NovelToon NovelToon
Unblessed Story

Unblessed Story

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Spiritual / Romansa / Ahli Bela Diri Kuno / Penyeberangan Dunia Lain
Popularitas:9k
Nilai: 5
Nama Author: iyan al

Seorang gadis yang selalu mengeluh tentang hidupnya yang membosankan tiba-tiba saja di transmigrasi ke sebuah dunia antah berantah, menguak rahasia besar yang selama ini ia lupakan.

Penyerangan yang tiba-tiba membuat dirinya mau tidak mau harus meninggalkan seseorang yang menarik perhatiannya saat ia tiba.

Akankah gadis itu berhasil menguak identitas yang ia lupakan? Bisakah takdir mereka menyatu kembali? Apakah benang merah mereka mengkhianati mereka?

⚠️Perubahan pov akan terjadi untuk mendukung cerita, harap teliti agar tidak terlewat dan bingung.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon iyan al, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Putra Mahkota

Dua mil dari arah selatan tempat Chyou makan, sebuah kegaduhan terjadi di kamar putra mahkota yang baru saja dibicarakan.

"Tuan muda, sudah aku peringatkan untuk CEPAT BANGUN!"

Bagai sebuah petir di tengah hari, teriakan itu berhasil membuat seorang pemuda yang masih bergelayut manja dengan selimut langsung bangun dan duduk, jantungnya berdetak dua kali lebih cepat daripada biasanya. Belum sempat ia tersadar dari kagetnya, sebuah tendangan mendarat di pundaknya, membuat putra mahkota itu jatuh dari kasur dan berguling di lantai.

Pemuda itu meringis setelah merasakan badannya terasa ngilu, tangannya mengelus sumber ngilu di pundaknya,  sedangkan matanya melihat sekeliling yang terasa familiar. Ruangan itu sangat luas tapi sangat kosong, hanya berisi sebuah kasur yang besar berlapis kain putih yang menutupi kasur. Di samping kasur terdapat sebuah meja berukuran sedang yang di atasnya terdapat tumpukan-tumpukan perkamen berwarna coklat dan berusia sangat tua, ada juga gulungan bambu berbagai ukuran yang terletak di ujung meja.

Fokusnya beralih ke atas kepala kasur, di sana terpajang sebuah lukisan besar yang dibingkai dengan rapih. Lukisan dengan dominan warna merah dan coklat kayu, seperti pemandangan di hutan mapel yang di sisi kirinya terdapat dua orang pemuda dan seorang wanita. Garis-garis merah terlihat samar di lukisan itu, seperti ada hujan darah yang turun membasahi hutan.

Setelah itu ia menatap seorang gadis yang berdiri tidak jauh dari meja, dan mulai protes, "bukankah sudah kubilang berhenti menendangku, Arius!"

"Selamat datang, Xian, omong-omong aku kemari untuk meneruskan pesan dari pengadilan." 

Protes yang dilayangkan itu hanya ia anggap sebagai angin lalu, tangan kanannya memegang gulungan kertas yang tersegel, lalu melemparkannya ke Xian yang masih duduk di lantai. Setelah itu, Arius berjalan ke pintu, memerintahkan pelayan yang berjaga untuk mengambil makanan dan melayani putra mahkota mereka.

"Oh benar, aku sudah kembali." 

Xian berjalan ke arah jendela besar yang ada di sampingnya, kedua tangannya membuka tirai dengan lebar, membiarkan cahaya matahari berlomba-lomba masuk ke dalam kamar, ia menyipitkan matanya ketika cahaya matahari itu mengisi retinanya secara tiba-tiba, lalu tersenyum ketika matanya sudah terbiasa dengan cahaya dan memandang kota Altissimo di depannya.

Arius yang membaringkan tubuhnya di atas kasur menghadap Xian, menyangga kepalanya menggunakan lengan, menatap ke arah pemuda yang baru saja ia tendang. Senyuman terukir di wajahnya ketika pemuda itu mengusap rambut tanpa mengalihkan perhatiannya dari jendela. Sebuah pemandangan yang sangat indah, tubuh tinggi menjulang dengan pundaknya tegap dan kokoh, seperti beban dunia tidak akan bisa membuatnya bungkuk.

Setelah puas mandi sinar mentari, pemuda itu membuka gulungan kertas dan membaca dengan saksama. Keningnya mengkerut dalam dan bibirnya terbuka, menggerutu lalu mengutuk sang pengirim surat setelah ia selesai membaca, pemandangan itu tidak luput dari penglihatan Arius.

"Apa salahku? Mengapa aku di panggil tidak ada hentinya?" 

