Terlahir Kembali Untuk Menjadi Pengusaha

"Ibu, ibu.." Retno kesulitan untuk menjelaskan.

Bayu kesal. Dia masuk ke dalam kamarnya. membuka lemari, laci yang terkunci ternyata rusak. Wajahnya berubah menjadi lebih menyeramkan.

"Ibu ambil uang dan emas yang aku simpan di laci?!"

Retno menyusut. Memang betul dia yang ambil untuk main judi kartu. Dia pikir dia bisa memenangkan kembali tapi semakin lama dia main kartu semakin sering dirinya kalah.

Bayu yang berusaha menahan amarah menjadi sangat murka. Dia mengambil gelas dan melemparnya ke arah kaki Retno. "Dasar wanita tua tidak tahu diuntung!" Katanya dengan volume keras.

Retno yang tadinya merasa bersalah berbalik kesal. "Kamu panggil ibu apa?!"

"Ibu? Kamu bukan ibu saya!!"

Tidak bisa lagi menjadi ibunya!

Ketika dia baru saja di PHK dari kantor, Bayu yang pulang lebih awal baru tahu kalau anaknya diperlukan kurang baik oleh Retno. Selama dua minggu di rumah sakit, dia bukan orang bodoh. Wanita yang hampir lima belas tahun dia panggil ibu sebenarnya tidak memperlakukan dia dan Gaffi sebagai anak atau cucu.

Selain uang. Apakah dirinya bernilai dimata Retno? Tidak sama sekali.

Retno ingin memukul Bayu. "Dasar kurang ajar. Belasan tahun aku besarkan kamu. Begini cara kamu balas Budi?"

Bayu mengelak pukulan Retno. Menendang tulang kering Retno yang menyebabkan wanita itu tersungkur, Bayu menatap penuh jijik. "Kamu tidak pernah sekalipun membesarkan aku. Kamu pikir aku buta dan tuli? Kalau bukan kamu yang melacur, apakah ibu saya akan bunuh diri karena marah yang berujung depresi?"

Tubuh Retno menggigil. Mengubah arah perlawanan, dia menangis untuk mendapatkan rasa iba. "Nak, ibu tahu ibu salah. Kamu, tolong jangan marah dan bantu ibu bayar hutang di bank ya."

Bayu meludah. "Cih, detik ini kita tidak ada lagi hubungan! Toh kamu bukan ibu kandung saya. Rumah ini juga disita bank, dan kalau kamu mau tahu saya sudah berhenti kerja."

"Apa!!" Retno yang lupa untuk menangis merecoki Bayu dengan pertanyaan. "Kenapa kamu berhenti kerja?! Gimana sekarang kita bisa hidup, bagaimana ibu bayar hutang di bank?"

Bayu tertawa sarkastik. Terlalu malas bicara dengan wanita tua yang tidak masuk akal, Bayu kembali masuk ke dalam kamar untuk membereskan pakaiannya. Kemudian masuk ke dalam kamar putranya dan membawa semua pakaian, sepatu, dan mainan milik Gaffi.

Mendorong tubuh Retno yang berusaha menahan kepergiannya, Bayu menggendong tubuh Gaffi yang masih berdiri di depan pintu pagar. Gaffi yang digendong bisa melihat sosok Retno yang terseok-seok mencoba mengejar.

"Ayah, nenek.."

"Dia bukan nenek kamu. Sekarang Gaffi cuma punya ayah, jangan panggil dia nenek lagi."

Gaffi yang sebenarnya mendengar seluruh proses yang terjadi di dalam rumah tidak melanjutkan. Dari isi pembicaraan sebelum dan setelah kepergian deb kolektor, Retno telah menggadaikan rumah untuk sejumlah uang. Namun Bayu tidak tahu menahu tentang uang pinjaman.

Lalu rumah mereka akan disita, dan ayahnya sekarang tidak memiliki pekerjaan. Apakah pada akhirnya dia akan kembali tinggal dijalanan?

Gaffi yang masih sakit merasakan sesak. Bayu yang mengetahui keanehan pada putranya berhenti sesaat, cepat-cepat mengeluarkan inhaler untuk meredakan asma.

