tentang dimana Ibu tersebut memfitnahnya.
"Aku tahu, kamu menolaknya pasti karena tersinggung dengan sikapku tempo dulu kan? Aku akui aku salah, tapi itu bukan kesalahan aku aja. Aku hanya mendengarkan omongan dari Rina." balas perempuan paruh baya itu.
"Bukan, bukan karena itu. Karena di pasar, aku mendapatkan uang lebih banyak dari pada bekerja di sini." kata Nika. Dia gak tahu mau memberikan alasan apa.
"Baiklah, kalo gitu ... Ini sedekah untuk Amar. Tolong disampaikan ya." ujarnya sembari menyalami tangan Nika.
"Alhamdulillah, terimakasih ..." lirih Nika.
Karena ojek yang mengantarkannya tadi sudah kembali. Terpaksa, Nika berjalan kaki menuju rumahnya. Beruntung, rumahnya tidak terlalu jauh.
Sampai rumah, tidak terlihat seorang pun disana. Nika menebak jika Amar pasti sedang main bersama teman-temannya. Dan sekarang, dia memutuskan untuk mandi serta memasak.
Tak berapa lama, Kanaya juga kembali. Sekarang dia sedang mengikuti ujian akhir sekolah SMP. Sedangkan Safana, dia memilih bekerja di warung nasi yang berada tidak jauh dari rumah mereka.
Karena Safana, tidak tega melihat kakaknya yang banting tulang seorang diri.
"Kak Safa belum kembali?" tanya Naya melihat Nika yang sibuk di dapur.
"Sepertinya belum." sahut Nika.
"Kok kak Nika masak? Kan nanti dibawa pulang sama Kak Safa." tanya Naya.
"Jangan menunggu sesuatu yang tidak pasti Naya. Kan kak Safa bekerja. Dan dia hanya sesekali di berikan makanan. Dan itupun, jika bos perempuannya ada." balas Nika.
"Iya sih, udah hampir sebulan Kak Safa bekerja, dia hanya bawa pulang beberapa kali ya kak?"
"Itu tahu ..." kekeh Nika.
Safa bekerja di warung sebagai tukang masak. Jadi, dia sudah bisa pulang jika sudah jam tiga sore. Dan untuk gajinya, dia mendapatkan lima puluh ribu dalam sehari. Serta kadang-kadang mendapatkan makanan yang dibungkus oleh pemiliknya.
Amar pulang dengan membawakan jambu air di tangannya, serta kantong celananya yang penuh.
"Eh dapat dari mana?" tanya Kanaya ikut mencomot jambu yang berada di tangan Amar.
"Tadi, Amar sama teman-teman memetiknya di kebun dekat lapangan." sahut Amar.
"Eh,,, serius?" Kanaya meletakkan kembali jambu yang belum di gigitnya itu.
Amar kembali menganggukkan kepalanya.
"Tapi, kamu tahukan? Jika itu kebun milik Bang Abrar?" bisik Kanaya.
"Tahu, kan teman-teman yang ajak. Kata mereka selama ada aku, mereka akan aman." kekeh Amar.
"Ada apa? Eh, jambu dapat jambu dari mana?" tanya Nika. Dia baru keluar dari kamar.
"Dari kebun bang Abrar ..." sahut Amar.
"Siapa yang memberinya? "
"Petik sendiri, sama teman-teman." balas Amar.
"Amar ,,, dengar ya. Mengambil sesuatu tanpa izin pemiliknya, berarti kita mencuri. Dan kamu mau dikatakan sebagai pencuri?" tanya Nika dengan lembut.
Amar menggeleng seraya minta maaf.
Baru saja Amar di nasehati, terdengar suara teriakan dari arah luar rumah, yang memanggil-manggil nama Nika.
Nika menghela napas karena tahu siapa yang memanggilnya. Sedangkan Amar memeluk tubuh Kanaya dengan rasa takut.
"Kalian tetap lah, disini." seru Nika. Dia sendiri melangkah keluar rumah.
Di luar, sudah ada Rina dengan seorang anak di tangannya. Serta sudah beberapa orang Ibu-ibu lainnya. Yang kebetulan dari mereka adalah tetangga Nika.
"Ternyata laranganku tidak salah ya. Sudah yatim piatu, adikmu juga seorang pencuri." hina Rina.
"Cepat katakan, benarkah Amar yang mengajak kamu untuk memetik jambu di kebun anakku?" tanya Rina sembari mendorong kasar tubuh anak yang sejak tadi tangannya digenggam.
"I-iya ... Amar bilang petik aja ..." bohong anak tersebut. Dia bahkan tidak berani menatap wajah Nika.
"Maafkan Amar Bu." pinta Nika.
"Memaafkan? O tidak semudah itu. Aku ingin kalian bertanggung jawab." seru Rina.
"Bertanggung jawab? Maksudnya?" tanya Nika.
"Kalian harus membayar ku lima ratus ribu ..." seru Rina dengan pongah.
"Eh Bu, itu namanya pemerasan." ujar Ibu dari anak yang dibawa oleh Rina.
"Aku tidak minta dari kalian ya, aku minta dari Nika. Dia yang harus membayar uangnya. Jadi, yang tidak berkepentingan lebih baik pulang atau diam." tekan Rina.
"Tapi, itu tidak adil bagi Nika. Anak-anak lainnya juga ikut merasakan jambu itu." sanggah tetangga Nika.
"Ini Nika, ini dari aku seratus ribu." ujar Ibu anak tadi. "Nanti aku cari siapa lagi yang ikut sama mereka. Biar mereka juga ikut membayarnya." lanjut wanita berkepala tiga itu.
"Sebentar ..." ujar Nika masuk ke dalam.
Sebenarnya dia hendak menolak, akan tetapi dia sedang tidak ingin berdebat dengan Rina. Apalagi di bawah tontonan orang-orang.
"Bagaimana kak?" tanya Kanaya.
"Kalian tetap lah, disini. Gak usah keluar ya ..." kata Nika saat memasuki kamarnya.
Nika keluar dengan membawa uang sejumlah yang di sebutkan Rina. Dia ingin Rina segera pergi dari rumahnya.
"Ini, ini uang yang anda minta." ujar Nika menyerahkan uang.
Rina merampas kasar uang tersebut. "Makanya, jangan ajarkan pada adikmu untuk mencuri. Atau setidaknya sebelum ia keluar rumah. Beri dia makanan, agar jangan mengambil punya orang lain." cibir Rina.
"Sudah kan? Pulang lah ..." usir Rina dengan tegas.
Rina pun melangkah pergi meninggalkan kediaman Nika.
"Irfan, kenapa kalian mengambil jambu orang?" tanya Nika seraya menyamakan tinggi badannya.
"Tadi di ajak sama Akbar, katanya selama ada Amar, maka kami akan aman ..." seru anak tersebut sembari menunduk.
"Terus kenapa kamu sampai ketahuan?" tanya Ibu sang anak.
"Karena tadi, aku kembali lagi. Sebab jambu ku udah habis. Dan wanita tua tadi, bertanya sama siapa aku kesini. Jadi, aku menyebutkan semuanya. Tapi, saat aku menyatakan nama Amar. Wanita tua itu marah, dan menarik tanganku sampai ke sini." adu Irfan.
"Ya sudah lain kali jangan di ulang ya. Amar juga sudah kak Nika ingatkan." ungkap Nika.
tapi ini beneran udah selesai, kak... ?
padahal baru beberapa bab, kak...
saking bucinnya, Nisa sampe nda bisa bedain yang benar dan yang salah