Novel ini menggunakan POV 1 (Lydia). Apabila ada yang mengatakan arti keluarga adalah motivator terbaik, tempat memberikan ketenangan, tempat bersandar paling nyaman. Nyatanya itu semua tidak di dapatkan oleh Lydia. Ia terpaksa mengambil keputusan bekerja menjadi pembantu. Bukan karena dia kekurangan uang, hanya saja Lydia merasa bahwa rumah masa kecilnya sudah tidak senyaman dulu.
Lydia adalah anak sulung dari tiga bersodara, usianya kini sudah 36tahun, tiga adik perempunya sudah menikah. Hanya ia sendiri yang belum menemukan jodohnya. Gunjingan dari tetangganya terus ia dengar hingga ia tidak kerasa lagi tinggal dikampung halamannya dan juga keluarga. Mirisnya lagi bukan hanya tetangga, tetapi ketiga adiknya pun seolah memusuhi dirinya dengan alasan ia akan merebut suami mereka. Rumah dan lingkungan yang dulu nyaman, kini menjadi tempat yang ingin ia hindari.
Mampukah Lydia mendapatkan arti keluarga yang sesungguhnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ocybasoaci, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kabar Buruk
Dering alarm menjerit-jerit memaksa membangunkanku yang masih merasakan kantuk yang teramat. Bagaimana tidak kami seolah enggan untuk mengakhiri petualangan cinta yang manis, menjelang pagi kami baru mengakhiri perjalanan cinta yang penuh ketegangan.
Bibirku melengkung sempurna, untuk pertama kali aku bangun, kedua bola mata langsung menatap wajah Mas Aarav yang pulas tertidur. Kembali aku tak henti-hentinya bersyukur atas nikmat Allah yang sungguh indah. Di mana ketika pemandangan pertama adalah wajah tampan sang suami yang sungguh damai dalam pulas tidurnya.
Setelah puas menatap indahnya ciptaan Tuhan, aku pun bergegas ke kamar mandi membersihkan diri dan setelah itu beribadah, kembali memajatkan doa yang baru. Apabila dulu aku merintih meminta jodoh, kali ini aku akan kembali meminta, dengan hadirnya sang buah cinta dariku dan juga mas suami.
"Mas... bangun, kita sholat bareng yuk!" Aku menepuk-nepuk pelan pundak suamiku yang kokoh dan juga masih polos tanpa kain menempel di tubuhnya.
Hemzzz... hanya suara deheman yang ke luar dari bibir seksinya, bibir yang semalam saling beradu dengan kepunyaan ku, untuk membuat cerita yang indah.
"Sholat dulu yuk, nanti baru tidur lagi," ucapku ulang, ketika aku melihat Mas Aarav benggeliatkan tubuhnya.
Dengan mata memicing sebelah dan bibir tersenyum, kembali memberikan tatapan cinta. "Udah jam berapa?" tanyanya dengan suara berat dan juga serak khas bangun tidur.
"Jam lima, mandi yah. Lydia tunggu kita sholat bareng." Aku memberikan handuk agar mas suami cepat beranjak bangun.
"Sun dulu," ucapnya dengan manja, seraya telunjuknya menempel di pipi kanan dan kiri bergantian.
Cup... Cup... aku pun memberikan ciuman sesuai dengan yang Mas Aarav inginkan. Senyum kami saling terkembang sempurna.
"Terima kasih Sayang, kamu memang istri yang pengertian, pagi-pagi dapat vitamin C," gumamnya sembari menyibakan selimut dan melilitkan handuk di tubuhnya. Dadaku kembali bergemuruh, aku harus terbiasa dengan pemandangan indah ini.
Selama mas suami mandi, aku pun menyiapkan kelengkapan untuk beribadah dan pakaian ganti. Ini adalah sholat pertamaku yang langsung diimami oleh imam baruku. Hanti rasanya tenang meskipun belum terlaksana sesungguhanya, ibadah bersama ini.
Tidak menunggu lama Mas Aarav sudah ke luar dengan handuk di pingganya dan juga tangan menggosok rambut yang basah.
"Bajunya Mas." Aku memberikan pakaian pada mas suami, sementara menunggu mas suami siap-siap aku pun kembali pergi bersuci.
"Sajadahnya Mas." Aku mengulurkan minyak wangi dan sajadah untuk mas suami.
"Aku deg-degan Dek, udah lama ngak jadi imam sholat takut salah bacaannya," ucap mas suami sebelum memulai ibadah bersama.
