Kiana hanya mencintai Dio selama sembilan tahun lamanya, sejak ia SMA. Ia bahkan rela menjalani pernikahan dengan cinta sepihak selama tiga tahun. Tetap disisi Dio ketika laki-laki itu selalu berlari kepada Rosa, masa lalunya.
Tapi nyatanya, kisah jatuh bangun mencintai sendirian itu akan menemui lelahnya juga.
Seperti hari itu, ketika Kiana yang sedang hamil muda merasakan morning sickness yang parah, meminta Dio untuk tetap di sisinya. Sayangnya, Dio tetap memprioritaskan Rosa. Sampai akhirnya, ketika laki-laki itu sibuk di apartemen Rosa, Kiana mengalami keguguran.
Bagi Kiana, langit sudah runtuh. Kehilangan bayi yang begitu dicintainya, menjadi satu tanda bahwa Dio tetaplah Dio, laki-laki yang tidak akan pernah dicapainya. Sekuat apapun bertahan. Oleh karena itu, Kiana menyerah dan mereka resmi bercerai.
Tapi itu hanya dua tahun setelah keduanya bercerai, ketika takdir mempertemukan mereka lagi. Dan kata pertama yang Dio ucapkan adalah,
"Kia, ayo kita menikah lagi."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nana_Noona, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26
Jarak yang cukup jauh –dikisaran 50-60 meter– tetap bisa membuat Dio meyakini bahwa dua manusia yang sedang bersenda gurau itu adalah istrinya, Kiana Ayu Ardhiona dengan laki-laki brengsek yang tak ingin ia sebut namanya. Keduanya sedang asik saling melempar candaan tanpa sadar bahwa sepasang mata Dio memandang tajam. Mengawasi, mencari timing yang tepat untuk memergoki.
Ah ... Dio meralat persepsinya.
Ia tidak sedang memergoki isterinya berselingkuh. Dio cukup tahu diri, dirinya dan Rosa mungkin melakukan lebih dari perbuatan Kiana yang dilihatnya. Namun itu bukan lagi hal yang penting, sebab yang menjadikannya penting adalah laki-laki itu.
Laki-laki yang sama, setahun silam.
Dio mencengkeram kemudi dengan rasa marah. Melihat laki-laki itu tersenyum tanpa beban membuat harga dirinya terhina, terasa diinjak-injak. Hingga keinginannya untuk turun dan membuat Kiana terkejut, urung. Barulah setelah isterinya itu melangkah lebih dulu, meninggalkan si laki-laki, Dio turun dari mobilnya dan mendekat.
"Apa yang kamu lakukan itu hanya demi membuat saya marah, 'kan?"
Dio kini berhadapan dengan Arshaan. Sekitar 10 meter dengan suasana yang tidak enak. Arshaan tak bodoh, ia tahu bahwa laki-laki di hadapannya sedang dibalut cemburu dan dipenuhi kemarahan. Tapi ia memang tak berniat kabur. Sebab belakangan ini, bayangan Kiana yang cemberut setiap kali ia menggodanya menjadi primordial di ingatan.
"Nggak juga."
"It's all not funny. Jangan bawa-bawa Kiana dalam urusan saya dan kamu."
"Our problems is finished one year ago. Apa yang kamu lihat barusan murni hanya karena Kiana."
"Are you crazy? Kiana's my wife."
"Istri yang kamu seret dalam pernikahan tanpa cinta?"
Dio mendengus, mengejek. Ia memalingkan pandangannya pada lautan kebun teh. Pikirannya dipenuhi kesal kini. Berhadap-hadapan dengan orang yang paling ingin ia hindari selama setahun ini. Terlebih ucapannya barusan terlalu tepat untuk disanggah.
"Jangan ikut campur," jawab Dio tajam.
"Kamu menyakiti dia."
"Lihat ... siapa yang bicara?" ejek Dio. "Itu bukan urusan kamu."
"Jadi urusanku karena aku tertarik sama dia."
Dio tertawa. Benar-benar tertawa. Apa yang diucapkan Arshaan terasa lucu baginya. Mengingatkan dirinya pada kejadian satu tahun lalu yang selalu ia coba kubur. Walau nyatanya, sesekali, atau sering kali, setiap melihat wajah Arshaan, kenangannya muncul.
"Tertarik? With my wife?"
Dio tertawa lagi, Arshaan mendengus.
"You haven't made love with her, right? Sudah hampir empat bulan pernikahan bahkan kamu belum bisa menjamah dia karena yang ada dalam otak kamu adalah perempuan lain. Istri? Hah, jangan melucu Dionata, it's not funny, you hurt her –"
"Brengsek!"
Dio melepaskan sebuah pukulan di wajah Arshaan, tepat. Membuat laki-laki itu terhuyung. Disela tawanya, Arshaan meludah. Ada noda merah yang menyertai. Ia jelas tertawa. Teringat yang pernah terjadi sebelumnya.