Arius menggelengkan kepala menjawab gerutuan Xian, tertawa pelan lalu berkata, "namun sebelum itu cepat pergi ke ruang tahta, aku dengar pak tua menunggumu." 

"Bukankah dia sudah mengusirku? Untuk apa sekarang memanggilku? Bahkan aku tiba-tiba tidur di kamar ini."

Tanpa menunggu jawaban, Xian tiba-tiba menghilang dan muncul di ruang tahta tanpa aba-aba, membuat seluruh orang di ruangan itu merasa kaget dan siaga, setelah melihat jika yang datang adalah Xian, mereka mengendurkan sikap waspada, menggantinya dengan tatapan tajam karena pemuda itu menggunakan baju asing bagi mereka, rambutnya berantakan, sama sekali tidak menghargai orang yang berada di hadapannya.

Mengabaikan tatapan itu, Xian menyenderkan tubuhnya di salah satu pilar sambil menguap, ia tidak ragu untuk merenggangkan ototnya yang terasa kaku, setelah itu, kedua tangannya bersedekap di dada, memandang remeh orang-orang di ruangan itu.

Ruang tahta itu terlihat sangat megah, anak tangga yang berjumlah puluhan bergantung pada pilar-pilar yang berdiri kokoh, lapisan emas tak jarang ia lihat di tempat tempat tertentu, sangat megah dan berlebihan. Pakaian yang dijahit menggunakan benang emas dengan jahitan yang rumit yang di pakai raja terlihat seirama dengan tampilan ruang tahta.

Sang raja duduk di kursi tahta, di temani beberapa penasihat yang duduk tidak jauh dibawahnya, menatap bawahnya tanpa ekspresi, wajah keriputnya terlihat datar menatap remeh siapa saja yang berada di bawahnya.

"Xian, kau ini seorang pangeran, dimana letak sopan santunmu?" 

Salah satu penasehat kerajaan menyuarakan keluhannya, mukanya itu sudah tertutupi warna merah menahan amarah.

"Aku lupa menaruhnya dimana, lagi pula untuk kalian yang selalu mendapat hormat dari kerajaan dan warganya ini, sepertinya tidak perlu mempermasalahkan jika kekurangan satu rasa sopan santun dari rakyatnya."

Meski Xian mengatakannya dengan datar, namun nada mengejeknya masih bisa ditangkap dengan jelas. Bibirnya menyunggingkan senyuman yang sudah pasti palsu, matanya menatap tajam satu per satu wajah yang berada di ruang tahta.

"Xian duduklah, ayah ingin berbicara."

"Waktuku tidak banyak, Yang Mulia." 

"Ayah-"

Belum selesai Raja berbicara, seseorang masuk ke dalam ruang tahta setelah menendang pintu dengan kencang hingga pintu itu terlontar jatuh di samping Xian. 

Pemuda itu memakai jubah berwarna ungu dengan tudung yang terpasang di kepalanya, semua orang di ruang tahta tidak bisa melihat wajah dari orang misterius itu. Jaraknya dengan Xian tinggal berjarak beberapa langkah lalu pemuda itu berhenti 2 langkah tepat di hadapan Xian.

"Didi, ayah memanggilmu." 

Pemuda berjubah ungu berkata dengan lantang, pemuda itu berjalan dengan penuh wibawa ke arah Xian, menghiraukan prajurit dan penasihat kerajaan yang sudah bersiaga karena kedatangannya.

"Dimana? Aku memiliki beberapa pertanyaan penting." 

Melihat kedatangan sang kakak, Xian membungkukkan dirinya memberi hormat, pemuda itu mengusak rambut Xian dengan gemas lalu mendengarkan Xian protes yang tidak terima di perlakukan sebagai anak kecil dengan sabar.

"Ikuti aku."

"Oh ya, aku bukanlah darah dagingmu dan aku bukan lagi pangeran kerajaan ini setelah kau mengusirku! Bersenang-senang saja dengan para penghangat ranjangmu itu! Semoga Tuhan dan ibuku mengutuk kalian dari atas sana hingga kalian semua menjadi kerak di neraka, terkutuk lah kalian."

Setelah itu, Xian berlalu begitu saja mengikut pemuda berjubah ungu yang sudah pergi ke arah pintu ruang tahta, mereka berjalan dengan tegas tanpa suara, membuat orang-orang dengan kekuatan yang menghadangnya berkeringat dingin, merasa jika kekuatan mereka sudah berada di tahap yang lain.

Portal cahaya muncul tepat di hadapan pemuda berjubah ungu setelah ia menjentikkan jarinya, pemuda itu dan Xian masuk ke dalam portal, membuat seluruh istana dibuat gempar karena selama ini tidak ada seorang manusia pun yang bisa membuat portal tanpa menggambar pola dan mengucap mantra, kejadian ini sangat langka dan menakjubkan.

