Niat Savana memberikan kejutan untuk tunangannya, malah membuat dirinya yang dikejutkan saat mendapatkan fakta kekasihnya berselingkuh dengan wanita lain. Kecewa, patah hati, Savana melampiaskannya dengan pergi ke club malam.
Entah apa yang terjadi, keesokan harinya ia mendapati dirinya berada diatas ranjang yang sama dengan seorang pria tampan. Pria yang mampu memikatnya dengan sejuta pesona, meski berusia jauh lebih tua darinya. Lambat laun Savana jatuh cinta padanya.
Javier Sanderix namanya dan ternyata ia adalah ayah dari sahabat karibnya Elena Sanderix. Tak peduli hubungan diantara mereka, Savana bertekad akan mendapatkan Xavier dan kekonyolannya pun dimulai, perbedaan usia tak jadi masalah!
Akankah Savana berhasil menjerat si om yang sudah membuatnya terpesona? Ataukah hanya patah hati yang akan ia rasakan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irma Kirana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33. Retaknya hubungan sahabat
...🍁🍁🍁...
Savana benar-benar terkejut ketika Elena tiba-tiba saja bertanya apakah dia punya kekasih atau tidak. Apalagi atensi Elena tertuju pada lehernya yang terekspos di balik kemeja pendek yang dikenakannya.
Mata Elena memicing menelisik melihat beberapa tanda merah dan kemeja kebesaran yang dikenakan sahabatnya itu. Sudah jelas itu kemeja kerja pria.
"Savana, apa kau punya kekasih?" tanya Elena curiga.
"El, ayo masuk!" ajak Savana berusaha mengalihkan pembicaraan. Jujur saja Savana bingung harus menjawab apa pada Elena. Jika Savana menjawab iya, pasti Elena akan terus bertanya siapa kekasihnya.
Savana mengajak sahabatnya itu untuk masuk ke dalam apartemennya. Dia mau minta Elena untuk duduk terlebih dahulu di sofa ruang tengah, kemudian Savana sendiri pergi ke dapur untuk menyiapkan minuman.
Tak lama kemudian, Savana kembali dengan membawa nampan dan juga segelas teh hangat chamomille untuk Elena. Savana paling tau apa yang disukai oleh Elena dibandingkan Elisa ibu kandungnya sendiri.
"Tenangkan dirimu dulu El, minumlah. Baru kau kan padaku apa yang terjadi dan kenapa kau menangis?" Savana sengaja mencecar Elena dengan banyak pertanyaan karena dia ingin mengalihkan perhatian dan pembicaraan tentang penampilannya saat ini.
"Van...aku sedih...hiks... daddyku, dia tidak mau kembali dengan mommyku." isak Elena dan hal itu didengar oleh Javier yang ternyata menguping di balik pintu kamar.
"El, kau tidak boleh memaksakan perasaan seseorang. Aku kan sudah pernah mengatakannya padamu dan kau tahu sendiri kan, bahwa hati papamu sulit untuk ditembus." gadis berambut coklat itu berusaha untuk menenangkan Elena. Berharap bahwa ambisi Elena untuk menyatukan kembali kedua orang tuanya, dia urungkan dan dia batalkan. Sebab pada dasarnya cinta dan hati tidak bisa dipaksakan.
"Tapi kasihan mommyku dan kau tahu kan selama ini kalau aku ingin mempunyai keluarga yang lengkap. Semuanya akan lengkap jika mommy dan daddyku bersatu." kata Elena yang tetap memaksakan kehendaknya itu.
Savana terdiam, ia menelan salivanya dengan penuh rasa bingung. Sebab apa yang dirasakan oleh Elena sama sepertinya, yaitu memiliki keluarga yang lengkap. Tapi apalah daya dengan keadaan dan takdir yang tidak mengizinkan. Mereka berdua sama-sama anak broken home yang ditinggalkan kedua orang tua karena sebuah perpisahan.
Savana tau impian Elena yang ingin merasakan kasih sayang dan hangatnya seorang ibu. Biasanya Savana akan selalu mendukung keinginan Elena, tapi kali ini Savana tidak bisa melakukannya. Entah karena statusnya yang kini resmi menjadi kekasih dari Papanya ataukah dia takut.
Takut bahwa Javier akan kembali pada mantan istrinya dan ia akan kehilangan pria itu. Namun disisi lain, percayalah bahwa Savana juga ingin Elena bahagia.
"Van, kenapa kau tidak mendukung ku? Bukankah selama ini kau selalu mendukungku agar aku memiliki keluarga yang lengkap? Kau tau kan betapa perihnya hatiku karena kehilangan kasih sayang dari seorang ibu." gadis itu memegang megang dadanya yang terasa sangat sesak.
