NovelToon NovelToon
Kepingan Puzzle

Kepingan Puzzle

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Romantis / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan / Menyembunyikan Identitas / Trauma masa lalu
Popularitas:3.7k
Nilai: 5
Nama Author: Khabar

"Lima bersaudara dengan kedua orang tuanya adalah sebuah keluarga bahagia tenang dan damai, ibarat puzzle yang sudah sempurna sudah dipecahkan. Namun, insiden yang mengerikan terjadi, keluarga itu menjadi kelam karena ulah oknum yang jahat.

Tiga potongan puzzle hilang di tumpukan puzzle yang berbeda. Aku Glantea Albar berusaha menemukan tiga potongan puzzle itu. Tapi, takdir berkata lain aku tidak pernah menemukan tiga puzzle itu. Aku memutuskan menggantikan puzzle lain yang bentuknya sama dan jelas tidak pernah bisa sama dengan warna dari puzzle sebelum nya."

Kata Glantea di sebuah alat perekam kakinya mengalami patah karena insiden jatuh dari helikopter. setalah itu ada seorang yang membuka gubuk tua dimana dia berada sekarang lalu tiba-tiba dia bangkit tanpa peduli rasa sakit itu menghampiri seseorang dibalik pintu sambil menangis memegangi tangan orang tersebut.

"Hiks... Hiks... ayahhh..... " Kata itu keluar dengan begitu tulus mengenali orang itu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Khabar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kenangan Manis

Albar terbangun dengan tiba-tiba, keringat dingin membasahi tubuhnya, dan mata yang basah akibat air mata. Dia duduk di tepi kasurnya, mengusap wajahnya dengan tangan gemetar. Kenangan masa lalunya kembali menghantuinya dalam mimpi, mengingatkannya pada masa-masa sulit yang pernah dia hadapi. Dia menghela napas panjang dan berkata pelan pada dirinya sendiri, "Kenapa mimpi itu datang lagi? Rasanya aku malu dengan kenyataan itu."

Dia tersipu malu, merasa jiwanya tersentuh oleh ingatan yang begitu mengharukan namun menyakitkan. Albar mencoba mengusir perasaan itu, tetapi hatinya masih berat. Pandangannya jatuh pada meja di samping tempat tidurnya, di mana sebuah foto terpajang. Foto itu memperlihatkan dirinya bersama Fira, adik perempuannya yang masih SMP. Senyum mereka di foto itu begitu cerah, seakan tidak ada beban dunia yang menghimpit mereka.

Melihat foto itu, pikiran Albar melayang ke masa lalu. Ia teringat ketika Fira masih berusia 6 tahun. Setelah sebuah insiden tragis yang menimpa keluarga mereka, Fira kehilangan hampir semua emosinya. Setiap hari ia hanya duduk murung di sudut kamarnya, tidak berbicara, tidak bermain, dan tidak menunjukkan tanda-tanda kehidupan yang normal bagi seorang anak kecil.

Albar sering mencoba mengajaknya berbicara atau bermain, tetapi setiap kali dia mendekati Fira, hanya kesunyian yang dia temukan. Fira hanya menatap kosong ke arah jendela, seperti menunggu sesuatu yang tidak akan pernah datang. Itu adalah masa-masa paling sulit bagi Albar. Dia merasa tak berdaya melihat adiknya yang seharusnya penuh keceriaan berubah menjadi bayangan dari dirinya yang dulu.

Dengan berat hati, Albar bangkit dari tempat tidurnya dan berjalan menuju foto itu. Dia mengangkatnya dan menatap lebih dalam, mengenang saat-saat mereka berusaha melewati masa-masa kelam bersama. "Aku berjanji akan selalu melindungimu, Fira," bisiknya dengan suara yang hampir tak terdengar. "Tak peduli seberapa sulitnya, aku akan selalu ada untukmu."

Kenangan tentang bagaimana mereka berdua berhasil keluar dari kegelapan itu memberikan Albar kekuatan baru. Meskipun dia merasa malu dengan masa lalu dan mimpi-mimpi yang mengingatkannya pada kelemahan dan ketakutannya, dia tahu bahwa semua itu adalah bagian dari dirinya. Bagian yang membuatnya lebih kuat dan lebih tangguh.

