Seorang wanita cantik yang suka dengan kehidupan bebas hingga mendirikan geng motor sendiri. Dengan terpaksa harus masuk ke pesantren akibat pergaulannya yang bebas di ketahui oleh Abahnya yang merupakan Kyai di kompleks perumahan indah.
Di Pesantren Ta'mirul Mukminin wanita cantik ini akan memulai kehidupannya yang baru dan menemukan sosok imam untuknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fii Cholby, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 33
Ummah Kulsum mendekati putrinya yang tampak menunduk. Jemarinya memilin selimut khas pasien rumah sakit. "Boleh, Nak" Ummah Kulsum mengelus kepala putrinya sayang.
Fifia seketika mendongak, netranya berbinar. "Terima kasih, Ummah." ucap Fifia yang hanya di angguki oleh Ummah Kulsum.
Fifia di bantu oleh Zafirah untuk duduk di kursi roda. Zafirah membawa Fifia ke taman yang ada di rumah sakit tersebut. "Gimana? Masih suntuk tidak?" Zafirah mendudukkan dirinya di kursi taman.
Fifia menarik nafasnya panjang. "Segar, Mbak. Udaranya sejuk." Fifia memejamkan matanya menikmati udara sejuk yang menerpa wajahnya.
"Gimana di pesantren? Kamu betah nggak di sana?"
"Betah, Mbak. Banyak temennya, seru."
"Kira-kira ada yang suka jahatin kamu nggak?"
Fifia membuka matanya saat mendengar pertanyaan dari kakak iparnya itu. Kenapa tebakkan kakak iparnya itu tepat? pikirnya.
"Ekheemm...." Fifia berdehem, matanya melirik kesana kemari mencari alasan yang tepat. "Eng-enggak. Temennya baik semua kok, Mbak."
"Nggak usah bohong, Fi. Pasti ada yang kamu sembunyikan dari Mbak."
Fifia menghembuskan nafasnya kasar. Kenapa ia tidak bisa menyembunyikan kebohongannya di depan kakak iparnya ini?
"Ada Mbak."
"Kamu pernah di pukul, di bully, di kurung dalam kamar mandi, atau di apakan sama teman mu itu nggak?" tanya Zafirah khawatir.
"Nggak kok, Mbak. Fia nggak pernah di pukul malah Fia yang mukul mereka."
"Astaghfirullah.... Kenapa?"
"Dianya ngajak berantem sih. Kan aku jadinya nggak tahan kalau nggak mukul dia."
Zafirah menggelengkan kepalanya pelan. "Kamu ini, dapet hukuman tidak?"
Fia menggelengkan kepalanya. "Tidak. Kenapa Mbak tanya seperti itu sama aku?"
"Nggak papa. Mbak khawatir aja sama kamu. Mbak takutnya kamu ngerasain apa yang Mbak rasakan dulu waktu di pesantren."
"Memangnya Mbak dulu di pesantren pernah di gituin?"
Zafirah mengangguk pelan. "Cuma di bully dan di kurung di dalam kamar mandi saja"
"Terus apa yang Mbak lakukan?"
"Mbak yaa hanya diam saja. Mau melawan pun Mbak nggak ada keberanian. Mbak kan masih anak baru di pesantren waktu itu."
"Kalau aku jadi Mbak Zafi nih yaa. Udah ku jadikan ayam penyet tuh orang. Di pesantren saja aku udah nggak tahan sama mereka yang suka ngajak ribut. Pengen tak kencang di pohon biar nggak bisa kemana-mana." ucap Fifia yang teringat akan Ulya dan Mila yang suka mengajaknya ribut.
Zafirah tersenyum. "Kalau punya teman yang seperti itu. Jangan di ladenin Fi. Doakan dia supaya menjadi orang yang baik."
"Kalau di biarkan begitu saja. Malah makin ngelunjak nanti Mbak."
"Kamu ingat nggak sama kisah Rasulullah Saw. Rasulullah Saw pernah loh di lempari pakai batu saat berdakwah. Beliau juga pernah di ludahi oleh orang yang membencinya. Namun Rasulullah Saw menghadapinya dengan sabar dan tidak pernah membalas kepada mereka-mereka yang membencinya. Dan kamu tau Fi, saat orang yang meludahi Rasulullah Saw jatuh sakit. Beliau mendatangi rumahnya dan mendoakan untuk kesembuhannya. Dan orang itu, orang itu sangat terharu dan tersentuh hatinya sehingga dia menganut agama islam karena ketulusan hati Rasullullah Saw. Apakah kamu tidak ingin memiliki akhlak seperti Rasulullah Saw.?"
"Memangnya kita bisa menirukan akhlak seperti Rasulullah Saw?"
"Kenapa tidak? Kalau kamu ingin menjadi orang yang lebih baik dari sebelumnya. Contohlah akhlak Rasulullah, Fi."
"Tapi Mbak, merubah sikap itu susah."
"Kamu pasti bisa, cobalah perlahan. Kendalikan emosi dan amarah pada diri mu. Insyaa allah kamu pasti bisa menjadi lebih baik dari sebelumnya."
Fifia terdiam sejenak. Memang selama ini ia suka tersulut emosi. Ia juga tidak bisa mengendalikan dirinya saat emosi ataupun amarahnya.
"Sudah, ayoo kita kembali. Mbak mau pulang, kasihan Fadil di rumah." Zafirah mendorong kursi roda tersebut dan membawa Fifia kembali ke ruangannya.
Fifia masih terdiam. Ia masih memikirkan apa yang di katakan oleh kakak iparnya itu. Akhlak yang di miliki oleh Rasulullah Saw begitu sempurna. Bahkan Rasulullah tidak pernah marah sama sekali. Apakah ia bisa?
"Assalamu'alaikum..." ucap Zafirah saat masuk ke dalam ruangan.
"Wa'alaikumsalam...."
Zafirah membantu Fifia untuk duduk di ranjang pasien. "Mas, ayoo kita pulang. Kasihan Fadil di rumah. Pasti nyariin kita."
"Iyaa Sayang. Ummah, Abah kami pulang dulu yaa." Utsman mencium tangan Abah dan Ummah secara bergantian. Zafirah melakukan hal yang sama.
"Abang pulang dulu. Cepat sembuh." Utsman mengusap kepala adiknya lembut.
"Iyaa Abang"
semangat untuk up date nya