Hamdan seorang siswa SMA kelas dua. Sedari kecil sudah tinggal di Panti sehingga dia tidak pernah tahu akan keberadaan orang tuanya.
Hamdan sangat suka silat tapi dia tidak punya bakat.
Setiap kali latihan, dia hanya jadi bahan ledekan teman-temannya serta omelin Kakak pelatihnya.
Suatu hari Hamdan dijebak oleh Dewi, gadis pujaan hatinya sehingga nyawanya hampir melayang.
Tak disangka ternyata hal itu menjadi asbab berubahnya takdir Hamdan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muhammad Ali, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perjalanan Jiwa
Di ruang tamu sebuah rumah mewah yang berada di jalan Kartini, Pak Rico duduk di kursi sambil melihat layar handphonenya.
Dino, pria tinggi besar dan merupakan orang kepercayaannya, datang mendekat dan duduk di hadapannya.
"Kenapa Abang mau menolong anak muda itu, Bang?"
Pak Rico meletakkan handphone di meja. "Aku suka karakternya. Dia pemuda yang sangat berbakat."
"Apakah Abang mau merekrutnya?" Tanya Dino dengan penasaran.
Pak Rico tersenyum tipis, "Mungkin saja, Dino. Anak muda seperti dia memiliki potensi besar. Kita butuh orang-orang seperti dia di tim kita."
"Saya mengerti, Bang. Kalau begitu, apa langkah selanjutnya?"
"Kita amati dia dulu. Pastikan dia tetap di jalur yang benar dan tidak terpengaruh oleh hal-hal negatif yang akan merugikan kita."
"Baik, Bang. Saya akan mengawasi dia dari jauh."
Pak Rico mengangguk, "Bagus. Kita perlu memastikan bahwa dia siap sebelum kita ajak bergabung dengan kita."
Dino berdiri, siap menjalankan tugasnya, sementara Pak Rico kembali membaca sesuatu di handphonenya.
Dalam pada itu, Hamdan baru saja pulang dari kerja paro waktu di pasar. Dia pulang dengan berjalan kaki.
Saat dia hampir memasuki gang yang menuju tempat tinggalnya, Hamdan melihat pasangan kekasih yang sedang berselisih paham. Si pemuda malah melayangkan tangannya ke pipi gadis itu.
Hamdan mendekat dengan cepat, "Hei, apa yang kamu lakukan?!Berhenti!"
Pemuda itu tampak kaget dan marah, "Ini bukan urusanmu! Pergi sana! Jangan masuk campur urusan orang dewasa!"
Gadis itu tampak terisak, "Tolong, jangan... aku tidak melakukan apa-apa..."
"Tidak ada alasan untuk melakukan kekerasan seperti ini. Jika kamu tidak bisa bersikap baik, lebih baik kamu pergi." Ujar Hamdan dengan tegas.
Pemuda itu tambah marah, "Kamu pikir kamu siapa, huh? Ini urusan kami!"
"Aku orang yang tidak akan diam saja melihat kekerasan. Sekarang pergi sebelum aku laporkan ke pihak berwajib."
Pemuda itu melihat sekeliling, dia tampak ragu. "Baiklah, baiklah. Tapi ingat, ini belum selesai."
Sebelum pergi dia mencoba menyerang Hamdan dengan serangan licik.
"Buk!!"
"Aduh...!!"
Tapi ujung kaki Hamdan lebih duluan bersarang di dada pemuda itu sehingga dia terjajar ke belakang.
Karena situasi yang tak memungkinkan, pemuda itu bangkit dan langsung lari terbirit-birit. Hamdan sengaja tidak mengejarnya. Jika nanti dia ingin membalas dendam, Hamdan siap menghadapinya.
"Terima kasih, terima kasih banyak..."
"Tidak apa-apa. Apa kah Kakak baik-baik saja?"
Gadis itu mengangguk. "Ya, aku baik-baik saja."
"Kakak mau pulang ke mana? Apa perlu aku antar? Biar aku panggilkan tukang becak."
"Tidak perlu, Dik. Sebentar lagi ada kawan yang jemput. Terima kasih banyak."
Mereka duduk di pinggir jalan dalam diam.
Karena gadis itu tidak mau mengenalkan dirinya dan menceritakan apa yang sebenarnya yang terjadi tadi, Hamdan pun tidak ingin bertanya.
Semua orang punya privasi dan rahasia yang tidak ingin dibagikan ke orang lain.
Tak lama kemudian kawan gadis itu pun datang menjemput.
Setelah sekali lagi mengucapkan terima kasih, gadis itu pun pergi.
Hamdan juga langsung pulang
Setelah membersihkan diri, Hamdan juga mulai memasak. Kali ini, dia tidak hanya memasak mie instan, karena Hamdan sudah punya sedikit uang sehingga dia bisa memasak sayur dan lauk.