Hari itu, dengan tekad yang diperbaharui, Albar bersiap menghadapi hari baru. Dia menyadari bahwa meskipun masa lalu penuh dengan kepedihan, itu juga yang membentuknya menjadi seperti sekarang. Dan dengan Fira di sisinya, dia tahu bahwa dia bisa mengatasi apa pun yang datang. Hari ini, dia akan menghadapi dunia dengan kepala tegak dan hati yang penuh keberanian.

Pagi yang indah dengan sinar matahari yang cerah, Albar bersiap-siap untuk pergi ke sekolah seperti biasa. Hari itu hari Jumat, dan meskipun pikirannya masih dipenuhi dengan percakapan serius bersama kakaknya, ia berusaha untuk tetap fokus pada rutinitas sehari-harinya.

Di sekolah, Albar berjalan dengan cepat menuju kelasnya, berusaha mengalihkan pikirannya, dan meskipun ia merasa sedikit lelah, ia berusaha tetap fokus pada rutinitasnya. Saat berbelok di koridor, dia tidak sengaja bertabrakan dengan seseorang yang datang dari arah berlawanan.

“Aduh!” seru seorang siswi saat mereka berdua tersungkur ke lantai. Albar mendapati dirinya terjatuh dengan Suja, seorang siswi yang sekelas dengannya, menindihnya. Buku-buku Suja berjatuhan, berserakan di sekitar mereka.

"Maaf! Maaf sekali!" kata Suja dengan wajah yang memerah, buru-buru bangkit dan mulai memungut buku-bukunya.

Albar, yang merasa canggung, juga segera bangkit dan membantu Suja mengumpulkan buku-bukunya. "Tidak apa-apa, ini salahku juga. Aku tidak melihat ke depan."

Suja menunduk, menghindari tatapan Albar, namun senyum malu-malu terlukis di wajahnya. "Terima kasih, Albar. Aku benar-benar tidak sengaja."

Albar mengangguk, sedikit tersipu. "Iya, tidak masalah. Kau baik-baik saja, kan?"

Suja mengangguk sambil memeluk buku-bukunya. "Ya, aku baik-baik saja. Terima kasih sudah membantuku."

Di dalam hati, Suja merasakan kehangatan yang menjalar. "Dia benar-benar baik, pikirnya. Apakah dia tahu perasaanku?"

Sementara itu, Albar juga merasa sedikit gelisah. "Kenapa aku begitu gugup? Ini hanya Suja. Tapi... kenapa hatiku berdebar begitu cepat?" pikirnya.

Mereka berdiri berdekatan, canggung dan sedikit tersipu. Suasana di sekitar mereka terasa romantis meskipun hanya sesaat. "Sebaiknya kita masuk ke kelas sebelum bel berbunyi," kata Albar mencoba mengalihkan perhatian.

"Benar, ayo," jawab Suja dengan senyum tipis.

Saat mereka berjalan bersama menuju kelas, Albar tak bisa menahan diri untuk melirik Suja. Matanya yang lembut, senyumnya yang manis, semuanya terasa begitu mempesona baginya. Suja merasakan tatapan Albar dan menunduk malu-malu, pipinya memerah. Mereka berdua berjalan dalam diam, namun dalam hati mereka berdua, ada percikan perasaan yang tak terucapkan.

"Dia begitu cantik saat tersenyum," pikir Albar, berusaha menenangkan dirinya. "Kenapa aku baru sadar sekarang?"

"Albar begitu perhatian dan lembut," pikir Suja, hatinya berdebar kencang. "Apakah dia merasakan hal yang sama?"

Setibanya di kelas, mereka berpisah untuk duduk di tempat masing-masing. Suja masih merasakan getaran dari pertemuan itu, sementara Albar berusaha mengendalikan emosinya. Namun, perasaan itu terus berlanjut sepanjang pelajaran, membuat mereka sulit berkonsentrasi.

