London, sebuah tempat yang menyisakan kenangan termanis dalam hidup Orion Brox. Dalam satu hari di musim panas, ia menghabiskan waktu bersama gadis cantik yang tak ia ketahui namanya. Namun, rupa dan tutur sapanya melekat kuat dalam ingatan Orion, menjelma rindu yang tak luntur dalam beberapa tahun berlalu.
Akan tetapi, dunia seakan mengajak bercanda. Jalan dan langkah yang digariskan takdir mempertemukan mereka dalam titik yang berseberangan. Taraliza Morvion, gadis musim panas yang menjadi tambatan hati Orion, hadir kembali sebagai sosok yang nyaris tak bisa dimiliki.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gresya Salsabila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
One Day In London 22
Suasana hati yang buruk itu, Orion bawa sampai pulang ke rumah, ketika jarum jam sudah menunjukkan angka sebelas. Sampai selarut itu, Orion diam sendiri di kantor. Bahkan, Rendy pun sudah pulang sejak sore tadi. Kekacauan yang ada dalam benak, membuat Orion tak tahu harus berbuat apa, selain mengalihkan perhatian pada pekerjaan.
Kini sesampainya di rumah, Orion masih mendapati orang tua dan saudara kembarnya duduk di ruang keluarga, menunggunya. Hal itu sedikit meleset dari perkiraan. Dia pikir keluarganya sudah tidur, tetapi nyatanya malah sengaja menanti.
"Duduk, Orion!"
Tanpa basa-basi Riu langsung menegurnya. Dengan tangan yang dilipat di dada dan tatapan yang tajam, Orion paham kalau ayahnya saat itu akan membahas sesuatu yang serius.
Meski dalam hati ingin langsung ke kamar, tetapi Orion tak berani menolak. Ia duduk dan mengambil tempat tepat di depan Riu.
"Kamu sudah kembali dari tadi siang, tapi tidak langsung pulang. Malah ke kantor sampai selarut ini. Ada apa denganmu, Orion!" Riu membuka pembicaraan seriusnya dengan nada tegas.
Namun, itu juga belum cukup untuk membuat Orion berterus terang. Lelaki yang sedang patah hati itu sekadar mengulas senyum tipis sambil beralasan bahwa di kantor sedang banyak pekerjaan.
"Papa bukan orang lain yang baru mengenalmu sehari dua hari, Orion. Papa adalah ayahmu, yang membesarkanmu sampai sedewasa ini. Jadi, tidak ada gunanya kamu berbohong. Papa bisa membacanya dengan mudah!"
Mendengar sang ayah kembali bicara tegas, Orion sekadar diam. Meski tak ada niat untuk berkilah, tetapi tak ada pula niat untuk berterus terang.
"Apa ini berhubungan dengan Sunny?" sela Vale. "Katakan dengan jujur, Orion!"
Namun, Orion masih diam.
"Jika wanita itu hanya bisa memberikan dampak buruk ke kamu, lebih baik berhenti mencintainya. Lagi pula, masih banyak wanita lain yang pasti nggak kalah baik dari dia. Jadi, kamu jangan terpaku pada satu orang, Orion," sambung Vale.
"Ini nggak ada hubungannya dengan Sunny, Ma." Orion memberanikan diri untuk menjawab. Dia tak mau jika kekesalan itu membuat ibunya mencari tahu siapa Sunny. Kacau sudah jika semua terungkap dengan gamblang.
"Lalu apa?" Ganti Riu yang menyela. "Papa tidak suka dengan sikapmu yang diam begini. Kamu punya keluarga. Jika ada masalah, cerita, bukan hanya diam dan dipendam sendiri. Apa kamu sudah tidak menganggap kami?" lanjutnya.
Orion langsung mendongak dan menatap sang ayah. "Pa, nggak begitu. Aku ... memang nggak ada masalah kok. Ini cuma soal kerjaan aja, padat banget. Makanya aku tadi langsung ke kantor."
"Lalu, Sunny? Kamu bilang masih ada urusan jadi nggak bisa pulang bareng, itu karena Sunny kan?" selidik Vale. "Sekarang katakan ke Mama, siapa Sunny dan kemajuan apa yang sudah kamu dapatkan dari cintamu ke dia."
Sebelum menjawab, Orion sempat menatap Olliver, yang kala itu juga melihat ke arahnya.