Sama.
"Jangan sok tahu!" hardik Dio. Ia kini mencengkeram kaos Arshaan dengan kedua tangannya. "Apa hobi kamu memang merusak milik orang lain?"
"Hah! Apa yang terjadi sekarang benar-benar karena aku tertarik sama dia. Terlebih setelah tahu kalau kamu masih main-main dengan Oca selayaknya laki-laki bujangan."
"Kiana yang memilih bertahan," jawab Dio datar. Tangannya sudah melepaskan kaos Arshaan. Ia sudah menyadari bahwa orang-orang sedang melihat kearah mereka. Termasuk perempuan berambut panjang yang tergopoh-gopoh berlari ke arah mereka berdua.
Kiana.
"Aku yang akan membuat dia memilih untuk bercerai," jawab Arshaan pelan, di dekat telinga Dio.
Belum sempat Dio melepaskan tinju lagi ke wajah Arshaan, Kiana memburu. Berlari kearah mereka, memposisikan diri berada di tengah-tengah keduanya dan berteriak.
"Stop!"
******
"Kamu kenapa menyusul ke sini? Urusan kantor gimana? Ini juga, kenapa main tonjok-tonjok anak orang sih."
Di sebuah kamar besar lantai dua, Dio dan Kiana, duduk berhadapan. Laki-laki itu duduk di kursi sedangkan Kiana di tempat tidur. Jaraknya dekat, lutut mereka bahkan beradu. Mulut Kiana sibuk mengomel, sedangkan tangannya sibuk mencari luka di wajah, tangan, bahkan hampir pada tubuh Dio.
Kiana khawatir, tentu saja. Tubuh Arshaan lebih tinggi dari suaminya. Ia tadi bahkan bisa melihat sudut bibir Arshaan terluka. Praduganya, Dio mungkin juga terluka lebih banyak. Meski setelah lima menit sibuk mencari, suaminya baik-baik saja.
"Aku sudah bereskan urusan kerjaan untuk hari ini. Meeting besok aku re-schedule."
Kiana meletakkan tangan Dio kembali. Ia menghela napas panjang.
"Kalian itu kenapa sih?"
"Aku nggak suka sama dia."
"Karena apa?" Kiana belum-belum sudah merasa lelah. Ia bahkan harus rela berpindah kamar dari tempat Jehan dan Stevi untuk kemudian satu kamar dengan Dio. Come on, ini Dionata Dierja, anak pemilik perusahaan. Sudah pasti mendapatkan kamar yang terbaik tanpa perlu berbagi dengan yang lain.
"Karena kamu."
Jawaban Dio jelas membuat Kiana terkejut.
"Aku? Kenapa aku?" Kiana menunjuk wajahnya sendiri dengan tampang cengo.
"Dia suka sama kamu." Dio menatap Kiana dengan lekat.
"Dia mah memang suka sama semua spesies di bumi selama itu betina."
Kiana berusaha mencairkan suasana. Ia tidak ingin membuat Dio semakin salah paham.
"Dia tertarik sama kamu. Entah karena urusanku sama dia yang belum selesai, atau memang dia pure tertarik sama kamu."
Kiana tak menjawab. Ia hanya memandang Dio dengan perasaan bingung. "Lantas? Kalau dia tertarik sama aku, kenapa kamu harus terganggu?"
Kiana tahu, ini licik. Ia mencari tahu isi hati Dio lewat apa yang dilakukan Arshaan. Sebab sejujurnya, yang terbersit kini di benaknya hanyalah meminta bantuan pada Arshaan. Lewat laki-laki itulah, Kiana ingin mencari tahu lagi bagaimana perasaan suaminya pada dirinya. Ia ingin validasi, bahwa Dio benar-benar bisa cemburu.
Dio tak menjawab.
"Kamu sayangnya sama Rosa, 'kan? Lalu ... apa yang jadi masalah sekalipun aku ada affair dengan Arshaan?"
Dio masih juga belum menjawab.
"Tenang aja. Aku nggak akan membuat Ayah dan Mama malu," ucap Kiana.
Kiana bangkit dan hendak meninggalkan Dio ketika laki-laki itu menahan tangan Kiana. Membuat ia menoleh dan keduanya saling menatap. "Dia laki-laki berengsek, Kia. Aku takut kamu terluka karena dekat-dekat dengan dia."
"Aku justru merasa terluka karena kamu, bukan dia. Kamu tahu kenapa? Karena yang aku cintai itu kamu, bukan dia."
Kiana melepaskan genggaman tangan Dio pada jemarinya tatkala laki-laki itu tak menjawab satu dua patah kata lagi. Membawa perasaannya yang mendung, menjauh. Ia harus bergabung dengan yang lainnya untuk menetralkan kegundahannya.
^^^
TEKAN LIKENYA DONGGGGGGG
bagus banget recommended