Rumah tangga Nada Almahira bersama sang suami Pandu Baskara yang harmonis berubah menjadi panas ketika ibu mertua Nada datang.
Semua yang dilakukan Nada selalu salah di mata sang mertua. Pandu selalu tutup mata, dia tidak pernah membela istrinya.
Setelah kelahiran putrinya, rumah tangga mereka semakin memanas. Hingga Nada ingin menyerah.
Akankah rumah tangga mereka langgeng? Atau justru akan berakhir di pengadilan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Budy alifah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33
"Ada apa mencariku?" tanya Hugo.
Dia memenuhi ajakan bertemu dengan Pandu. Pandu mendapatkan kontak Hugo setelah meminta paksa kepada Sabrina.
"Sampai kapan pun aku tidak akan melepaskan Nada, jadi jangan berharap mendapatkannya," kata Pandu to the point. Dia tidak mau basa-basi dengan saingannya itu.
"Pandu kan namamu?" tanya Hugo lantas meneruskan ucapannya setelah mendapat anggukan dari Pandu. "Aku, bahkan tidak mendekati Nada saat ini. Kami murni hanya relasi kerja."
Meskipun Hugo mempunyai perasaan kepada Nada, tapi dia tidak berusaha mendekatinya. Dia tidak akan merebut Nada dari pemiliknya.
"Aku tidak percaya, kita sama-sama lelaki pasti akan mendekati saat ada kesempatan." Pandu menatap tajam Hugo. Ucapan Hugo tidak membuatnya tenang, dia masih menuduh Hugo ingin mendekati istrinya.
"Kau boleh tanya Nada, Sabrina atau buka ponselku ini. Apa ada obrolan di chat?" Hugo memberikan ponselnya.
Pandu mengambil benda pipih di hadapannya, ia tanpa ragu mengecek pembicaraan dengan Nada. Dan semua pekerjaan tidak ada yang menjurus ke masalah pribadi. Bahkan panggilannya bisa dihitung jari dengan waktu yang sebentar.
"Apa kau percaya sekarang?" Hugo mengambil ponsel miliknya kembali. "Ketakutanmu ini, mungkin saja karena selama ini kau yang melakukannya," tebak Hugo.
Opini Hugo dengan tingkah Pandu itu karena dia sendiri yang bertingkah seperti itu. Sehingga, dia takut orang lain melakukan hal yang sama.
"Jangan asal menuduh," katanya kelimpungan.
"Kita sama-sama lelaki katamu, aku tahu pasti itu. Kalau kau memang sungguh-sungguh ingin kembali berjuanglah," nasehat Hugo. Dia bukan orang jahat yang meminta hubungan seseorang bubar karena dia menginginkan istrinya.
"Kau tidak perlu menasehatiku, aku cuma mau kau jangan terlalu sering bertemu dengan istriku," kata Pandu sembari berdiri.
"Aku tidak bisa janji, kerja sama kami baru juga dimulai," ujar Hugo dengan mengakat kepalanya untuk menatap Pandu.
"Batalkan kerja sama kalian, semua ganti rugi aku yang akan tanggung." Pandu kembali duduk untuk membuat kesepakatan.
"Sorry, aku tidak bisa. Ini menyangkut perusahaan bukan masalah pribadi. Jadi kau tidak bisa mencampur adukkan," tolak Hugo.
Dia memang tidak mendapatkan Nada, tapi setidaknya dia bisa melihat dia. Dan semua ini juga karena keuntungan kedua belah pihak.
"Aku akan bayar dua kali lipat, batalkan kerja samanya dan menjauh dari kehidupan Nada." Pandu menawarkan harga yang sangat besar demi Hugo pergi.
Hugo menggelengkan kepala, ia melipat kedua tangannya di dada.
"Pandu, kau rela mengeluarkan uang sebanyak ini?" katanya dengan senyuman aneh. Dia sangat pelit untuk nafkah Nada, tapi untuk hal seperti ini dia rela mengeluarkan uang banyak.
"Tentu saja, kenapa kau pikir aku tidak sanggup?" ucapnya dengan wajah kesal, matanya menatap tajam seperti siap memangsa orang di depannya.
"Sebenarnya apa yang ingin kau cari, kau begitu mudah mengeluarkan uang untuk hal tidak penting. Tapi untuk istrimu?" Hugo menanyakan tujuan Pandu melakukan hal itu.
Pandu terdiam, dia tidak bisa langsung menjawab pertanyaan Hugo. Dia sendiri tidak tahu, kenapa dia sangat mudah mengeluarkan uang untuk orang lain?
Namun, Pandu merasa sayang jika memberikan uang banyak-banyak kepada Nada.
"Jangan memikirkan gengsimu, lebih baik uangmu kau gunakan untuk yang lebih bermanfaat." Hugo menepuk pundak Pandu lalu berdiri.