"Ma, nggak harus buru-buru, kan? Masih ada banyak waktu kok. Aku nggak pulang bareng Mama bukan murni karena Sunny, tapi ... karena aku juga melihat ada peluang bisnis di sana."
Mendengar jawaban Orion, Vale dan Riu menarik napas panjang. Keduanya sama-sama tak percaya dengan jawaban barusan.
Orion pun menyadari hal itu, dan demi menghindari pertanyaan-pertanyaan lain yang pasti mengundang kebohongan berikutnya, Orion memilih bangkit dan pamit tidur.
"Pa, Ma, aku capek banget. Ngantuk, mau istirahat. Nggak apa-apa kan kalau obrolan ini kita lanjutkan besok saja?" ujar Orion ketika Riu dan Vale sempat menahannya untuk tetap di sana.
Kini, tanpa menunggu tanggapan dari orang tuanya, Orion langsung melangkah meninggalkan ruangan tersebut. Bahkan, dia berjalan lebih cepat dari biasanya agar segera tiba di kamar.
Akan tetapi, ketika ia baru menapaki separuh anak tangga, Olliver sudah datang dan membuntuti langkahnya.
"Mama Papa boleh aja percaya, tapi aku nggak bakal. Aku yakin pasti ada sesuatu dengan Sunny, yang bikin kamu kayak gitu. Iya, kan?" tebak Olliver.
"Apaan sih," sahut Orion sambil berdecak.
Alih-alih mengacuhkan jawaban Orion yang terkesan membantah, Olliver justru tetap teguh pada keyakinannya.
"Karena dia udah punya tunangan ya?" Olliver kembali menebak. Namun, kali ini tidak mendapat jawaban apa pun dari Orion. Lelaki itu tetap melangkah cepat.
"Baru tunangan doang, kan? Jangan nyerah lah. Cuma pernikahan ikatan yang benar-benar sakral. Tunangan itu cuma selangkah lebih maju dari pacaran, belum termasuk ikatan yang sungguhan." Olliver tetap melontarkan banyak kata, guna menyemangati Orion yang menurutnya insecure dengan tunangan Sunny.
"Kamu bisa diam, nggak?" Orion menoleh sambil menatap kesal. "Aku capek, mau tidur," sambungnya.
"Tunangannya orang kaya ya? Atau tampan kayak pangeran? Atau ... bintang terkenal yang punya jutaan penggemar? Sampai-sampai kamu pesimis gitu," sahut Olliver sambil tertawa meledek.
"Ngomong lagi, ini bakal masuk ke mulutmu." Orion mendelik seraya menunjukkan kepalan tangannya.
"Udah, jangan baperan gitu. Aku kasih tahu ya, mungkin aja kamu lupa, kita ini tuan muda di keluarga Brox. Bisnis Papa nggak main-main loh. Kita ini masuk dalam jajaran keluarga terkaya, banyak pendukung dari kalangan atas. Papa Nero salah satunya. Setelah aku nikah sama Tara nanti, hubungan kita dengan keluarga Morvion semakin erat. Dukungan kita pun semakin kuat. Apa sih yang bikin kamu pesimis? Laki-laki kayak apa emangnya yang jadi tunangan Sunny? Lebih baik dari kita kah?" Bukannya diam, Olliver malah makin banyak bicara. Seolah sengaja membuat Orion kesal berkali-kali lipat.
Benar saja, tatapan Orion makin melotot sekarang. Lantas sambil menggertakkan gigi dia berkata, "Iya, dia nggak lebih baik dari aku. Dia cerewet dan menyebalkan, kayak kamu."
Saking kesalnya, Orion sampai melontarkan kalimat barusan. Dia lupa kalau hal itu bisa saja membuat Olliver curiga. Ahh, bukan hanya Olliver yang mungkin akan tahu siapa Sunny-nya. Tanpa sepengetahuan Orion, sekarang Riu sudah memerintahkan orang untuk menyelidiki apa yang dilakukan Orion di Surabaya tadi pagi. Siapa saja yang ditemui anaknya itu, Riu meminta semua datanya dengan jelas.
Bersambung...
Dan Tara prilaku mu mencerminkan hati yng sdng galau , kenapa juga harus mengingkari hati yng sebenarnya Tara
Orion kalau kamu benar cinta ke Tara terus lah perjuangkan.
lanjut thor 🙏