Di Ujung Sesal

Dendam telah membuatku terpuruk lebih dalam. Karena keinginanku untuk rujuk bersama Kayla ditolak mentah-mentah membuatku merasa kehilangan harga diri terlebih dia memilih Bram, teman dari masa lalunya dan kebetulan adalah bosku.

Sungguh suatu kebetulan kami satu sama lain saling terkait. Takdir atau suatu kebetulan semata aku bertemu Kayla saat Bram menugaskan aku survei di daerah kelahiran mendiang istrinya untuk membuka kantor cabang.

Siapa sangka itu menjadi awal pertemuanku kembali dengan Kayla. Mantan istriku yang terpaksa aku ceraikan karena ibuku ingin menimang cucu. Namun, cucu yang ia dambakan tidak kunjung hadir dan pernikahan keduaku juga berakhir kandas karena Wulan selingkuh.

Rasa sesal terus berkelindan di hatiku seiring aku pada akhirnya tau kalau memiliki darah daging dari Kayla. Istri yang aku cerai pada akhirnya, karena dia mengatahui aku menikah diam-diam.

Dia yang menghilang sebelum sempat aku serahkan surat cerai ternyata sengaja pergi sejauhnya membawa benihku di rahimnya juga luka hati tentunya. Kayla memilih membesarkan Bella seorang diri dari pada menuntut tanggung jawabku dengan memberitahuku tentang kehamilannya.

Sepuluh tahun dia berjuang sendiri tanpa hadirku. Bella bertumbuh dengan sempurna. Mereka bahagia menikmati hari-hari penuh rasa suka cita. Hingga aku datang dengan egoisnya memporak-porandakan segalanya.

Aku begitu memaksakan keinginan hatiku. Lupa dengan luka yang aku tabur sepuluh tahun yang lalu. Ketika Kayla bereaksi keras menolakku menjadikan pijar api yang membara di hatiku. Penolakan demi penolakannya itu menyentil harga diriku. Setiap irisannya menelurkan niat jahat dihatiku, makin membutakan mata dan menulikan telinga.

Aku telah dikuasai emosi dan terobsesi dengan impian ingin kembali memiliki Kayla. Semakin aku mendekat semakin dia menjauh membuatku kehilangan akal. Terlebih kehadiran Bram semakin memperparah keadaan. Bram ternyata seorang pria dari masa lalunya. Sebuah cerita diantara mereka yang belum pernah dimulai dan juga belum usai. Buktinya, pertemuan mereka mengawali kembali kisah yang terputus.

Harusnya juga aku tidak perlu mencari tau atau begitu penasaran dengan kusah mereka dan ketika aku mengetahui cerita tentang mereka membuatku terbakar api cemburu.

Seharusnya juga aku tak perlu turut campur dengan kehidupan Kayla mengingat kalau hubungan kami telah terputus sepuluh tahun lalu.

Semua karena ego. Sampai disatu hari aku nekad menjumpai Kayla dan dibawah pengaruh alkohol nyaris hendak menodainya. Masalah semakin rumit dan itu semua bermula dari ulahku.

Gagal mendapatkan Kayla, aku alihkan sasaranku pada Bram. Karena dialah satu-satunya penghalang keinginanku. Meskipun dia adalah bosku, orang yang telah memercayakan aku jadi manajernya toh, jasanya itu tidak menghalangi niat burukku.

Lalu aku merencanakan kecelakaan itu, aku ingin Bram sekalian saja mampus biar aku bisa menguasai hartanya dan Kayla. Rencana yang seharusnya matang itu karena sudah aku rancang seakurat mungkin ternyata harus aku sesali. Karena Bella putriku turut jadi korban. Dan sialnya Kayla, mengetahui kalau akulah dalang dari kecelakaan itu. Tanpa sengaja aku bertemu Kayla di area parkir sebuah pusat perbelanjaan.

Anak buahku melaporkan ada tiga orang di dalam mobil. Salah satunya Bella. Aku begitu terpukul saat segalanya telah terlambat. Apalagi saat melihat Bella yang berlumuran darah, perasaan bersalah itu telak menohok jantungku.

Terlebih aku tidak bisa datang mendekatinya untuk meminta maaf. Kayla terlalu murka untuk aku dekati meski untuk minta maaf.

