Hangga menatap gadis kecil di hadapannya,
" bunda sedang tidak ada dirumah om.. ada pesan? nanti Tiara sampaikan.." ujar gadis kecil itu polos,
Hangga menatapnya tidak seperti biasanya, perasaan sedih dan bersalah menyeruak begitu saja, mendesak desak di dalam dadanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Semangka
Tiara sibuk bermain ikan dengan Hanum, sementara papa dan mama Hangga duduk di kursi kayu, di bawah pohon durian.
Pak Hermawan sedang sibuk memperhatikan orang orang yang sedang sibuk memetik rosela.
Sementara bu Hermawan sedari tadi menatap Tiara yang tertawa cekikikan dengan Hanum karena berkali kali gagal menangkap ikan di kolam samping Villa.
Semakin di lihat oleh bu Hermawan, semakin mirip saja, apalagi kalau di bandingkan dengan foto masa kecil Hangga.
" Hangga kemana?" tanya pak Hermawan,
" sedang melihat kebun jeruknya di bawah, tidak tau sebelah mana," jawab si ibu,
" tau begitu aku ikut, bosan lontang lantung.."
" Alah.. lusa juga sudah pulang.."
" jangan lusa lah, besok saja ma.."
" lusa pah, janjimu kan lusa?"
melihat mata yang sudah melotot itu, pak Hermawan hanya menghela nafas.
" Tampaknya kau terobsesi sekali dengan Tiara ma, awas bola matamu loncat.." ujar Hermawan tau sedari tadi istrinya menatap Tiara.
" Makin kulihat hatiku makin terasa aneh.. andai tidak mirip mungkin aku tidak akan se curiga ini pa?"
Hermawan diam diam ikut berpikir,
" mungkin memang harus di cari tau.. setelah pulang kita ke Yudi saja,"
" Yudi tidak akan bicara.."
" pasti ada jalan, entah apa.. kita harus mengadakan pendekatan.." ujar Hermawan pada istrinya.
Istirahat siang, Rani tidak berkumpul di kantor seperti biasanya, ia tetap diam di ruangan kelas satu.
" Tumben kau diam sendiri, kenapa?" Diah tau tau menyeret satu kursi siswa dan duduk disamping Rani.
" Sedang ingin disini saja mbak.." jawab Rani sedikit tertunduk, jujur saja ia malu dengan apa yang sudah terjadi padanya, ia malu dengan orang sekitarnya, apalagi pada pekerjaannya.
" Tiara kemana? Sakit?"
Rani menggeleng,
" bolos? Rewel?"
Rani diam,
dan kediamannya itu membuat Diah semakin penasaran.
" Ada masalah dengan mantan suamimu lagi?"
Rani masih diam, ia terlihat enggan bicara.
" Dia sudah tau soal tiara?"
" belum.."
" lalu? Apa yang membuatmu gelisah?"
" Tiara sedang bersamanya, sejak kemarin.."
" lho? Kok kau ijinkan?"
" mak Dar memberikannya saat aku masih belum pulang, saat aku menjemputnya dia malah tertidur dan akhirnya tidur disana,"
" tinggal di jemput saja nanti, toh dia tidak tau, kau tidak usah banyak pikiran.."
" masalahnya aku ikut tidur disana semalam, dan..." Rani tidak meneruskan kalimatnya, ia tertunduk.
" Terjadi sesuatu diantara kalian??" tanya Diah cepat setengah berbisik.
Rani diam,
melihat kediaman Rani, tangan Diah dengan cepat membuka jaket rani.
Sontak Diah melotot, pantas saja Rani menggenakan jaket dan tidak berkumpul di kantor hari ini.
" Edann...!" suara Diah lumayan keras, tapi untung saja suara anak anak bermain di luar lebih keras.
" Kalian kan sudah tidak terikat hubungan suami istri??" Diah masih melotot,
" Karena itu.."
" kau tidak menolak??"
Rani lagi lagi diam,
" jujur saja aku bingung pada diriku," jawab Rani, dan kebingungan itu terlihat jelas di raut wajahnya.
" Kau mencintainya??" tanya Diah membuat Rani tertegun,
Cinta..? Ucap Rani dalam hati, ia benar benar tidak bisa menerka perasaannya sekarang.
" Lah! Malah ngelamun..! Aku sedang bertanya padamu, setidaknya jawablah dengan jujur?!" tekan Diah membuat Rani semakin kebingungan.
" Tidak sampai begitu kok mbak.. Aku menghentikannya, mau di taruh mana wajahku.. apalagi aku seorang guru, harusnya aku menjadi contoh yang baik kan.."
" lho, bukan itu pertanyaanku Ran, aku tanya kau mencintainya?
kok jawabnya tidak sampai seperti itu,
kalian menyelesaikan hal itu atau tidak, sungguh itu terserah,
kau manusia biasa, aku faham..
kau juga merawat Tiara sendiri selama ini tanpa campur tangan seorang laki laki satu pun aku faham..
kau mungkin terdesak kesepian sehingga melakukan hal itu.." kata Diah panjang lebar.
" Apa memang aku terdesak kesepian.. masa aku begitu mudahnya mbak, hanya karena kesepian.." Rani terlihat sedih,
" bisa juga karena kau mencintainya tanpa kau sadari,"
lagi lagi kata kata Diah membuat hati Rani bergetar, herannya Rani kebingungan apa arti getaran itu.
" Bagaimana bisa aku mencintainya? aku dan dia menikah karena terpaksa, dan usia pernikahan kami hanyalah enam bulan?" ujar Rani,
" mana tau Ran, namanya juga hati, bisa saja itu mekanisme jiwamu, yang kecewa, lalu terbiasa melihatnya di sampingmu,
meski kau bilang dia tidak bicara, tapi sikapnya lebih gentleman dari pada kakaknya,
tidak banyak bicara, tapi sikapnya berhati hati dan menghargai mu,"
ujar Diah,
" Apalagi perawakan nya hampir sempurna sebagai seorang laki laki, tinggi, gagah, ganteng, perempuan mana yang tidak jatuh cinta..
perasaan yang mungkin dulu sebiji jagung,
setelah bertemu lagi, mungkin saja jadi sebesar semangka, dan sekarang semangka yang besar itu sedang mendesak desak hatimu, ia sudah siap di petik dan di belah.." imbuh Diah.
Rani lama berpikir,
" Sepertinya tidak mungkin.." ujarnya kemudian,
" tidak mungkin apanya?"
" mencintainya?"
" bagaimana ada hal yang tidak mungkin? Padahal dia ayah dari anakmu?
Mau taruhan, dia juga merasakan ketertarikan yang sama,
perasaan yang sama,
biji jagung yang berubah jadi buah semangka,
kenapa tidak kalian makan saja bersama sama semangka itu, lalu bagikan semangka yang manis itu pada putri kalian..
bukankah itu baik?"
Rani menghela nafas,
" Aku tidak mengenali perasaanku mbak, yang aku tau, setiap dia berdekatan denganku atau menyentuhku, rasanya ada yang mengalir dalam darahku,
perasaan yang aneh, namun rasanya hangat,
berbeda dengan apa yang pernah kurasakan pada kakaknya,
aku senang selama dengan kakaknya, tapi tidak pernah ada desiran seperti saat berdekatan dengan adiknya.." akhirnya Rani bicara terus terang pada Diah.
" Belajar memaafkan dan menerima masa lalu Ran,
setelah itu berhasil kau lewati,
aku yakin, kau pasti bisa melihat perasaanmu dengan jelas nanti.." nasehat Diah.
.....