Dalam sekejap mata pula pemandangan istana yang megah itu berganti menjadi ruangan hampa, sepanjang mata memandang hanya akan menemukan warna putih.

"Aku benci warna putih." 

Xian mengibaskan bajunya, piyama tidurnya kini berubah menjadi sebuah kaos putih berbalut jaket kulit hitam dengan benang perak yang membentuk pola. Celana hitam panjangnya dipadukan dengan sepasang sepatu boots hitam yang di hiasi rantai-rantai perak dengan bandul panjang. Jika Xian berjalan bisa terdengar suara dentingan rantai yang sangat ringan.

Setelah mengubah penampilannya, ruangan putih itu berganti menjadi sebuah ruang tamu dengan tiga buah kursi yang mengelilingi meja berukuran sedang di tengah ruangan, di atas meja itu sudah disiapkan beberapa camilan dan 3 buah cangkir yang berisi teh yang masih mengeluarkan asapnya, seperti baru saja dibuat.

Mereka berdua duduk di kursi berhadapan, mengunci kedua bibirnya dengan rapat, tapi tidak lama setelahnya, Xian membuka percakapan, "Gege, mana ayah?"  

Di hadapannya, pemuda yang ia panggil Gege itu sudah melepas jubah ungunya, menampilkan bajunya yang berlapis-lapis berwarna biru dan putih, sebuah giok putih yang menggantung di pinggangnya. Buku yang ia baca, ia letakkan di meja, lalu menggeleng karena tidak tahu. Pemuda itu terkekeh saat melihat cara makan Xian yang seperti bayi, ia membersihkan remahan cemilan yang ada di sekitar bibir Xian menggunakan sapu tangannya.

"Akhirnya kau datang juga anak nakal, mengapa tidak mengunjungiku dan kakakmu disini?"

Seseorang laki-laki muncul dengan tiba-tiba di belakang Xian, menarik telinga Xian dengan kencang, membuatnya menjerit sakit. Setelah Xian memohon ampun, laki-laki itu melepaskan tangannya dari telinga Xian. Xian mengelus telinganya yang memerah dan mulai melancarkan aksi protesnya.

"Ayah, bukankah aku sedang dihukum? Maka dari itu aku tidak mengunjungi kalian."

Meskipun sedang protes, Xian tersenyum senang saat melihat laki-laki itu. Hatinya menghangat karena laki-laki itu tidak berubah sama-sekali. Laki-laki itu adalah sang Kaisar utama di dunia para dewa atau biasa dikenal sebagai pengadilan surga. Kaisar itu sering di panggil dengan sebutan Kaisar Jun namun sebenarnya nama aslinya adalah Juan.

Juan memakai pakaian berlapis emas dengan pita sutra berwarna emas yang mengelilingi tubuhnya tanpa terjatuh yang terlihat indah dengan kulitnya yang berwarna putih pucat. Sebuah simbol berwarna emas berpendar di dahinya. Pakaian dan mahkota emas terpasang dengan sangat pas di tubuhnya, seakan tercipta khusus untuknya.

"Di hukum apanya? Kau hanya menjalankan sebuah misi bukan sebuah hukuman." 

Setelah mengatakan itu Juan duduk di satu-satunya sofa yang tersisa, ia menuang teh ke cangkirnya dan meminumnya dalam sekali teguk. Xian meringis melihatnya, meski mereka tidak bisa merasakan panas dari makanan manusia, tapi tetap saja ia masih mengingat rasanya ketika ia masih menjadi seorang manusia dulu sekali.

"Sebenarnya ayah memanggilmu untuk memberimu misi- tunggu jangan dipotong ayah belum selesai. Kau akan menjalankan misi bersama Jenar dan jangan kau kira ayah tidak mengetahui hutangmu di celah dunia."

Xian berusaha membujuk Juan, "Ayah, dunia itu milikku dan aku tidak pernah berhutang sebelumnya. Menjalankan misi bersama gege akan lebih melelahkan, ayah mau jika gege merasa lelah? Aku saja yang turun.... bersama Arius?" 

Sebuah kacang kenari mendarat di dahi Xian dengan kencang, pemuda itu mengaduh karena sakit sedangkan sang pelaku tidak mempedulikannya, malah menatap Xian dengan tajam, lalu membela diri, "aku tidak setua itu untuk merasa lelah."

"Terus saja bersama gadismu itu, ayolah ayah akan melunasi hutangmu setelah berhasil menjalankan misi ini." Bujuk Juan.

Aura suram kembali mengelilingi tubuh Xian, "bukan gadisku, kami hanya teman dan aku tidak pernah berhutang."