Di tengah jam pelajaran, seseorang dari staf sekolah datang menghampiri Albar. "Albar, kau dipanggil oleh kepala sekolah," kata staf itu dengan suara tegas.

Albar merasa sedikit tegang, tetapi dia berusaha tetap tenang. "Baik, saya akan segera ke sana."

Suja mengamati Albar dengan rasa ingin tahu saat dia meninggalkan kelas. "Ada apa dengan Albar?" pikirnya.

Suja, yang masih di kelas, tak bisa berhenti memikirkan Albar. "Kenapa dia harus pergi begitu tiba-tiba?" pikirnya. "Aku harap dia baik-baik saja."

Kepala sekolah melihat ke arah pria yang baru saja datang bersama Albar, tampak sedikit bingung tetapi tetap tenang. Pria itu berdiri dengan tegak, mengenakan setelan rapi yang menunjukkan bahwa dia adalah seseorang yang penting.

"Selamat siang, Pak Kepala Sekolah," kata pria itu dengan suara yang tegas namun sopan. "Saya mohon maaf atas gangguan ini, tetapi saya membutuhkan Albar untuk urusan keluarga yang sangat mendesak."

Kepala sekolah mengernyit sedikit, penasaran dengan urgensi tersebut. "Boleh saya tahu lebih jelas urusan apa ini? Kami harus memastikan bahwa izin yang diberikan benar-benar untuk alasan yang mendesak."

Pria itu mengangguk, seolah-olah sudah siap dengan jawaban yang memadai. "Ini terkait dengan kesehatan anggota keluarga terdekat. Situasinya cukup kritis dan memerlukan kehadiran Albar secepat mungkin. Kami sudah mendapatkan persetujuan dari wali Albar."

Kepala sekolah mengangguk perlahan, mencoba memahami situasinya. "Saya mengerti. Apakah ada dokumen atau bukti yang bisa Anda tunjukkan untuk mendukung permintaan ini?"

Pria itu mengeluarkan beberapa dokumen dari tasnya dan menyerahkannya kepada kepala sekolah. "Ini surat dari dokter yang merawat, serta surat persetujuan dari wali Albar."

Kepala sekolah membaca dokumen tersebut dengan seksama, kemudian mengangguk dengan puas. "Baiklah, saya rasa ini cukup untuk memberikan izin. Albar, kau boleh pulang lebih awal hari ini. Pastikan untuk memberi kabar jika ada perkembangan lebih lanjut."

Albar, yang berdiri sedikit di belakang pria itu, merasa lega tetapi tetap menjaga wajahnya tetap tenang. "Terima kasih, Pak," katanya dengan suara yang sopan.

Pria itu memberikan senyum tipis kepada kepala sekolah. "Terima kasih atas pengertiannya, Pak Kepala Sekolah. Kami akan memastikan Albar kembali dengan selamat setelah situasinya stabil."

Kepala sekolah mengangguk lagi. "Jaga keselamatan kalian, dan semoga masalah ini bisa segera teratasi."

Albar dan pria itu kemudian meninggalkan ruang kepala sekolah dengan cepat. Ketika mereka berjalan menyusuri koridor, pria itu berbisik kepada Albar dengan nada yang hanya bisa didengar olehnya. "Misi mendesak ini memerlukan kehadiranmu segera. Persiapkan dirimu."

Albar mengangguk pelan, memahami arti di balik kata-kata tersebut. "Aku siap," jawabnya singkat namun tegas.

Sesampainya di luar, mereka segera menuju ke mobil yang sudah menunggu. Pria itu membuka pintu mobil untuk Albar, dan setelah mereka berdua masuk, mobil itu melaju cepat meninggalkan sekolah. Di dalam mobil, suasana terasa serius, meskipun mereka berdua berusaha untuk tidak membicarakan rincian misi tersebut.

Sambil memandang keluar jendela, Albar berpikir tentang kejadian pagi tadi dengan Suja. Bayangan wajahnya yang tersipu malu saat mereka bertabrakan membuat Albar tersenyum tipis, meskipun pikirannya kini kembali terfokus pada tugas yang ada di depan mata. Ia tahu bahwa sebagai seorang prajurit, tanggung jawabnya tidak hanya pada dirinya sendiri tetapi juga pada orang-orang yang dilindunginya.