"Maafkan aku Elena, bukannya aku tidak mendukungmu. Tapi, seperti yang aku katakan sebelumnya...cinta dan hati itu tidak bisa dipaksakan El." lirih Savana menasehati sahabatnya tentang perasaan, tentang cinta dan tentang hati.
"Van, daddyku bilang bahwa dia mempunyai seorang kekasih." kata Elena.
Savana tidak terlihat kaget sama sekali, sebab tadi dia mendengar percakapan Javier dan Elena di telpon.
"Oh ya? Apa kau bertanya padanya, apakah dia serius menjalin hubungan wanita itu? Siapa tau wanita itu kelak akan menjadi ibu sambungmu, El. Ah... aku baru ingat bahwa kau pernah mengatakan, kau tidak keberatan kalau papamu menikah lagi." Savana masih berupaya mengompori Elena agar gadis itu memperbolehkan Javier menjalin hubungan dengan wanita lain.
"Iya, sebelumnya aku berpikir begitu tapi sekarang aku berubah pikiran. Aku akan mengizinkan daddyku menikah lagi hanya dengan mommy Elisa." tegas Elena.
Deg!
Sontak saja hati Savana mencelos mendengar ucapan Elena, seakan ada ribuan pisau yang menusuk disana dan dadanya menjadi sesak. Apakah memang tidak ada kesempatan untuknya bersama dengan Javier? Savana jadi tidak percaya diri untuk bersama Javier, karena restu dari Elena saja sulit untuk didapatkan. Elena hanya akan menerima ibu kandungnya saja untuk Javier.
Javier juga terkejut mendengar kata-kata Elena, tapi dia cemas sebab Savana pasti akan terluka.
"Tapi--bagaimana bila wanita yang akan menjadi ibu tirimu itu...lebih baik dari ibu kandungmu?"
Elena langsung melotot ke arah Savana, ia menggelengkan kepalanya. Matanya tampak kecewa, baru kali ini Savana tidak sepaham dengannya. "Van, kenapa kau bicarakan begitu? Apa maksudmu mommy ku itu tidak baik?"
Salah, Elena telah salah paham pada Savana. Buru-buru Savana menjelaskannya.
"Tidak El! Maksudku bukan begitu, aku hanya mengatakan...siapa tau wanita yang disukai oleh Daddymu juga adalah wanita baik sama seperti mommy-mu." Savana memperjelas ucapannya agar Elena tidak salah paham.
Namun sepertinya kekecewaan telah menutup mata hati Elena. Gadis itu beranjak dari tempat duduknya sambil menangis. "Dari awal aku sudah curiga, kalau kau tidak suka pada mommyku Van. Entah kenapa, aku pun tidak paham." decak kecewa Elena.
"I-itu tidak benar El, kapan aku pernah mengatakan ataupun bersikap seperti tidak menyukai Tante Elisa?" ungkap Savana jujur, ia memegang tangan Elena dan berharap agar gadis itu percaya padanya. Karena jujur, dia tidak memiliki rasa benci atau tidak suka pada Elisa. Kenapa Elena bisa berpikir seperti itu tentangnya?
Sikapnya yang mana? Sikapnya yang menunjukkan bahwa ia tak suka Elisa? Apa benar kata Javier bahwa wanita bernama Elisa itu adalah wanita yang licik.
"Cukup Van! Bicara denganmu ternyata tidak ada gunanya. Lebih baik aku bicara dengan Mark atau Alexa saja." sungut Elena marah lalu Dia pergi meninggalkan apartemen Savana begitu saja dengan marah.
"Elena! Elena tunggu!" teriak Savana memanggil Elena.
Brak!
Elena bahkan menutup pintu apartemen itu dengan kasar. Dia marah sebab Savana tidak mendengarkannya. "Apa benar kata mommy kalau Savana itu tidak menyukainya? Sepertinya benar." gumam Elena membenarkan ucapan Elisa padanya.
Elena kemudian terdiam dengan bingung. Saat ia keluar dari apartemen Savana tadi ia melihat sepatu hitam di dekat rak sepatu disana. "Itu jelas-jelas sepatu pria. Tapi kenapa ada disana? Apa itu sepatu kekasih Savana?" pikir Elena. "Tapi...aku seperti mengenal sepatu itu."
****
Sepeninggal Elena, Savana menangis. Ini pertama kalinya ia dan Elena tidak sepaham sampai salah paham. Biasanya pertengkaran mereka tidak sampai seperti ini dan hanya pertengkaran kecil saja. Tapi pertengkaran yang ini tampak serius. Elena begitu percaya pada Elisa dan menganggap Savana salah.
