Cinta tak harus memiliki itulah yang di rasakan dua insan yang saling mencintai namun takdir memisahkan keduanya hingga harus rela mengikhlaskan satu sama lain demi kebaikan bersama. Cinta yang begitu tulus dan suci harus tertahan di dalam dada sebab tak ingin menyakiti siapapun dan membuat semuanya menjadi runyam. Itulah yang di rasakan oleh Lucy Abelia dan Sean Fernando. Keduanya sama-sama berkeinginan untuk hidup bersama namun takdir berkata lain sehingga membuat insan yang saling mencintai itu hidup di jalannya masing-masing. Walaupun cinta Lucy dan Sean sangat kuat, namun keduanya tetap menerima takdir dan mensyukuri segala hal yang terjadi pada mereka. Sean menjalani hidupnya bersama wanita pilihan orang tuanya, sedangkan Lucy memilih hidup sendiri hingga akhir.
Bagaimana kisahnya, apakah ada kesempatan bagi keduanya untuk hidup bersama atau keduanya tetap berada di jalannya masing-masing? Yuk ikuti terus kisahnya.
Ig: Jannah99islami
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon jannah sakinah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ambisi Steven.
Seperti yang dikatakannya, Sean benar-benar menyelesaikan urusannya, tepatnya menyelesaikan urusannya dengan Tasya.
Sean benar-benar tidak takut lagi jika hidupnya hancur karena menurutnya semenjak pernikahan itu terjadi disaat itulah dia menganggap hidupnya telah hancur.
"Tasya," teriak Sean sembari berteriak di apartemennya.
Kemana wanita kurang ajar itu! Batin Sean sembari mencari Tasya di seluruh ruangan yang ada di dalam apartemennya.
Karena tak menemukan Tasya akhirnya Sean pun menghubungi Rena untuk bertanya keberadaan Tasya di kediaman kedua orang tuanya. Sean menggeram kesal ketika mendapatkan kabar dari Rena jika Tasya tak berada di kediamannya.
"Kemana wanita itu?!" gumam Sean lalu menendang kursi yang berada di depannya.
Jika di saat ini Sean sedang frustasi mencari Tasya, maka berbeda halnya dengan Tasya yang saat ini tengah bersantai di kediaman kedua orang tuanya. Ia sengaja tak kembali ke apartemen Sean sebab ia tau Sean pasti akan mencarinya dan meluapkan amarahnya kepadanya.
"Maaf sayang, besok aku akan pulang," gumam Tasya lalu menikmati jus jeruknya sembari menonton video penggusuran toko Lucy.
"Hhhh, lucu sekali," gumam Tasya sembari tertawa puas melihat toko Lucy yang roboh karena perbuatan Buldozer.
"Cih, sih bodoh ini selalu saja mengganggu ku!" umpat tanya dengan ketus ketika acara menontonnya terganggu disebabkan panggilan masuk dari Steven.
Dengan berat hati, Tasya pun mengangkat panggilan masuk dari Steven. Jika saja bukan karena ancaman video berkualitas tinggi itu, mungkin ia akan memblokir pria brengsek itu, bukan hanya dari sosial media saja namun juga dari kehidupannya.
"Halo," ucap Tasya dengan nada datarnya seakan mengisyaratkan kepada Steven jika ia tak suka berbicara dengannya.
"Sayang, aku ingin bertanya," ucap Steven langsung ke inti pembicaraan.
"Bertanyalah, waktuku tak banyak," ucap Tasya dengan datar sembari memandang langit gelap di luar sana.
"Apakah kau yang merobohkan toko Lucy?" tanya Steven sembari menaikkan satu alisnya di ujung sana.
"Ya, begitulah," ucap Tasya dengan santainya tanpa merasa bersalah.
"Kenapa?" tanya Steven seakan tak suka dengan tindakan Tasya yang mengerikan itu.
"Kenapa kau kelihatan seperti orang yang sedang khawatir? Apa kau tak suka dengan yang aku lakukan!" ucap Tasya dengan nada tak sukanya. Steven berhasil membuatnya moodnya menjadi hilang.
"Tentu saja! Ini sudah masuk ke perbuatan kriminal!" ucap Steven mencoba menasehati Tasya.
Sih brengsek ini sangat menyebalkan sekali,,, Apakah dia menghubungiku hanya untuk ini? Ah, yang benar saja! Batin Tasya menghela nafas jengah nya.
"Kau berisik sekali! Bukankah kau juga sama denganku ingin melakukan perbuatan kriminal kepadanya? Kau tidak lupa kan, jika kau mendekatinya hanya untuk menjebaknya," ucap Tasya berhasil membuat Steven bungkam. Dia baru ingat dengan apa yang sebelumnya ia rencanakan.
"Iya, tapi tidak dengan menghancurkan tempat tinggalnya. Apa kau tidak berpikir jika posisimu berada di posisi nya?" ucap Steven namun di anggap angin lalu oleh Tasya.
