Di SMA Gemilang, geng syantik cemas dengan kedatangan Alya, siswi pindahan dari desa yang cantik alami. Ketakutan akan kehilangan perhatian Andre, kapten tim basket, mereka merancang rencana untuk menjatuhkannya. Alya harus memilih antara Andre, Bimo si pekerja keras, dan teman sekelasnya yang dijodohkan.
Menjadi cewek tegas, bukan berarti mudah menentukan pilihan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon El Nurcahyani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pesona Tersembunyi dari Bimo
Bab 19
Mereka berpamitan kepada Arga dan Lita, kemudian keluar rumah. Di luar, udara malam terasa sejuk dan jalanan mulai sepi. Bimo kali ini kembali membawa motornya, Hingga angin malam sangat terasa untuk Alya dan mereka segera berangkat menuju rumah bibinya.
Di perjalanan, Bimo berusaha mencairkan suasana yang sedikit canggung. “Hasil karya kelompokmu keren juga, ya. Kayaknya kalian bakal dapet nilai bagus, deh.”
Alya tersenyum tipis. “Biasa aja kok," jawab Alya canggung.
Bimo menatap jalanan di depannya, mencari topik pembicaraan lain. “Kamu... kelihatan lebih sibuk akhir-akhir ini. Ada yang bikin kamu nggak nyaman?”
Alya menghela napas pelan. “Nggak ada apa-apa, Bim. Mungkin itu Cuma perasaanmu aja. Aku masih sama kok, nggak ada yang berubah.”
Bimo menoleh sejenak, berusaha mencari kejujuran pada diri Alya, namun hanya menemukan kebingungan. “Oke, kalau kamu bilang begitu.”
Mereka melanjutkan perjalanan dalam keheningan sejenak. Bimo merasa ada yang ingin disampaikan oleh Alya, tapi dia tahu tidak bisa memaksa. Di sisi lain, Alya merasa sedikit lega bisa menghindari pembicaraan yang lebih dalam tentang perjodohan tersebut.
Saat mereka tiba di rumah bibi, Alya turun dari motor dan mengucapkan terima kasih. “Terima kasih sudah antar aku, Bim. Hati-hati di jalan ya.” Alya mencoba perhatian seperti biasa.
Bimo tersenyum dan mengangguk. “Sama-sama, Alya. Kalau butuh bantuan lagi, jangan ragu bilang aku.”
Alya mengangguk dan melambaikan tangan sebelum masuk ke dalam rumah. Setelah Bimo pergi, Alya masuk ke ruang tamu dan menemukan ibunya sedang duduk membaca buku.
“Sudah pulang, Nak? Bagaimana proyek kerajinan mu?” tanya ibunya dengan senyum hangat.
Alya tersenyum lelah. “Sudah selesai, Bu. Kita berhasil menyelesaikannya dengan baik.”
Ibunya mengangguk puas. “Baguslah. Kamu hebat, bisa menyelesaikan semuanya.”
Alya duduk di samping ibunya, mencoba mencari keberanian untuk bertanya. “Bu, beberapa hari ini aku berusaha menghempaskan tentang perjodohan itu dari pikiranku. Tapi gak bisa," rengek Alya.
"Malah jadi bingung, yang dijodohkan itu Bimo atau Andre. Atau malah yang lain? Arga mungkin?" lanjut Alya asal nebak. Dia tahu ibunya alumni SMA Gemilang juga, siapa tahu Arga juga anak dari teman ibunya.
Ibunya Alya tersenyum lembut. “Iya, Arga juga anak dari sahabat ibu. Tapi, tentang perjodohan itu, ibu Cuma bercanda, Nak. Yang penting, kamu fokus aja sama sekolahmu. Ibu yakin, kalau kamu berprestasi di SMA Gemilang, masa depanmu akan cerah.”
"Hah? Bener Arga juga?" Alya semakin... Ah susah diungkap dengan kata-kata. Apakah ini terkejut atau apa?
Ibunya Alya tersenyum melihat tingkah anaknya, "Waktu itu kami berbincang dan iseng aja, jika anak kami lahir di tahun yang sama, kita jodohkan aja. Biar pertemanan kami tidak putus," lanjut ibunya Alya.
Mendengar cerita ibunya, Alya merasa sedikit lega. Meski tetap ada rasa bingung. Dia tahu masih banyak hal yang harus dipikirkan, tapi setidaknya malam ini dia bisa beristirahat dengan agak tenang.
"Sudah sana tidur. Besok jangan lupa anter ibu belanja. Kemarin-kemarin kan kamu gak sempet. Sibuk kerja kelompok."
Hari-hari Alya berikutnya masih bergulat dengan kebingungan tentang perjodohan. Namun begitu, waktu tak terasa beranjak. Alya hampir satu tahun sekolah di SMA Gemilang.
Dengan tahun ajaran yang hampir berakhir, SMA Gemilang sibuk mempersiapkan berbagai lomba antar sekolah yang rutin diadakan. Sekolah ini dikenal selalu berpartisipasi dalam banyak kategori, dan tahun ini tidak akan berbeda. Guru-guru dan siswa-siswa bekerja sama untuk memastikan mereka siap menghadapi tantangan.