Hari itu, Hamdan memutuskan untuk memasak makanan yang lebih spesial untuk dirinya.
Dengan hati penuh kegembiraan, Hamdan mulai memasak di dapur kecilnya.
Meskipun sempit dan sederhana, dapur Hamdan dipenuhi dengan aroma harum masakan yang sedang dia buat.
Dia merasakan kebahagiaan yang luar biasa saat melihat sayur dan lauk yang lezat mulai matang.
Saat akhirnya makanan selesai dimasak, Hamdan pun langsung menyantap makanannya dengan sangat nikmat.
Dengan perut kenyang dan hati pun bahagia.
Hamdan memandangi layar handphonenya dengan tatapan penuh harap.
Sudah dari tadi dia menunggu pesan dari Fitri, tetapi hingga kini, tidak ada satu pun pesan masuk darinya.
Hamdan menghela napas panjang. Ia baru saja berganti nomor kontak baru demi keamanan komunikasi mereka.
Orang tua Fitri sangat ketat dalam mengawasi hubungan anak gadis mereka semenjak Dewi berbuat ulah dengan melaporkan kepada Papa Fitri.
Mereka tidak setuju dengan hubungan Hamdan dan Fitri, sehingga keduanya harus berkomunikasi secara sembunyi-sembunyi.
...****************...
Jam sembilan malam, seperti biasa, Hamdan mulai berlatih metode pernapasannya sesuai yang diajarkan oleh Datuk Harimau Putih.
Hamdan duduk bersila di atas tikar pandan di ruangannya yang remang-remang, hanya diterangi cahaya lilin yang berkerlip.
Hamdan sengaja mematikan lampu kamar dan menggantikannya dengan sebuah lilin.
Suara desiran angin malam dan nyanyian jangkrik menjadi latar musik yang menemani latihan rutinnya.
Hamdan menarik napas dalam-dalam, merasakan udara malam yang sejuk memenuhi paru-parunya. Dia memusatkan pikiran, berusaha memasuki keadaan meditasi yang mendalam.
Setiap tarikan dan hembusan napas diikuti dengan ritme yang teratur, sesuai dengan ajaran Datuk Harimau Putih.
Metode ini, kata sang Datuk, akan membuka jalan bagi Hamdan untuk memahami kekuatan alam dan memanfaatkan energi spiritual.
Udara malam semakin dingin, namun Hamdan tidak merasakan dingin itu.
Dia sepenuhnya tenggelam dalam meditasinya, mengirimkan pikiran dan jiwanya jauh ke dalam alam bawah sadar.
Di tengah-tengah ketenangan itu, tiba-tiba Hamdan merasakan sebuah kehadiran sebuah bayangan putih yang berkilau muncul di hadapannya.
Hamdan membuka mata batinnya dan melihat sosok Datuk Harimau Putih berdiri dengan gagah di tengah kegelapan.
"Datuk," panggil Hamdan dengan suara gemetar, "kenapa Datuk tidak pernah muncul lagi di mimpi cucu?"
Datuk Harimau Putih tersenyum bijak, "Cucuku, hanya dalam waktu yang sebentar, kamu telah berhasil jauh dalam mempraktekkan ilmu mu. Aku sungguh bangga sekali."
"Perjalanan spiritualmu tidak selalu harus didampingi. Ada kalanya, engkau harus berjalan sendiri untuk menemukan kekuatanmu."
"Buktinya terlihat dengan sangat jelas wahai cucuku, kamu tenyata mampu melangkah jauh tanpa harus aku bimbing."
Banyak lagi yang disampaikan oleh Datuk dalam pertemuan itu.
Hamdan telah lupa akan konsep waktu, saat dia menyelesaikan meditasi dan membuka matanya, Hamdan terengah-engah. Ternyata dia sangat lelah.
Peluhnya bercucuran. Dia baru tahu bahwa meditasi dengan metode pernapasan ini mampu menjangkau alam bawah sadar yang terdalam.
Saat mencoba menenangkan diri, ia masih merasakan gemuruh dalam dadanya, efek dari perjalanan batin yang baru saja dialaminya.
Tubuhnya lelah, namun jiwanya terasa lebih ringan. Peluh yang bercucuran seolah menjadi simbol dari segala beban yang telah dilepaskannya.
Hamdan sadar, meditasi ini bukan sekadar latihan pernapasan biasa, melainkan sebuah perjalanan menuju kedalaman jiwa, tempat ia bisa menemukan dan melepaskan apa yang selama ini mengikatnya.
Tanpa sempat ke kamar mandi untuk bersih-bersih, Hamdan pun segera jatuh tertidur.
Dia tidur dengan nyenyak sekali.
Tak ada beban yang dipikirkannya dan jiwanya terasa plong. Sangat nyaman. Mungkin ini lah yang disebut tidur yang berkualitas.