"Bismillah ajah Mas, jangan gerogi pasti Mas bisa. Lagi pula diperbolehkan seorang istri untuk makmum kepada suami yang bacaan Al Qur’annya kurang baik, selama kesalahan bacaan tersebut tidak sampai merubah makna. Apabila kesalahan tersebut sampai merubah makna maka shalatnya tidak sah, dan harus diulang. Para ulama, membedakan kesalahan bacaan pada surat Al Fatihah dan surat-surat setelahnya, kesalahan yang merubah makna pada surat Al Fatihah maka ini membatalkan shalat. Sedangakan kesalahan pada bacaan surat-surat setelahnya maka tidak sampai membatalkan shalatnya. Yang demikian dikarenakan bacaan Al Fatihah adalah salah satu rukun dalam shalat, sedangakan bacaan surat setelahnya hukumnya sunnah. Apabila imam dan makmum sama-sama tidak bisa benar membaca Al Fatihah maka shalatnya dianggap sah dan hendaknya keduanya bersegera mungkin untuk mempelajari bacaan yang benar untuk shalat-shalat berikutnya," ucapku, dengan suara lembut agar Mas Aarav tidak gerogi. "Lydia ingin rumah tangga kita diberkat Tuhan, dan bersama-sama memperbaiki kekurangan kita, dan meraih surga-Nya," imbuhku kembali, tentu agar Mas Aarav tidak ragu untuk memimpin sholat. Benar saja setelah aku yakinkan kalau dirinya bisa untuk menjadi imam, Mas Aarav pun langsung mengambil alih untuk bersiap menjadi imam.
Dua roka'at pembuka kebaikan. Yah, di mana dengan dua rokaat kami, untuk pertama kalinya menghadap sang Ilahi dengan kerendahan hati, untuk meminta segala kebaikan, dan mengucapkan puji syukur tas nikmat-Nya.
Aku menemukan kedamaia ketika mencium punggung tangan mas suami selesai beribadah, dan bibir mas suami mendarat di keningku. Rasanya segala beban dihidupku telah hilang.
Melanjutkan kasih dengan bermesraan menonton siaran televisi dan bercerita dengan santai, untuk saling mengenal satu sama lain.
"Kita akan pulang jam berapa Mas?" tanyaku sembari tangan bermain-main rambut mas suami yang tidur di atas pangkuanku.
"Tunggu abis Dzuhur aja gimana?" tanyanya kembali.
"Aku ngikut Mas ajah," balasku dengan singkat. Kedua mataku tertuju pada ponselku yang berkedip-kedip. Tanganku merain ponsel yang tidak jauh dari tempat kami duduk.
"Siapa?" tanya Mas Aarav, ketika aku tidak langsung mengangkat telponku.
"Bapak, kira-kira ada apa yah pagi-pagi telpon. Apa kita di minta pulang?" jawabku, dengan jari jempol menekan ikon bergambar telepon. berwarna hijau.
[Assalamualaikum Mbak, udah bangun?] tanya Bapak dari sebrang telepon, terdengar suaranya berat dan lirih, seolah ada sesuatu yang tengah Bapak pendam.
[Waalaikumsallam, udah Pak. Ini baru selesai ibadah. Ada apa Pak? Apa ada sesuatu?" tanyaku kepo, sebab rasanya tidak mungkin kalau tidak penting Bapak meneleponku masih pagi. Bapak tentu tahu kalau jam segini dalam ukuran pengantin baru masih sangatlah pagi.
[E... bisa ke rumah sakit sekarang nggak Mbak, RSUD kota dekat terminal,] sambung Bapak lagi. Perasaanku langsung lemas.
[Ada apa Pak, siapa yang sakit?] tanyaku dengan suara yang berat dan bergetar. Pikiranku langsung tertuju pada Ibu. Tapi bukanya Ibu baik-baik saja semalam. Apa terjadi keributan di rumah yang biasanya terjadi antar penonton dan mengakibatkan ada yang terluka.
[Adikmu Mbak, kritis kondisinya.] jawab Bapak terdengar berat. Aku semakin bingung adik? Adik yang mana? Kritis, kenapa? Pikiranku langsung dipenuhi oleh beribu pertanyaan.
Namun aku tahu Bapak sedang syok dan aku tidak ingin membebaninya dengan pertanyaanku yang lain.
[Sekarang juga Lydia bersiap dan akan menuju ke sana Pak.] Nut...Nut...Tanpa ada salam, suara ponsel sudah terputus.
Aku semakin bingung siapa yang sakit? Namun aku mencoba menepis nya. Biarlah pertanyaan aku akan terjawab nanti di rumah sakit.
"Ada apa Dek?" pertanyaan dari mas suami mengagetkan aku.
"Bapak telpon. Katanya kita diminta ke rumah sakit. Adik Lydia kritis," jawabku mengikuti apa yang Bapak katakan.