Ketika Gaffi baru saja melewati masa kritisnya, dokter menjelaskan alasan Gaffi tenggelam mungkin karena serangan asma. Mengingat almarhum istrinya juga punya asma, Bayu makin merasa bersalah pada Gaffi. Dirinya terlalu sibuk bekerja.

Sebelum dipecat, seluruh waktunya dihabiskan untuk bekerja demi membangun kepercayaan atasan. Bayu berharap atas sikap royalitas dan kecerdasannya perusahaan akan memberikan promosi. Alih-alih promosi yang dia dapat, surat PHK lah yang dia terima. Lucu memang. Perusahaan memanfaatkan setiap inci karyawannya namun tidak mau memberikan reward dan membuang karyawan yang tidak akan memberikan keuntungan apapun lagi.

Gaffi, maafin ayah.

Bayu memeluk erat Gaffi yang tertidur dalam gendongannya dan berjalan ke arah stasiun. Di kota ini dia sudah tidak punya pekerjaan ataupun tempat tinggal. Satu-satunya yang bisa dia lakukan sekarang adalah kembali ke kampung halaman ayahnya.

Selain rumah yang sudah disita. Ayah Bayu meninggalkan warisan rumah lain dan lima bidang sawah sebesar hampir tiga hektar. Memikirkan kehidupan pertanian yang pernah dia lalui sebelum masuk sekolah dasar, Bayu menggertak kan gigi. Selain pekerjaan kantor, petani juga merupakan pekerjaan yang mumpuni. Selama hasil panen bagus, dia dapat menghasilkan banyak uang.

***

Kereta penuh orang dan bawaan. Gaffi yang terganggu terbangun dan ketakutan saat melihat kambing begitu dekat dengan wajahnya. Bayu duduk di kursi bagian luar sebari memangku Gaffi, tidak tahu kalau ada kambing yang berdiri di dekatnya dan menghadap wajah Gaffi.

Memundurkan wajah agar tidak mencium wajah satu sama lain, Gaffi yang aslinya anak berusia lima belas tahun mendelik kesal pada Bayu yang asal-asalan membawanya. Meski pernah hidup jorok, bukan berarti dia senang saling berdampingan dengan hewan ternak. Bayu yang akhirnya menyadari kesalahannya membetulkan letak duduk Gaffi. Turun dari pangkuan Bayu untuk duduk di dekat jendela, pemandangan di luar begitu asri.

Melewati pegunungan, mata Gaffi menatap takjub. Apakah ini bisa disebut sebagai keajaiban dunia seperti yang diceritakan kakak relawan? Pemandangan negeri tahun ini begitu luar biasa menakjubkan. Membayangkan bahwa lima ratus tahun yang aja. Datang tidak aja ada lagi pemandangan seperti ini, Gaffi sedikit menyayangkan.

Turun dari kereta di stasiun yang di tuju, Gaffi terus memandangi motor bebek ketika mereka keluar dari stasiun kereta. Bayu yang salah paham, mengira Gaffi ingin naik motor menepuk pundak Bayu untuk membawa boneka beruang miliknya.

"Jangan sedih. Kalau ayah sudah punya uang, ayah akan beli motor bebek juga." Bujuk Bayu pada putranya itu.

Gaffi menyembunyikan sebagian ekspresinya dibalik boneka beruang yang dia peluk. Siapa juga yang mau naik motor butut itu. Lima ratus tahun yang akan datang, semua orang punya kendaraan. pemilik motor bebek adalah orang miskin yang tidak mampu membeli motor bermerk.

Kenangan tentang ayah kandungnya pada saat itu, Gaffi ingat kendaraan yang dibawa orangtunya ketika dia ditinggalkan adalah motor bebek. Mengingat adalah trauma. Gaffi tidak akan pernah membiarkan Bayu membeli motor bebek.

Berjalan sebentar, akhirnya ada becak kosong. Naik ke atas becak, Gaffi merasakan perasaan baru. Transportasi tahun 1985 begitu unik. Mikrolet adalah kendaraan antik yang hanya bisa dilihat di museum, kemudian becak yang dia naiki sekarang, bukankah ini peninggalan purba yang berharga?

Omong-omong, tukang becak yang terus menggoes sepertinya tidak merasa lelah sama sekali. Menoleh kebelakang, Gaffi tahu tidak ada tanda-tanda kelelahan ataupun terengah dari pernapasan pria tua yang bersemangat membawa becak.