Di antara lomba-lomba yang diikuti, ada beberapa yang menarik perhatian Alya, Arga, dan Bimo. Alya mendaftar dalam lomba debat bahasa Inggris, Arga terlibat dalam lomba sains, sementara Bimo, yang selalu dikenal pendiam namun cerdas, ikut serta dalam lomba pidato bahasa Indonesia.
Minggu-minggu menjelang lomba diisi dengan latihan yang intens. Setiap hari sepulang sekolah, Alya, Arga, dan Bimo sering kali harus tinggal hingga sore hari untuk berlatih bersama pembimbing mereka. Aula sekolah dipenuhi suara-suara debat, diskusi sains, dan pidato yang dipraktikkan dengan penuh semangat.
**Latihan Debat Alya**
Di ruang debat, Alya berdiri di depan cermin besar, berlatih dengan penuh tekun. Pak Ridwan, pembimbing debatnya, memperhatikan dengan seksama. "Alya, intonasi kamu sudah bagus, tapi coba lebih tegas lagi saat menyampaikan argumen utama," katanya sambil memberikan petunjuk.
Alya mengangguk dan mengulang kembali pidatonya dengan lebih percaya diri. "Sebagai generasi muda, kita harus memahami bahwa perubahan iklim adalah tanggung jawab kita bersama..."
**Eksperimen Sains Arga**
Di laboratorium sains, Arga dan timnya sibuk dengan berbagai eksperimen. Meja-meja dipenuhi dengan tabung reaksi, mikroskop, dan catatan-catatan ilmiah. Bu Sri, guru sains mereka, memberikan arahan dengan teliti.
"Arga, pastikan hasil pengukuran ini akurat. Kita harus bisa membuktikan hipotesis kita dengan data yang solid," kata Bu Sri sambil memeriksa catatan mereka.
Arga, meskipun masih duduk di kursi rodanya, bekerja dengan semangat tinggi. "Iya, Bu. Saya akan periksa lagi semua hasilnya," jawabnya dengan senyum penuh semangat.
**Pidato Bimo**
Di aula utama, Bimo berdiri di depan podium, berlatih pidato dengan serius. Pembimbingnya, Pak Hadi, memberikan koreksi pada gestur dan intonasinya. "Bimo, jangan lupa untuk mengatur kontak mata dengan audiens. Itu akan membuat pidato kamu lebih hidup," katanya.
Bimo mengangguk dan mencoba memperbaiki kontak matanya. "Sebagai bangsa yang besar, kita harus menghargai keberagaman dan memanfaatkannya untuk kemajuan bersama..."
Setiap hari, mereka pulang menjelang malam dengan tubuh yang lelah namun hati yang penuh semangat. Alya merasa semakin dekat dengan teman-temannya, terutama dengan Arga dan Bimo, yang selalu mendukungnya di setiap latihan.
**Hari Lomba Tiba**
Akhirnya, hari lomba yang ditunggu-tunggu tiba. Aula sekolah dipenuhi dengan suasana meriah. Para peserta dari berbagai sekolah datang dengan semangat tinggi. Alya, Arga, dan Bimo berdiri bersama teman-teman sekelas mereka, menunggu giliran tampil.
Alya merasa gugup, namun ketika melihat Bimo yang mengenakan pakaian formal, hatinya terasa lebih tenang. Bimo terlihat berbeda dari biasanya. Dengan pakaian formal, dia tampak rapi dan bersih, tidak kalah dengan Andre yang selalu tampil sempurna.
Saat Bimo naik ke panggung untuk memulai pidatonya, Alya merasa terpesona. Bimo yang biasanya sederhana dan pendiam, kini berdiri dengan penuh percaya diri. "Sebagai bangsa yang besar, kita harus menghargai keberagaman dan memanfaatkannya untuk kemajuan bersama..." Demikian sedikit adegan pidato dari Bimo.
Pidato Bimo mengalir lancar, penuh dengan semangat dan keyakinan. Alya tidak bisa menahan senyumannya. Dia tidak pernah melihat Bimo dengan cara seperti ini sebelumnya. Dia sadar bahwa Bimo memiliki pesona tersendiri yang tidak kalah dengan Andre.
Setelah Bimo selesai, giliran Alya untuk tampil dalam lomba debat. Dengan semangat yang diperoleh dari melihat penampilan Bimo, Alya merasa lebih percaya diri. Dia menyampaikan argumennya dengan tegas dan penuh keyakinan, membuat juri dan audiens terkesan.
Di tempat lain, Arga dan timnya juga berhasil mempresentasikan eksperimen mereka dengan baik. Meskipun masih duduk di kursi rodanya, Arga tidak kehilangan semangatnya. Dia menunjukkan bahwa kecerdasan dan semangat tidak bisa dibatasi oleh keadaan fisik.
Bersambung....