"Ayah tidak mau tahu, kau harus menjalankan misi ini bersama Jenar. Apa kau tidak ingin melihat si manis di tengah teratai? Ayah mendengar banyak cerita tentang si manis itu dari para pejabat." 

Juan menatap Xian penuh harap agar anaknya itu merasa tertarik.

"Siapa dia?" tanya Xian

"Dia adalah seseorang yang tinggal di tengah-tengah danau teratai." 

Sebuah bantal tiba-tiba saja melayang kearah Jenar, Xian mengambil satu bantal lagi dan bersiap melempar, Juan menghentikan rencananya.

"Aku tahu! Maksudku adalah apakah dia seorang iblis? Manusia? Atau dewa? Dan mengapa dia tinggal di tengah-tengah danau? Apakah dia di tinggal kekasihnya dan menjadi janda?" 

Xian memberi penjelasan lebih detail, membuat Jenar dan Juan merasa takjub dengan ketidaktahuan pemuda yang paling kecil itu—yang sebenarnya bisa dipahami karena pemuda itu baru saja kembali.

"Si manis di tengah teratai hanya seorang manusia tapi ia memiliki kekuatan yang besar, kabarnya ia baru saja keluar pengasingan dirinya dan baru-baru ini sudah berhasil menyelamatkan setiap desa yang ia lalui dari monster dan iblis. Para dewa sudah mengumpulkan informasi sebanyak mungkin namun hanya informasi itu yang mereka dapatkan. Masa lalu si manis di tengah teratai seakan tidak pernah tercatat di buku takdir karena catatan itu hilang, menyisakan robekan yang penuh dengan aura jahat. Banyak pejabat yang mencari informasi tentangnya namun selalu menemui kebuntuan dan kau tahu apa yang menarik? Misimu sekarang adalah membantu si manis di tengah teratai untuk mengatasi sebuah dungeon monster kelas atas yang ada di desa padi." 

Juan menjelaskan dengan semangat, nadanya naik turun membuat siapa saja yang mendengarnya merasa antusias. namun, Xian masih sanggup menguap, bosan mendengar cerita itu seakan ia sudah mengetahui endingnya.

Tak memperdulikan Xian, Juan tetap melanjutkan, "jika kau beruntung, si manis itu bisa saja menjadi istrimu. Itu suatu keberkahan untukmu, benar begitu?"

Helaan nafas keluar dari hidung Xian, akhirnya pasti ayahnya akan mencoba untuk mendekatkan Xian dengan orang yang memiliki potensi. Xian merasa jika misi ini tidak perlu di lakukan, toh orang itu pasti bisa menyelesaikannya sendiri.

Di saat yang bersamaan, orang yang mereka bicarakan baru saja sampai di kediamannya. Ia masuk begitu saja, berharap jika kasur yang lama ia tinggalkan tidak menjadi terlalu dingin. Matanya menyapu ruang tamu, debu melapisi meja dan kursi cukup tebal, rumahnya itu terasa sangat kosong dan dingin. Ia memaksa kakinya untuk berjalan, naik ke lantai dua, masuk ke dalam kamar yang sudah lama ditinggalkan oleh pemiliknya.

1
Naomi Arin
tambah penasaran sm episode selanjutnya wooeyy,
mampir dinovelku Mati Rasa ya gaess, sukses trs thor 😍
Husna15🐅
njirr😂
Husna15🐅
gimana klau Xian ktmu Ian d depan mata Chyou
Husna15🐅
Ooh🤭
Husna15🐅
😂
Husna15🐅
aku ngakak bentar kak🤣
Husna15🐅
hah? pantesan bnyk yg ngincer ian
Husna15🐅
tapi mimpi emang sering kek nyata, saking nyata perasaan dalam mimpi ke bawa d dunia nyata
Husna15🐅
lahh, efeknya masih ada terus ian gk sadar dri tdi
Husna15🐅
tunggu² aku kek ragu² 😂

alin itu ian kan? aduh.. gk salah inget kan akunya
Iyan: Alin itu Lian kak, tapi dia dipanggil apa aja juga nyaut
total 1 replies
Husna15🐅
hm, udah kembali ke dunia asli
Husna15🐅
akhirnya tau kondisi ian
Husna15🐅
ada hati yang harua di jaga😌
Husna15🐅
seperti hewan iblis
Husna15🐅
😂
Husna15🐅
ehh, tpi ini singa😆
Husna15🐅
dri dulu pengen pelihara harimau
Husna15🐅
kuat banget ya Xian
Iyan: Soalnya dia setiap cobaan dicobain
total 1 replies
Husna15🐅
😔
Husna15🐅
aku blm prnah nyium bau teratai
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!