Alina Putri adalah Gadis muda yang baru berusia 17 tahun dan di umur yang masih muda itu dirinya dijodohkan dengan pria bernama Hafiz Alwi. Pria yang berumur 12 tahun di atas Alina Putri.
Keduanya dijodohkan oleh orang tua masing-masing karena janji di masa lalu yang mengharuskan Alina dan Hafiz menikah.
Pernikahan itu tentu saja tidak berjalan mulus, dikarenakan Hafiz meminta Alina untuk tetap merahasiakan hubungan mereka dari orang lain dan ada batasan-batasan yang membuat keduanya tidak seperti suami istri pada umumnya.
Bagaimanakah kisah mereka selanjutnya? Simak terus kisah mereka berdua di “Istri Sah Mas Hafiz”
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon muliyana setia reza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hafiz Mulai Kagum Dengan Sosok Alina
Hafiz memandangi sekaligus memperhatikan betapa bahagianya Alina ketika tertawa dan tanpa sadar Hafiz pun ikut tertawa lepas.
Ya Allah, apakah ini pertanda bahwa Mas Hafiz bisa kumiliki? (Batin Alina)
Alina segera memalingkan wajahnya seraya menghapus air matanya yang hampir saja menetes. Kemudian, kembali menatap suaminya seraya tersenyum.
“Ayo kita naik sama-sama, mari kita lepaskan penat kita di tempat ini,” ucap Alina mengajak Hafiz untuk mengantre tiket masuk naik wahana Kora-kora.
Mereka berhasil membeli karcis wahana kora-kora dengan sangat antusias, terlebih lagi Alina yang tidak sabar ingin naik wahana tersebut.
Beberapa jam kemudian.
Setelah puas berkeliling, mereka memutuskan untuk nongkrong di cafe outdoor yang ternyata pengunjungnya sangat ramai. Kebanyakan dari mereka adalah muda-mudi yang ingin sekedar nongkrong sekaligus membawa pasangan mereka untuk sekedar minum kopi menikmati suasana malam dengan berkumpul.
“Terima kasih,” ucap Alina pada Hafiz yang datang dengan membawa kopi susu.
“Bagaimana menurutmu tempat ini?” tanya Hafiz.
“Alina sangat suka tempat ini Mas. Mungkin dikemudian hari ini bisa menjadi lokasi favorit kita,” jawab Alina tersenyum cantik.
Hafiz menghela napas, tiba-tiba ia teringat kejadian 3 tahun yang lalu. Di mana ia dan Fatimah bertengkar cukup hebat, hanya gara-gara Fatimah tak suka pergi ke tempat nongkrong di cafe outdoor seperti itu.
Kalau saja Fatimah bisa seperti Alina ketika diajak ke tempat seperti ini, pasti kami tidak akan bertengkar pada malam itu. (Batin Hafiz)
“Mas, tidak seru kalau hanya duduk seperti ini. Mas mau dengar suara Alina tidak?” tanya Alina.
“Maksudmu?” tanya Hafiz yang tak paham dengan pertanyaan Alina.
Alina beranjak dari duduknya dan penuhpenuh percaya diri naik ke sebuah panggung kecil.
“Kak, boleh saya bernyanyi satu lagi saja?” tanya Alina pada MC panggung kecil tersebut.
Hafiz dari tempat duduknya memperhatikan Alina yang dengan penuh semangat memegang mic.
Apa yang sebenarnya akan ia lakukan? (Batin Hafiz)
Musik mulai memainkan nadanya dan suara Alina pun terdengar.
Prok! Prok! Prok!
Muda-mudi yang ada di cafe outdoor itu bertepuk tangan dengan semangat dan ada juga yang memberikan siulan ketika Alina bernyanyi.
Hafiz hanya bisa melongo mendengar suara Alina yang sangat merdu. Alina malam itu sangatlah bersinar layaknya seorang bidadari.
1 jam kemudian.
Sesampainya di hotel, Hafiz hanya diam membisu. Hal itu tentu saja membuat Alina bertanya-tanya mengenai diamnya Hafiz.
“Mas ada masalah apa?” tanya Alina penasaran.
Hafiz menelan salivanya dengan susah payah ketika merasakan sentuhan Alina di bahunya.
“Ti..tidak ada masalah apa-apa,” jawab Hafiz terbata-bata.
“Mas sakit ya? Alina buatkan teh ya,” ucap Alina yang bergegas pergi ke dapur untuk membuatkan teh.
Tak berselang lama, Alina datang dengan membawa teh untuk suaminya.
“Besok kita sudah pulang ke rumah, rasanya Alina ingin berlama-lama di sini, Mas Hafiz,” ujar Alina sembari meletakkan teh ke atas meja. “Mas juga cepat sembuh, agar perjalanan kita tenang,” imbuh Alina.
