NovelToon NovelToon
Klub Film Ini Bermasalah!

Klub Film Ini Bermasalah!

Status: sedang berlangsung
Genre:Duniahiburan / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Romansa / Slice of Life
Popularitas:1.4k
Nilai: 5
Nama Author: Agus S

Namaku Dika Ananto. Seorang murid SMA yang ingin sekali menciptakan film. Sebagai murid pindahan, aku berharap banyak dengan Klub Film di sekolah baru. Namun, aku tidak pernah menduganya—Klub Film ini bermasalah!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Agus S, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Burung Dalam Sangkar

Hari persiapan untuk membuat film telah dimulai sejak beberapa hari lalu. Seluruh anggota klub film sibuk dengan kehidupan mereka masing-masing.

Proposal yang dibawakan Tio ke OSIS berisi pengajuan dana telah ditolak mentah-mentah. Walau dia bersikeras menjanjikan kalau klub film kali ini tidak akan membuang-buang anggaran untuk membeli blu-ray film. Tio tidak berhasil memikat hati OSIS.

Nuri diketahui mulai belajar dari teman-temannya yang ahli dalam merias wajah setelah dirinya menceritakan ingin membuat film dengan anggota klubnya. Mereka senang mendengar cerita Nuri. Dijelaskan ada hubungan timbal balik dibalik alasan blu-ray film di klub yang terkadang hilang dari rak.

Sang penulis skenario. Mona mengumumkan di internet kalau dia akan hiatus untuk sementara dalam menulis novel harian dan menjelaskan kalau dirinya sedang mengerjakan projek lain. Sebagian fansnya merasa senang dan menunggu hasil dari projek yang dimaksud oleh Mona.

Sedangkan Dika memutuskan untuk kembali ke pulau utama dan mengunjungi orang tuanya. Tepat di depan rumah dengan dua lantai. Dika mengetuk pintu dengan cat berwarna coklat dan bentuk rumah bergaya barat.

Ibunya Dika perlahan membukakan pintu dan wajahnya nampak terkejut melihat anaknya berada di depan rumah. Dia bertanya mengapa dirinya pulang ke rumah sebelum perjanjian dalam surat wasiat itu berakhir.

"Mumpung tidak ada Ayah di rumah. Ayo masuk dulu," bisik Ibunya Dika, "Habis ini langsung kembali ke tempat kos, ya?"

"Iya, aku janji."

Ibunya Dika menghela napas lega, "Kamu kan tahu sendiri. Kalau Ayah sangat menaati permintaan wasiat itu."

"Memangnya Ayah dimana?" tanya Dika penasaran.

"Lagi ada projek syuting bikin film horor," balas Ibunya Dika sambil berjalan ke arah kulkas, "Yah, mungkin dia akan pulang seminggu lagi."

"Di umur yang seperti itu. Dia masih kuat untuk membuat film, ya?"

Ibunya Dika membawa dua gelas teh dingin dan menaruhnya di depan meja sofa. Dia meminta Dika untuk langsung duduk dan beristirahat sejenak.

Dika langsung menduduki sofa yang empuk dan menjelaskan keperluannya. Dia ingin kembali ke kamarnya untuk mengambil kamera milik lamanya.

"Ini untuk pembuatan film pendek," jelas Dika, "Kalau pakai kamera yang kemarin dibawa jelas bakal ngeluarin uang lagi buat beli roll filmnya."

"Kamarmu kan sebelumnya sudah dirapihkan dan dikunci agar tidak ada debu yang mengotori ruangan," jelas Ibunya Dika, "Nanti Ibu kasih kunci pintunya. Sebelum itu, Ibu ingin tahu kehidupan sekolahmu itu. Apalagi ini udah seminggu setelah kepergianmu."

"Tidak ada yang berubah kok. Aku masuk ke klub film dan berteman dengan beberapa orang lainnya. Mereka orang baik."

"Kamu makan dengan teratur, kan?"

Dika mengangguk pelan dan mengatakan kalau dia baik-baik saja. Dika hanya ingin segera kembali dan membawa kamera film miliknya. Sebab dia agak takut jika Ayahnya pulang.

Setelah mengerti situasinya. Ibunya Dika memberikan kunci pintu kamarnya. Dia hanya meminta kepada Dika untuk tidak mengacak perabotan yang sudah ditutupi oleh kain.

"Tenang saja...."

Seusai Dika melangkah masuk ke dalam kamarnya. Dia langsung membuka lemari pakaiannya dan mengambil kardus besar berada di bagian atas pakaian. Dika mengambil kardus itu dengan pelan agar isi dari kardus itu tidak berantakan.

Tepat ketika Dika membuka kardus itu. Dika menemukan kamera film yang dia cari. Tidak lupa dengan beberapa kartu memori yang disimpan secara rapih. Semua perlengkapan itu sebagian besar milik kakeknya. Namun, sesekali Dika menabung untuk membeli peralatan baru.

Dengan segera Dika memasukkan beberapa barang yang dia butuhkan ke dalam tasnya dan mengembalikan kardus itu ke posisi semula. Tidak lupa dia kembali mengembalikan kunci ke Ibunya dan segera berpamitan.

