Rena Agnesia merasa sial saat tertimpa musibah, namun takdir itu mengantarkannya bertemu Jojo Ariando, pangeran tampan yang membuat hatinya meleleh.
Rena menjalin cinta jarak jauh dengan Jojo, seorang pria tampan nan dingin yang dikelilingi banyak wanita karena talentanya dalam pengobatan herbal.
Akankah mereka bersatu setelah konflik yang terus menghalangi cinta mereka? Mampukah Jojo memantapkan pilihan hati ke sosok Rena Agnesia di saat seorang rival berat hadir membayangi?
Saksikan romansa mereka hingga puncak manis yang didamba setiap insan di dunia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mardi Raharjo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
14. Latar Belakang Yang Dicari
Memang gadis itu cantik dan atraktif, perhatian, bahkan terasa nyaman saat berbincang dengannya, entah topik apa saja. Namun, itu tidak bisa menjawab pertanyaan yang ada di hati Jojo.
"Apa kamu masih cinta padaku dear?", Rena pun buka suara. Ia hanya ingin mengetahui perasaan Jojo.
"Aku suka kepadamu, namun rasa cinta dan suka bisa memudar. Bahkan orang tua pun tak sedikit yang rela mengorbankan anak demi kepentingan mereka", jelas Jojo masuk akal.
"Tapi", Rena ingin membantah. Namun fakta yang ia lihat memang seperti itu.
"Ay, memangnya apa yang bisa membuatmu bisa bertahan jika aku tidak sebaik yang kamu lihat dan sangka seperti sekarang?", meski terkesan mengada-ada, pertanyaan Jojo masih masuk akal untuk ditemukan jawabannya. Bagaimana pun, selama pacaran, pasangan akan menunjukkan sisi baik dan menutup sisi negatif. Semua akan terbuka saat mereka telah menikah.
"Aku, em, aku tak tahu dear. Itu, itu untuk apa harus dijawab? Bukankah kita bisa menjalani hubungan ini sebagaimana kita bernafas? Saat sakit flu dan batuk, nafas memang terasa berat. Namun kita kan tetap harus bernafas dengan berbagai cara", ujar Rena yang memang tak mampu menemukan jawabannya.
"Kalau tak bisa nafas, kita bisa mati. Tapi, sebelum kamu bertemu denganku, kamu masih bisa hidup. Pun jika aku mati lebih dahulu daripada kamu, bukankah kamu juga masih akan hidup?", Jojo menjungkir balikkan logika yang diajukan Rena.
"Apa maksudmu kita harus akhiri hubungan kita sampai di sini dear?", Rena menyangka bahwa hubungan mereka tidak lah berguna bagi kehidupannya. Bahkan tidak pantas dipertanyakan kelayakannya.
Nampak pelupuk mata Rena sudah mulai basah.
"Aku tidak mengatakan itu. Aku juga sangat menyukaimu. Jika tidak, untuk apa aku harus bertahan selama ini?", bantah Jojo yang memahami prasangka Rena.
"Lalu, jika kamu memang mencintaiku, mari bersama sampai ke pelaminan dear. Apapun itu kita hadapi bersama dan saling menguatkan", ungkap Rena yang tak lagi kuasa menahan tangisnya.
"Ya, aku tahu maksudmu Ay. Hanya saja, seorang panglima perang harus membuat strategi untuk menghadapi semua kemungkinan pertempuran yang harus ia dan rekannya hadapi. Bahkan jika mereka hanya berperang berdua", Jojo lagi-lagi memberi perumpamaan yang masuk akal.
"Tapi, memangnya apa yang akan kita hadapi ke depan sehingga harus berstrategi seperti itu?", Rena kurang paham dengan perumpamaan Jojo.
"Dari luar, kita bisa lihat pernikahan adalah bingkai yang menyatukan dua orang lawan jenis kelamin. Keduanya memiliki ego dan kepala yang berbeda.
Kamu pasti bisa menebak, peperangan internal adalah tarik ulur kepentingan atas ego dan pikiran mereka.
Sebagai contoh, saat suami penghasilannya berkurang atau berlebih, dibutuhkan satu prinsip yang disepakati bersama mengenai prioritas belanja dan penggunaan sisanya, baik untuk internal atau pun eksternal keluarga mereka.
Untuk bisa saling mengalah, dibutuhkan cita-cita bersama yang dinilai penting bagi keluarga mereka. Itu lah yang kutanyakan Ay", jelas Jojo panjang lebar. Nampak Rena hanya terdiam menelaah ucapan Jojo yang membuat kepalanya berdenyut.
"Jadi, maksudmu apa cita-cita pernikahan kita nanti?", ucap Rena mencoba menyimpulkan.
"Itu salah satunya. Misi dan strategi juga perlu ditemukan jawabannya", ungkap Jojo.
"Duh, banyak sekali sih dear? Kepalaku pusing tahu!", keluh Rena. Satu saja berat, ternyata lebih banyak lagi dari itu.
"Apa itu tidak bisa dipikirkan nanti, yang penting kita menikah dulu dear?", usul Rena yang tak ingin dibebani pikiran abstrak seperti itu.
"Saat kita sudah dalam rakit atau perahu yang sama, lantas kita tak punya arah tujuan, tak punya ilmu dan alat navigasi, juga tak menyiapkan alat perbaikan darurat, berapa lama kita bisa bertahan sampai akhirnya kita menyerah satu sama lain?", kali ini perumpamaan Jojo lebih sederhana, namun itu pun masih membuat kepala Rena pusing.