“InsyaAllah di kesempatan berikutnya kita akan kembali ke sini. Dan satu lagi, Mas sama sekali tidak sakit. Hanya saja masih sedikit terkejut dengan apa yang terjadi di panggung tadi,” pungkas Hafiz.
“Benarkah?” tanya Alina malu-malu.
Kuakui, kali ini Alina terlihat semakin cantik dan Aku sangat kagum dengan sikapnya. (Batin Hafiz)
Alina tersenyum lebar ketika Hafiz mengiyakan. Kesempatan Alina untuk mendapatkan hati Hafiz tentu saja sudah di depan mata.
Aku sangat yakin, bahwa Mas Hafiz akan melihatku dengan mata terbuka dan melupakan wanita itu. (Batin Alina)
“Mas minum ya,” ucap Hafiz yang hendak minum teh buatan Alina.
“Hati-hati Mas, tehnya masih panas,” sahut Alina.
Hafiz meminum teh tersebut dengan perlahan, kemudian ia tersenyum karena teh yang Alina buat sangat pas.
Karena Hafiz sedang santai seraya minum teh, Alina memutuskan untuk tidur terlebih dulu. Ia sangat berharap hari berikutnya tidak ada lagi air mata yang harus ia keluarkan karena sikap Hafiz.
Keesokan pagi.
Setelah sholat subuh berjama'ah, Alina langsung mengemasi pakaiannya. Sementara Hafiz lanjut tidur, karena ia hanya tidur selama 3 jam.
“Assalamu'alaikum, Iya Ibu,” ucap Alina berbincang dengan Ibu Mertua.
“Kalian jadi pulang hari ini?” tanya Ibu Nur memastikan mereka pulang hari itu.
“InsyaAllah kami akan pulang jam 1 siang, Bu,” jawab Alina.
“Ibu akan memasak makanan untuk kalian. Semoga saja dengan liburan kalian ini, kami segera mendapatkan kabar baik berupa seorang bayi,” tutur Ibu Nur.
Deg!
Alina terdiam, ia tidak bisa berkata-kata. Sebenarnya tidak salah dengan ucapan Ibu mertuanya, namun yang jadi masalah ia dan Sang suami belum pernah melakukan hal sejauh itu.
“Alina, kamu masih disitu?” tanya Ibu Nur karena Alina tak bersuara.
“Ibu, Alina tutup dulu ya. Masih ada beberapa hal yang harus Alina selesaikan untuk persiapan pulang,” ujar Alina.
Setelah mengakhiri panggilan telepon, Alina duduk sejenak di sofa seraya memandangi Hafiz yang tengah tertidur.
Apakah akan ada pelangi setelah hujan dalam rumah tangga kami? Akankah kami sama-sama bisa mempertahankan rumah tangga yang didasari oleh perjodohan orang tua kami? (Batin Alina)
Alina mengucap istighfar dan kembali melanjutkan pekerjaannya yang tertunda.
Usai mengemasi pakaiannya dan memisahkan pakaian mana yang akan ia kenakan, Alina pun bergegas mandi untuk membersihkan diri.
“Mas Hafiz sudah bangun dari tadi?” tanya Alina sambil menggosok rambutnya dengan handuk.
“Lumayan,” jawab Hafiz yang sedang berleha-leha di atas tempat tidur.
Melihat Alina yang sudah berpakaian lengkap, membuat Hafiz hanya bisa mengernyitkan keningnya.
“Mas Hafiz segerlah mandi, setelah itu kita sarapan bersama di bawah,” tutur Alina.
Hafiz tiba-tiba turun dari tempat tidur dan berjalan perlahan mendekati Alina.
“Tunggu Mas selesai mandi, biar Mas yang menyisir rambut kamu,” ucap Hafiz.
Setelah mengucapkan kalimat tersebut, Hafiz berbalik untuk mengambil handuk miliknya dan masuk ke dalam kamar mandi. Sementara Alina terlihat gugup dibarengi dengan detak jantungnya yang berdetak lebih kencang.
Alina berjalan mondar-mandir, ia sungguh gugup dengan apa yang akan Hafiz lakukan pada rambutnya.
Apa ini? Mas Hafiz tiba-tiba ingin menyisir rambutku? (Batin Alina)
Hafiz telah selesai membersihkan diri, sementara Alina tengah duduk di sofa sambil tersenyum canggung ke arah Hafiz.
Dengan masih menggunakan handuk, Hafiz berjalan mendekati Alina dan merah lah pipi Alina.
“Ayo Mas sisir sekarang juga,” ucap Hafiz mengajak Alina untuk duduk di kursi meja rias.
Alina mengangguk pelan dan berjalan menuju kursi meja rias dengan terus menundukkan kepalanya.
kan anak ibu
kalau hafiz yang cari sama aja numbalin rumah tangga mereka.