Perjalanan menuju lokasi misi terasa singkat. Setibanya di sana, Albar keluar dari mobil dan melihat sekeliling dengan mata yang waspada. Pria itu memberinya beberapa instruksi terakhir sebelum mereka memasuki gedung yang menjadi pusat dari misi mendesak ini.

"Jaga dirimu dan tetap fokus," kata pria itu dengan nada serius. "Ingat, ini adalah bagian dari tugasmu."

Albar mengangguk dengan penuh keyakinan dan sedikit kesal. "Aku mengerti. Kau tidak perlu mengajariku trainer."

Dengan itu, mereka melangkah masuk, siap menghadapi apa pun yang menanti mereka. Albar merasakan adrenalin mulai mengalir dalam tubuhnya, tetapi dia tahu bahwa dia sudah terlatih untuk menghadapi situasi seperti ini. Kini, yang terpenting adalah menyelesaikan misi dengan sukses dan kembali ke kehidupan normalnya—setidaknya untuk sementara waktu.

...֎֎֎...

insiden tragis : coba baca eps 1 (Prolog)

duduk murung : coba baca eps 7 (Hantu Masa Kecil)

1
Scorpion's Caesar
folback kak
Khabar: iya aku follow back
total 1 replies
Hana
double up kak
Khabar: maskudnya?
total 1 replies
ッoff♪
udah dibaca dari awal
semangat
Khabar: mantap, salut abangku
total 1 replies
ッoff♪
ayo senyumlah
/Facepalm/
Khabar: /Grin/
total 1 replies
Sena Widuri
engkau punya cerita sungguh memotivasi sekali
Khabar: makasih /Smile/
total 1 replies
Sena Widuri
tari ape hal engkau kena culik /Sob/
Sena Widuri
bagian ketidak percayaan lupa awak spasi, perbaiki dulu biar perfect
Khabar: iya ngak papa makasih juga aku jadi bisa belajar lagi /Smile/
Sena Widuri: lah betol lah /Grin/ berarti saya yang silap
total 3 replies
Sena Widuri
berpendar itu apa? awak agak tanda tanya bagian ini
Khabar: pernah liat cahaya seperti yang tampak pada lendir kelemayar atau pada permukaan laut pada malam hari kayak gitu lah cahaya bergerak gerak
total 1 replies
Sena Widuri
wahh fantasi rupanya
Sena Widuri
yang bagian ini typo, awak tulis mengis, seharusnya menangis, keren 💪🏻
Khabar: makasih saran nya
total 1 replies
Sena Widuri
/Sob//Sob//Sob//Sob/ I'm feeling blue
Sena Widuri
engkau punya cerita walau banyak typo tapi buat tense aku naik lah, andrenalin ku meningkat /Sob/ seru sekali
Khabar: begitu kah, makasih lo btw klau ada typonya langsung kritik aja ngak masalah
total 1 replies
Sena Widuri
engkau punya typo di baris ni, semangat 💪🏻
Khabar: oohh makasih
Sena Widuri: paragraf ke dua bagian beubah
total 4 replies
Amelia
salam kenal ❤️🙏
Khabar: iya salken juga /Smile/
total 1 replies
✿🅼🅴🅳🆄🆂🅰✿
hadir thorrrr
✿🅼🅴🅳🆄🆂🅰✿: okey/Applaud/
Khabar: iya, semangat juga ya bacanya 👍
total 4 replies
ッoff♪
semangat terus ya
Khabar: iya nanti aku mampir lagi
ッoff♪: sama² jangan lupa like lagi di novel ku
🙏
total 3 replies
Bening
2 kopi meluncur..
jangan blokir aku..
jangan bales gift ku balik..
besok ku lanjut lagi baca nya..
ッoff♪
semangat terus ya
Khabar: iya makasih
total 1 replies
Kia Shoji
Keren banget kak
Khabar: coba dilanjutkan siapa tau suka nanti
Khabar: makasih ya 😄
total 2 replies
ッoff♪
wkwkwkw
/Facepalm/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!