Kayla tidak salah. Siapa yang sudi memaafkan bajingan seperti aku yang tega mencelakai anaknya sendiri. Aku ingin mendekati Bella meminta maaf atas ulahku, tapi Bram telah mengadukan aku ke polisi sehingga gerak gerikku telah diawasi. Bahkan dia menempatkan beberapa orang pengawal di luar.

Aku menghubungi Kayla untuk meminta bertemu. Aku ingin meminta maaf dan akan menyerahkan diri pada polisi untuk bertanggung jawab atas perbuatanku. Kayla menolak bertemu, dan aku berencana untuk pergi saja meninggalkan mereka. Karena itulah aku mengundurkan diri dari pekerjaanku. Tetapi semua rencanaku gagal total aku berhasil tertangkap saat akan menyeberang ke Pulau Jawa.

Pelarianku berakhir dibalik jeruji besi. Berteman sesal yang tidak berkesudahan. Karena aku telah menghancurkan sendiri masa depanku juga harapan ibuku. Ibuku sangat terpukul melihat kenyataan yang terjadi padaku. Dan lebih terpukul lagi saat beliau tau aku lakukan semua itu karena Kayla, mantan menantunya yang dia abaikan.

Entah Ibu menyesal atau tidak, tapi aku melihat betapa dalam sesal dimata tua itu. Mungkin atas perbuatannya pada Kayla, atau karena rasa malu atas ucapannya dulu yang begitu angkuh kalau Wulan akan memberikan cucu-cucu yang dirindukan selama ini.

Nyatanya semua impian itu hancur. Wulan menghianati aku dan Ibu. Dan cucunya telah lahir dari rahim seorang ibu yang beliau zolimi. Cucu yang mungkin tidak akan sudi menyebutnya nenek. Cucu yang tidak aka pernah memberikan pelukan hangat padanya sama seperti kepadaku.

Mungkin hanya berharap pada waktu, akan datang pengakuan itu, meski menunggu entah berapa kalender akan dilampaui semua itu pantas aku terima sebagai konsekuensi dari perbuatanku.

"Ibu, ngapain lagi datang kemari. Ibu tidak usah menjegukku." ucapku dengan nada sedikit tinggi saat ibu kembali datang mengunjungiku di penjara. Aku tau persis bagaimana repotnya kalau ibu datang karena duduk diatas kursi roda. Rena pasti kesusahan memenuhi keinginan ibu. Mana anak-anaknya masih kecil pastinya dititipkan pada tetangga. Merepotkan saja jika hanya sekedar unyuk melihatku.

"Ibu kepikiran terus nak soal kemarin yang kamu bilang."

"Soal apa lagi, Bu, Kayla?" ucapku.

"Bukan. Cucu Ibu. Kamu bilang Kayla punya anak. Siapa namanya?" Ibu mencoba mengingat sesuatu.

"Bella. Namanya Bella, Bu."

"I- iya, Ibu ingat sekarang. Seperti siapa rupanya, nak. Apakah dia mirip kamu atau Kayla?" Ibu menanti jawabanku penuh harap. Netranya mengerjap tidak sabar.

"Dia mirip denganku, tentunya dengan Kayla juga."

"Sudah Ibu kira, karena anak perempuan pasti meniru ayahnya. Dia pasti lucu dsn menggemaskan." Mata tua itu menerawang jauh, membingkai hayal mewujudkan seraut wajah di pelupuk netranya. Sekilas aku melihat genangan yang sengaja beliau bendung agar tak luruh.

"Ibu ingin sekali bertemu, tapi tidak mungkin 'kan?" cetusnya lirih.

Seperti ada sebilah balok menghantam jantungku mendengar gumanan ibu. Aku pura-pura mengabaikan dan menoleh ke arah lain. Dengan ujung blus yang ibu kenakan, mengusap bening air yang akhirnya jatuh disudut matanya.

"Ibu ingin bertemu, Bella?" ucapku setelah suasana sepi menyergap kami beberapa saat.

"Keinginan Ibu terlalu tinggi, nak. Ibu tidak berani bermimpi, karena perlakuan Ibu di masa lalu."

"Jika Ibu mau, biar aku sampaikan pada, Kayla. Aku akan memohon padanya, Bu. Walau harus dicaci maki atau apa." ucapku tercekat. Dalam hati aku juga mengakui akan sulit mewujudkan harapan Ibu. Tapi aku akan mencobanya, demi Ibu. ***

Akankah Kayla bermurah hati? Mempertemukan nenek dan cucunya?