Ibunya meminta Dika untuk berhati-hati. Dika juga mengangguk atas ucapan tersebut dan melanjutkan langkah kakinya untuk kembali ke kota Jakarta.

...***...

Awalnya Dika berpikir kalau dia bisa mengejar ketertinggalan waktu sekolah. Sebab dalam peraturan SMA Penerus Bangsa, kita sebagai murid bisa datang pada saat setelah jam istirahat. Jadi, dihitung absennya bukan dengan cara satu hari. Melainkan per tiap mata pelajaran.

Diluar dugaan, Dika kembali ke kota Jakarta saat sore hari. Dimana ada kesalahan teknis saat ingin menaiki kapal untuk penyeberangan. Karena itu, Dika terpaksa menunggu lebih dari tiga jam.

Dika tidak bisa marah dengan kejadian itu. Akan sangat membahayakan jika penyedia kapal penyeberangan tidak memeriksa kapal mereka dan terjadi insiden yang tidak diinginkan.

Ada rasa pegal di seluruh tubuh Dika setelah keluar dari stasiun. Dika sebenarnya ingin langsung kembali ke rumahnya. Tetapi, Dika ingin berjalan untuk berkeliling ke beberapa tempat demi mencoba memakai kameranya yang dia ambil di rumahnya.

Dika memutuskan untuk beristirahat di taman dekat stasiun. Dia duduk sambil memeriksa kameranya. Baterai yang tersisa hanya satu batang. Berkat itu, Dika bersyukur kalau masih ada baterai dalam kamera tersebut.

Kamera yang diarahkan Dika langsung dia arahkan ke pemandangan orang-orang di sekitar stasiun. Setelah berhasil memeriksa hasilnya, dia tidak menemukan adanya keanehan dalam kameranya.

Secara mengejutkan disaat Dika kembali mengarahkan kameranya ke orang-orang yang berada sekitar stasiun. Dika tidak sengaja melihat Chika dengan seragam sekolahnya sedang berdiri di jembatan penyeberangan dengan wajah yang belum pernah dia lihat.

Dengan wajah Chika yang terlihat menyimpan sesuatu. Rambut hitam yang pendek sebahu terombang-ambing oleh angin sore. Dika tidak mengerti apa yang sedang terjadi pada Chika. Walau begitu, Dika tidak bisa berhenti untuk merekamnya. Dimata Dika, Chika terlihat seperti sosok yang berbeda.

Tanpa berpikir panjang. Dika berlari untuk mendekati Chika dan berniat menanyakan kabarnya. Dika tidak bisa meninggalkannya sendirian seperti itu.

Dengan menaiki anak tangga sambil terengah-engah. Dika akhirnya sampai di atas jembatan penyeberangan. Dia melihat Chika yang sedang berjalan untuk menuruni anak tangga. Dika sontak berteriak untuk memanggil nama gadis itu.

Chika langsung berbalik seusai namanya disebut, "Oh, Dika!"

Kedua mata Dika membelalak setelah melihat Chika yang terlihat normal. Awalnya Dika berpikir kalau sebelumnya hanya halusinasinya saja. Tapi, Dika tahu kalau Chika adalah aktris yang handal. Dia bisa memainkan ekspresinya dengan cepat.

"Bagaimana kabarmu?" tanya Dika dengan tersenyum kecil.

"Aku baik-baik saja," jawab Chika dengan cepat, "Aku baru saja pulang les. Ngomong-ngomong, kamu tadi tidak berangkat ke sekolah, ya?"

Dika mengiyakannya, "Aku habis pulang ke pulau utama untuk bertemu dengan orang tuaku. Ada urusan kecil. Tetapi, aku terjebak di kapal penyeberangan."

Chika tersenyum kecil dan mengajak Dika untuk pulang bersama. Dika setuju dengan ide tersebut. Keduanya menuruni anak tangga jembatan penyeberangan dengan suara kendaraan roda dua yang terdengar keras di telinga.

Menyusuri jalan setapak di pinggir jalan untuk menghabisi waktu. Chika bersenandung kecil sambil mengarahkan tangannya ke belakang dengan riang. Dika melihat itu langsung merekam bagian belakang punggungnya Chika dengan cepat.

Chika tiba-tiba berhenti berjalan dan melihat ke Dika yang berjalan di belakangnya. Dia tertawa dan sadar kalau Dika sedang merekamnya.

"Chika, sebenarnya ada yang ingin kutanyakan!" seru Dika.

"Ada apa?"

"Apa kau yakin. Kalau kamu baik-baik saja?"

Chika terkekeh sambil menaruh kedua tangan di kedua sisi perutnya, "Aku sudah mengatakan sebelumnya, kan? Aku ini baik-baik saja. Memangnya kenapa?"

Dika terdiam mendengar pertanyaan Chika. Angin yang berasal dari sisi barat perlahan menerjang keduanya. Dedaunan kering jatuh melayang di belakang Chika layaknya sebuah gambar yang bagus untuk film.

"Kamu seperti burung dalam sangkar."

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!