"Adik yang mana? Apa yang kemarin berdebat dengan kamu?" tanya mas suami lagi. Sementara aku langsung menyiapkan semua keperluan kami karena kami akan langsung pulang ke rumah Bapak setelah dari rumah sakit.
"Entah Mas, belum sempat tanya tadi sama Bapak. Abis Bapak kayaknya syok banget. Jadi nanti jawabnya kalau sudah ada di rumah sakit." Pikiranku kembali menerka-nerka. Adik mana yang kira-kira sakit sampai kritis.
Meskipun dalam pikiranku seolah sudah yakin apabila yang sedang dirawat adalah Lyra.
Setelah kami siap semua kita pun langsung menuju ke rumah sakit yang Bapak katakan.
"Ngomong-ngomong wanita yang kemarin adu omongan sama kamu apa dia adik kamu?" tanya suamiku di tengah-tengah ketegangan saat akan menemui keluarga yang sedang dilanda marabahaya.
"Benar Mas tepatnya adik bungsu," jawabku aku sudah yakin akan mengatakan apa yang membuat kami kurang akur.
"Terus apa yang dikatakan dia kenapa terlihat benci banget dengan kamu. Apa yang dia katakan semuanya benar?" tanyanya lagi dengan sangat serius. Aku membalasnya dengan senyum samar.
"Yang mana? Yang aku ganggui suaminya? Jangankan gangguin untuk bertemu papasan saja aku lebih baik memilih jalan yang lain, bahkan untuk berbicara saja kalau bukan urusan pekerjaan aku jarang sekali terlibat obrolan sama suaminya. Dirly itu sebenarnya calon suami aku bahkan dulu selangkah lagi kami akan menjadi suami istri, tapi tiba-tiba kekacauan menghancurkan semuanya, adik bungsuku nyatanya mengaku sudah hamil duluan dengan calon suamiku. Mas bayangin saja, setelah dihianati dengan penghiantan yang sangat fatal apa aku masih mau untuk membuka pintu maaf untuk mereka? Seharusnya tidak, tapi karena orang tuaku aku masih bersikap biasa saja, meskipun di hati tidak. Jadi tuduhan Lyra, hanya ketakutanya saja," jelasku dengan sebaik-baiknya.
Mas Aarav juga nampak kaget dengan ucapanku. Bahkan aku lihat beberapa kali menggelengkan kepalanya. Seolah suamiku itu kaget dengan yang aku ceritakan.
"Terus kamu diam saja di katakan seperti kemarin sama adik sendiri loh, seharusnya menghormati kamu dong," jelasnya.
"Aku harus apa? Apa aku membela diri hubungan kami akan membaik, sifat adik aku yang bungsu rada keras, dan kadang sulit untuk diarahkan, bahkan Bapak dan Ibu saja lebih baik mengalah dari pada membesar urusanya."
Kini aku kembali melihat Mas Aarav menganggukan kepalanya. "Memang sih kadang dalam keluarga ada saja yang sifatnya nyeleneh, sulit untuk diarahkan. Semoga saja adik kamu itu nggak berlanjutan terus punya sifat cemburunya. kayaknya dia itu hanya cemburu buta makanya gitu. Terus juga kamu jangan dekat-dekat dengan suaminya, apalagi dia mantan calon suami kamu, selain menjaga hubungan kamu dan adik kamu. Aku juga cemburu kalau kamu berdekatan dengan dia."
Hatiku langsung tentram mendengarnya, karena mas bojo yang langsung mengakui kalau dia cemburu sehingga aku bisa menjaga perasaanya.
"Siap Mas, Lydia nggak akan macam-macam, kalau Lydia mau godain mantan calon suami Lydia, nggak mungkin aku pergi dari rumah dan kerja di rumah Mas, semua aku lakuin karena ingin menjaga hubungan aku dan adik aku baik-baik saja, kalau tetap di rumah akan semakin banyak masalah," balasku, dengan menggenggam tangan mas bojo.
"Apa aku harus mengucapkan terima kasih pada adik-adik kamu dan mantan calon suami kamu, karena dia, aku ketemu sama kamu," kelakarnya. Kami pun sepanjang perjalanan terus bercerita, terutama hubungan aku dan ketiga adikku. Tanpa terasa kini aku dan Mas Aarav sudah sampai di rumah sakit.
Jantungku deg-degan karena rasa penasaranku akan segera terjawab. Siapa kira-kira yang sakit, apalagi sampai kritis? Kami pun langsung melangkahkan kaki untuk segera mencari tahu jawaban dari pertanyaanku.
...****************...
Sembari nunggu kelanjutan kisah Om Duda mampir yuk ke novel othor yang lain, ini mah rasanya nano-nano gemes dan ah....
silahkan baca komenya dulu gimana gemesnya mereka yang udah ikutin kisah Deon...