"Apa Nada mengatakan sesuatu?" Pandu curiga Nada mengatakan hal-hal jelek tentang dirinya di hadapan orang lain.
"Kau harusnya bersyukur memiliki Nada, dia sangat baik menjaga aibmu," katanya lalu meninggalkan Pandu.
Hugo bergumam dalam hati, jika Pandu menyia-nyiakan kesempatan terakhirnya. Dan terus menyakiti Nada. Ia akan merebutnya meskipun harus berdarah-darah.
Setelah bertemu dengan Hugo, Pandu langsung mendatangi Nada. Dia sudah mencerna perkataan dari Hugo.
Dia harus segera memperbaiki sebelum Nada jatuh di tangan orang lain.
"Assalamualaikum." Pandu memberikan salam.
"Papa!" teriak Shanum sembari berlari ke arah papanya.
Dia memeluk erat lelaki yang lama tidak berjumpa, ia menciumi pipi papanya.
"Papa, ayo masuk," ucapnya dengan nada yang terjeda.
Nada tidak bisa menghalangi putrinya untuk bertemu ayahnya. Meskipun, dia malas bertemu tapi dia tidak mau egois.
"Nada, boleh aku masuk?" tanya Pandu dengan suara pelan.
"Masuk saja," katanya tanpa melihat wajah suaminya.
Nada melanjutkan aktivitasnya pekerjaanya, ia mengabaikan kedatangan Pandu.
"Apa kamu tidak mau kita bermain bersama?" tanya Pandu.
Pandu sudah melewatkan banyak moment untuk bermain bersama anak dan istrinya. Banyak alasan saat dulu Nada mengajak bermain. Bahkan rencana pergi yang dijanjikan oleh Pandu sampai saat ini belum terealisasi.
"Tidak, aku ada kerjaan," jawabnya ketus.
Pandu tidak jadi masuk, ia duduk di kursi sebalah Nada.
"Maafkan, aku menyulitkanmu. Karenaku, kamu harus repot bekerja," ucapnya dengan suara sedih. Dia sedang menunjukan penyesalannya kepada Nada.
Nada menegakkan tubuhnya, "Aku sama sekali tidak merasa repot. Justru aku bahagia bisa bekerja lagi. Bisa mendapatkan uang dan menggunakan semauku."
Pandu menganggukan kepala, "Semua ini memang salahku. Harusnya aku menberikan semua uangku agar kamu tidak kekurangan."
Nada menyeringai, "Asal kamu tahu Mas, aku sebenarnya tidak kekurangan uang. Meskipun aku tidak bekerja perusahaan itu tetap miliku."
Nada memberikan pengertian jika dia tidak kekurangan selama ini. Uangnya terus mengalir dalam rekeningnya. Hanya saja dia tetap meminta haknya.
Pandu menurunkan Shanum, dan meminta Tuti untuk membawanya pergi.
"Kalau kamu memang sudah memiliki uang, kenapa masih mempermasalahkan saat aku memberimu uang sedikit?" tanya Pandu. Niat baiknya kini dia kubur dalam-dalam mendengar lontaran kalimat Nada.
"Kamu memang sengaja ingin pisah?" tuduhnya. "Kamu egois, Nad."
"Aku egois?" katanya lalu tertawa. "Mas, kalau saja kamu mau jujur sama aku. Ibumu tidak akan pernah kekurangan uang. Adikmu bisa S3 di luar negeri," celoteh Nada.
Jika memang Pandu terbuka, keluarga mereka tidak akan sangat loyal.
"Itu alasan kamu saja kan, pada dasarnya kamu memang pelit," sambar Wina saat berjalan mendekati teras. "Kau menyembunyikan uangmu. Karena tak ingin membagi dengan kami," imbuhnya.
Wina tidak menyangka dia itu kaya raya, dia pikir Nada hanya karyawan biasa. Dia tambah rumah ibunya yang lebih bagus dari miliknya membuat dia memandang rendah keluarga Nada.
"Ibu, kenapa datang ke sini?" Pandu berdiri menarik tangan ibunya menjauh dari Nada.
"Memangnya kenapa? Ibu cuma mau melihat cucu ibu." Wina memandang Pandu aneh karena menanyakan kedatangannya.
"Buk, aku bisa bawa Shanum ke rumah. Ibu tak perlu datang ke mari," ujar Pandu, kedatangan ibunya itu selalu tidak tepat sering membuat kekacauan.
Nada menutup laptopnya, "Kalian lebih baik melanjutkan diskusi di rumah sendiri. Jangan di rumah orang," kata Nada lalu bergegas masuk ke rumahnya lalu mengunci pintu.
Pandu berlari ke depan pintu sembari menggedor-gedor pintu. "Nada, buka pintu atau aku dobrak!"