"Aku tidak peduli, yang penting musuh bebuyutan ku itu menderita dan jika perlu ia mati sekalian!" ucap Tasya membuat Steven sadar jika Tasya bukanlah wanita yang baik.
Jadi seperti ini sifat aslinya? Baiklah sayang aku akan memaksamu berada di jalan yang benar. Sudah cukup kau membuat banyak masalah yang besar! Jangan panggil aku Steven jika aku tak bisa mengendalikan hidupmu! Batin Steven sembari tersenyum smirk di ujung sana.
"Dasar Licik, aku semakin menyukaimu sayang," ucap Steven mulai mengikuti permainan Tasya.
"Benarkah?" tanya Tasya berpura-pura tersanjung.
"Tentu saja," ucap Steven tanpa menghilangkan senyum liciknya.
"Baiklah sayang, aku tidur dulu ya," ucap Tasya dengan nada pura-pura lembutnya.
"Iya sayang, tidurlah dengan nyenyak. Semoga kau bermimpi indah," ucap Steven lalu Tasya langsung memutuskan sambungan telepon nya tanpa menjawab. Walaupun Steven kesal dengan tindakan Tasya itu namun ia cukup senang dan puas sebab berhasil menyimpan rekaman pembicaraan nya dengan Tasya. Ia akan menjadikan rekaman itu sebagai senjata untuk melumpuhkan Tasya.
"Aku akan segera memilikimu! Aku tak akan menunggu lebih lama lagi. Dan aku pastikan, kau dan suamimu itu akan segera berpisah!" gumam Steven dengan seringai liciknya.
Sepertinya aku harus mencari informasi yang lebih detail tentangnya. Batin Steven mulai kurang percaya dengan Tasya.
🍒🍒🍒
Waktu berlalu begitu cepat, tak terasa pagi sudah datang lagi. Lucy yang menetap di kediaman Brian tak mau berpangku tangan. Ia memilih membantu keluarga itu dengan semampunya. Seperti pagi ini, walaupun tubuhnya masih rada-rada sakit, namun Lucy tetap memaksakan dirinya untuk membantu Sela menyiapkan makanan di dapur.
Karena Lucy jago memasak, maka sangat muda baginya menyiapkan makanan dengan cepat. Bukan hanya cepat saja, namun dalam waktu yang singkat Lucy dan Sela berhasil membuat beberapa menu makanan. Karena sudah waktunya jam sarapan pagi, para penghuni rumah lainnya pun mulai berdatangan ke meja makan. Semuanya tersenyum melihat banyak makanan yang tersaji di atas meja.
"Wah,,, banyak sekali Ma makanannya. Kelihatannya enak," ucap Brian terpukau dengan hidangan yang berada di hadapan nya.
"Ini semua Lucy yang memasaknya sayang, Mama hanya bantu doa dan melihat saja, hhhh," ucap Sela dengan jujur sembari tertawa bahagia.
"Wah, jadi tak sabar ingin mencicipinya," ucap Brian lalu langsung duduk di kursi langganan nya. Karena tak sabar memakan masakan wanita yang di sukainya, Brian pun member nasi dengan cepat dan mengambil beberapa lauk pauk untuk di letakkan di piringnya. Setelah selesai, Brian pun mulai menikmati sarapan miliknya.
"Ayo sayang kita ikut sarapan," ajak Sela yang di angguki Lucy.
"Baik Tante," ucap Lucy sembari tersenyum lembut.
"Hm, enak," ucap Brian dan adiknya secara bersamaan. Lucy yang melihat kedua orang itu hanya tersenyum malu. Ia tak terbiasa di puji seperti itu.
"Benar sayang, ini sangat enak," ucap Sela setelah memasukkan sesuap makanan ke dalam mulutnya. "Kamu juga makan sayang," ucap Sela yang di balas Lucy dengan anggukkan kecil.
"Kakak belajar masak dimana?" tanya adik Brian yang bernama Stefani.
"Belajar secara otodidak dik," jawab Lucy dengan jujur membuat semuanya semakin takjub melihatnya. Bahkan Sela sangat ingin Lucy menjadi menantunya.
"Wah, keren. Nanti ajarin Stefani ya kak," ucap Stefani yang di angguki Lucy.
"Iya dik, ayo tambah," ucap Lucy yang di angguki Stefani.
Kini mereka pun sibuk menikmati sarapan paginya sembari berbicara ringan. Pagi ini adalah pagi yang paling berkesan bagi Brian dan keluarga nya sebab kehadiran Lucy. Wanita yang jauh dari kata feminin itu sangat pandai mengambil hati seseorang. Karena hidup mandiri dan jauh dari orang tua, Lucy menjadi wanita yang pandai membawakan diri dan pandai memposisikan dirinya dimana pun ia berada. Bahkan selama jauh dari kedua orang tuanya dan keluarga, Lucy selalu membiayai hidupnya dengan hasil keringatnya sendiri tanpa meminta biaya dari keluarganya yang terbilang orang yang berada.