"Gue ga nyangka lo sanggup nyelesain 2 tantangan dari kita" Ardi menepuk pundak Daniel
"Gue penasaran gimana caranya si culun Rara bisa jatuh cinta sama lo?" Tanya David.
Daniel kemudian mendekati David dan berkata "lo harus pintar - pintar ngerayu bro.. bahkan gue ga nyangka kalo bisa dapat perawannya dia" dengan bangganya Daniel berkata demikian kepada para sahabatnya.
Eric yang duduk di atas meja langsung berdiri "gila! Yang bener lo bro! Lo ga bohongin kita kan?" David dan Ardi hanya melongo menatap Daniel tak percaya
"Emang selama ini gue pernah bohong apa" ucap Daniel menyakinkan mereka.
Ardi melemparkan kunci mobilnya ke meja David "karena lo menang taruhan, mulai sekarang mobil gue jadi hak milik lo. Surat-suratnya semua ada di dalam mobil" Ucap Ardi menambahkan.
Tanpa mereka sadari, Rara yang mendengarnya, tak kuasa menahan laju air matanya. Hatinya begitu sakit mengetahui bahwa dirinya hanya di jadikan taruhan. Kehamilannya di jadikan taruhan. Pandangan Rara mulai kabur, dan semakin lama semakin gelap. Hingga ia jatuh tak sadarkan diri
Baaaaaaappp
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LidyaMin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rasa Bersalah
Rara sudah berada di kantor pagi-pagi sekali. Dia ingin segera bertemu Daniel untuk meminta maaf. