Aldo, seorang mahasiswa pendiam yang sedang berjuang menyelesaikan skripsinya, tiba-tiba terjebak dalam taruhan gila bersama teman-temannya: dalam waktu sebulan, ia harus berhasil mendekati Alia, gadis paling populer di kampus.
Namun, segalanya berubah ketika Alia tanpa sengaja mendengar tentang taruhan itu. Merasa tertantang, Alia mendekati Aldo dan menawarkan kesempatan untuk membuktikan keseriusannya. Melalui proyek sosial kampus yang mereka kerjakan bersama, hubungan mereka perlahan tumbuh, meski ada tekanan dari skripsi yang semakin mendekati tenggat waktu.
Ketika hubungan mereka mulai mendalam, rahasia tentang taruhan terbongkar, membuat Alia merasa dikhianati. Hati Aldo hancur, dan di tengah kesibukan skripsi, ia harus berjuang keras untuk mendapatkan kembali kepercayaan Alia. Dengan perjuangan, permintaan maaf, dan tindakan besar di hari presentasi skripsi Alia, Aldo berusaha membuktikan bahwa perasaannya jauh lebih besar daripada sekadar taruhan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon orionesia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pengkhianatan yang Terungkap
Alia berusaha menahan rasa sakit saat tangan pria besar itu mencengkeram lengannya dengan kasar. Dia mencoba melawan, tapi kekuatannya tidak sebanding dengan pria itu. Napasnya semakin memburu, sementara pandangannya terus terpaku pada Rio. Sosok yang selama ini dia percayai, kini berdiri di depannya dengan wajah dingin, seakan tak ada rasa bersalah sama sekali.
"Kenapa, Rio?" Alia bertanya lagi, kali ini suaranya nyaris bergetar. "Kenapa lo lakukan ini?"
Rio tidak menjawab segera. Dia hanya menatap Alia dengan mata tajam, seolah sedang menimbang-nimbang sesuatu dalam pikirannya. Alia bisa merasakan jarak yang semakin melebar di antara mereka, bukan hanya fisik, tapi juga emosional. Di saat yang sama, pria besar itu menariknya semakin kuat, memaksanya berdiri lebih dekat dengan Rio.
"Lo selalu nanya kenapa, Alia," Rio akhirnya berkata. "Tapi lo nggak pernah benar-benar nyoba buat ngerti. Dunia gue jauh lebih rumit daripada yang lo pikir."
Alia terdiam, dadanya terasa sesak mendengar kata-kata itu. Semua kebohongan yang Rio sembunyikan darinya selama ini terasa semakin nyata, seperti lapisan kabut yang perlahan menghilang, memperlihatkan kebenaran yang pahit. "Kalau emang rumit, kenapa lo nggak pernah jujur sama gue?" tanya Alia, mencoba mengendalikan emosinya. "Kenapa lo nggak pernah bilang apa yang sebenarnya lo lakuin?"
Rio menghela napas panjang. "Karena lo nggak akan bisa ngerti, Alia. Lo nggak pernah siap buat tahu kebenaran ini. Kalau lo tahu dari awal, lo pasti udah ninggalin gue."
"Kebenaran apa?" Alia memotong, suaranya meninggi. "Gue ada di sini sekarang, Rio. Gue udah terlibat, suka atau nggak."
Pria besar yang mencengkeram Alia tertawa pelan. "Dia nggak bohong, Rio. Cewek ini ternyata lebih keras kepala daripada yang kita kira."
Rio melirik pria itu sejenak sebelum kembali menatap Alia. “Lo mau tahu kenapa? Baik. Gue kasih tahu sekarang.” Dia mendekat, suaranya berubah menjadi lebih rendah dan dingin. "Gue nggak punya pilihan lain. Gue harus masuk ke dalam jaringan ini untuk nyelametin diri gue sendiri. Kalau nggak, hidup gue udah habis sejak lama."
Alia terpaku mendengar pengakuan itu. “Jaringan ini... apa mereka ngancem lo?” tanyanya, meskipun di dalam hatinya dia tahu jawabannya mungkin jauh lebih rumit dari sekadar ancaman.
Rio menggelengkan kepala. “Ini lebih dari sekedar ancaman, Al. Ini tentang bertahan hidup. Lo pikir gue mau terlibat dalam semua ini? Lo pikir gue nikmatin jadi bagian dari mereka?” Dia tertawa pahit. “Nggak, Alia. Gue nggak punya pilihan. Mereka punya kendali penuh atas gue, dan sekarang lo juga masuk ke dalam masalah ini.”
Pria besar itu kemudian berkata, “Kita nggak punya banyak waktu, Rio. Kita harus bawa cewek ini sebelum mereka datang.”
Mendengar itu, Alia langsung sadar. “Siapa yang lo maksud?” Dia berusaha melepaskan diri, tapi cengkeraman pria itu semakin erat. Alia bisa merasakan dinginnya logam senjata yang tergantung di pinggang pria itu, semakin membuatnya panik.
Rio mendekat lagi, kali ini lebih serius. “Gue udah ngasih lo kesempatan buat berhenti, Al. Tapi lo nggak mau dengar. Sekarang, kita harus keluar dari sini sebelum semuanya terlambat.”