"Baby girl," Javier memeluk Savana, lalu tangan menyeka air mata gadis itu. "Don't cry, please baby."
"Aku...tidak pernah bertengkar dengan Elena sampai seperti ini. Hubby, Elena sepertinya tidak percaya padaku, dia sangat marah dan dia hanya akan mendukungmu dan Tante Elisa, bukan denganku." isak Savana sedih.
"Percayalah bahwa Elena pasti akan membaik seiring berjalannya waktu. Dan masalah Elisa, meski Elena memintaku menikahinya...aku tidak akan pernah mau. Yang aku mau kan dirimu," kata Javier meyakinkan kekasihnya itu.
"Tapi..."
"Ssst...jangan bicara lagi, kau tenang saja. Perlahan semua akan membaik, kita jalani saja dulu ya." Javier mengusap lembut rambut Savana, berusaha menghilangkan kegelisahan kekasihnya itu.
#####
Hari berganti hari, hingga Minggu berganti Minggu. Dan ini sudah 3 Minggu, nyatanya hubungan Elena dan Savana belum membaik juga sejak pembicaraan mereka di apartemen Savana. Setiap kali Savana ingin bicara menemui sahabatnya itu, Elena selalu menolaknya. Selama itu pula Javier dan Savana selalu bertemu diam-diam.
Hari ini dia mengunjungi Elena yang sedang merawat Elisa di rumah. Savana membawakan makanan untuk Elisa.
"Halo Tante, selamat siang. Apa kabar?" tanya Savana ramah pada Elisa.
'Sebenarnya aku tidak percaya kalau Tante Elisa itu jahat seperti apa yang dikatakan oleh Hubby'
Elisa balas tersenyum pada Savana, dia tengah duduk terbaring di atas ranjang. Elisa selalu terlihat lemah bila didepan semua orang, terutama Elena.
"Siang juga Savana, aku baik-baik saja. Ayo duduk Savana." Elisa ramah.
"Terimakasih Tante."
"Mau apa kau kemari?" ketus Elena padanya, tapi tidak membuat Savana menyerah untuk mendekati sahabatnya lagi.
"Aku kesini untuk menjenguk Tante Elisa," jawab Savana sambil tersenyum.
"Buat apa? Bukankah kau membenci mommy-ku?" sentak Elena dengan mata penuh kebencian pada Savana.
Dalam hati Savana bicara, ia sakit dengan semua sikap Elena padanya. Sahabat baik yang sudah seperti saudara, kenapa hubungan mereka harus retak seperti ini? Disaat dirinya merajut kasih dengan papanya? Disaat Elisa hadir.
Elisa tersenyum puas. 'Rasakan itu wanita JALANGG, tunggu permainanku selanjutnya'
"Tidak El, aku tidak pernah membenci mommy-mu." Savana menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Elena, tolong jangan seperti itu nak." lirih Elisa lembut. "Kau pasti hanya salah paham, Savana tidak mungkin membenci mommy." sambungnya lagi berusaha terlihat baik.
Tapi Elena sama sekali tidak mendengarkan ucapan Elisa, ia menyeret Savana keluar dari kamar Elisa. Mereka pun sampai didekat tangga menuju ke lantai bawah.
"El... kumohon jangan salah paham padaku. Aku minta maaf jika perkataanku salah, aku minta maaf." gadis itu mengatupkan kedua tangannya seraya memohon maaf. Savana tak menyangka bahwa Elena jadi benci padanya.
"Alah! Kau tidak usah sok baik, lebih baik kau pergi dari sini!" Elena tak sengaja mendorong Savana, tepat di salah satu anak tangga. Disana lah mereka berdebat. Elena lupa bahwa mereka berada di dekat tangga.
"Aaakhh..."
Savana kehilangan keseimbangannya, tubuhnya oleng dan mau jatuh. Elena terkejut melihat sahabatnya jatuh karenanya. Elena berusaha mengulurkan tangannya untuk menarik Savana. "VANA!" teriak Elena panik.
Terlambat!
Tubuh Savana terguling-guling dari atas tangga, sampai terdengar suara gaduh saat gadis malang itu jatuh.
"SAVANA!!" teriak seorang pria yang baru saja sampai diambang pintu rumah itu, ia berlari menghampiri Savana yang tergeletak di lantai dengan panik.
Beberapa maid juga mendengar kegaduhan itu, bahkan ada yang melihat Elena mendorong Savana disana. Tubuh Elena gemetar, ia syok dan air mata pun jatuh membasahi pipinya. 'Aku...aku tidak sengaja'
"Savana! Bangun!"
...****...