“Gue nggak akan ikut lo!” Alia menegaskan, berusaha menahan tangis yang sudah mengambang di matanya. “Lo udah bohongin gue! Gue nggak tahu siapa lo lagi!”
Wajah Rio menegang sejenak, tapi sebelum dia sempat merespons, tiba-tiba suara pintu berderit keras terdengar dari belakang. Semua kepala langsung menoleh ke arah sumber suara. Cahaya dari luar menerangi ruangan gelap itu, memperlihatkan siluet seseorang yang berdiri di ambang pintu.
Pria besar itu langsung mengeluarkan senjatanya, mengarahkan ke sosok yang baru datang. Tapi Rio dengan cepat menghentikannya dengan lambaian tangan. “Tunggu,” katanya cepat. “Gue kenal dia.”
Alia berusaha mengenali sosok itu dari balik bayangan. Saat akhirnya sosok itu melangkah masuk, jantungnya nyaris berhenti. Itu Aldo.
“Aldo?” Alia berseru, tak percaya. Wajah Aldo terlihat serius, lebih tegang daripada biasanya. Dia berdiri di sana dengan napas terengah, jelas baru saja berlari. Di tangannya, dia memegang sesuatu yang terlihat seperti ponsel.
“Apa yang lo lakuin di sini, Do?” tanya Rio dengan nada waspada. “Lo seharusnya nggak ikut campur.”
Aldo tidak menjawab langsung. Dia hanya menatap tajam ke arah Rio dan pria besar itu. “Gue nggak bisa tinggal diam setelah tahu apa yang lo rencanain, Rio. Lo udah keblinger.”
Rio tersenyum tipis, tapi senyumnya penuh ketegangan. “Gue udah bilang, Aldo. Ini bukan urusan lo.”
“Tapi ini udah jadi urusan gue sejak lo nyeret Alia ke dalamnya,” Aldo membalas dengan tegas. “Gue nggak akan biarin lo ngerusak hidupnya.”
“Lo pikir lo bisa ngelawan gue?” Rio mengangkat alis, seolah-olah menantang Aldo.
Sebelum Aldo sempat menjawab, tiba-tiba pria besar itu melangkah maju, mengangkat senjatanya ke arah Aldo. “Gue bisa selesain ini sekarang, Rio,” katanya dengan nada ancaman. “Anak ini udah terlalu banyak ikut campur.”
Aldo tidak mundur. “Lo mau nembak gue? Silakan, tapi lo harus tahu sesuatu dulu.”
Pria itu tampak bingung sejenak. “Apa maksud lo?”
Aldo mengangkat ponselnya, memperlihatkan layar yang menyala. “Gue udah rekam semua percakapan kita dari awal. Dan sekarang, polisi udah tahu semua ini.”
Rio langsung bereaksi, wajahnya berubah panik. “Lo bohong!”
Aldo menggelengkan kepala, tetap tenang. “Lo bisa coba gue kalau mau. Tapi gue yakin, dalam hitungan menit, mereka akan sampai di sini.”
Pria besar itu tampak goyah, tapi belum menurunkan senjatanya. Rio, di sisi lain, tampak bimbang, seperti sedang berusaha memutuskan apa yang harus dia lakukan. Mata Alia beralih dari Aldo ke Rio, jantungnya berdetak kencang.
Rio akhirnya melangkah maju, menatap Aldo dengan tatapan dingin. “Lo nggak ngerti, Aldo. Lo nggak tahu seberapa dalam masalah ini.”
Aldo tidak mundur. “Gue ngerti satu hal, Rio. Lo udah terlalu jauh, dan lo nggak bisa mundur lagi. Tapi lo bisa milih sekarang—nyerahin diri atau biarin semuanya hancur.”
Suasana di ruangan itu tegang. Setiap detik terasa begitu panjang, seolah-olah waktu berhenti. Alia hanya bisa berdiri di sana, berharap bahwa keputusan yang akan diambil Rio bukanlah keputusan yang menghancurkan semuanya.
Tiba-tiba, suara sirene terdengar dari kejauhan, semakin mendekat. Rio menoleh cepat, wajahnya semakin tegang. Pria besar itu segera bereaksi, tapi Rio mengangkat tangannya, menghentikannya.
“Polisi udah di sini,” kata Rio pelan, nadanya penuh dengan keputusasaan.
Aldo menatap Rio tanpa berkedip. “Ini kesempatan terakhir lo, Rio. Apa pilihan lo?”
Rio menatap Alia sejenak, lalu Aldo, dan akhirnya menghela napas panjang, penuh kepasrahan. Tapi sebelum dia sempat membuka mulut untuk menjawab, pria besar di sampingnya tiba-tiba mengangkat senjatanya lagi, kali ini langsung mengarah ke Alia.
“Kalau gue harus jatuh, dia ikut jatuh sama gue,” katanya dengan nada penuh ancaman. Jari telunjuknya sudah berada di pelatuk, siap menembak kapan saja.
Alia menahan napas, merasakan dunia di sekelilingnya berubah menjadi lebih sunyi. Apa yang akan terjadi selanjutnya?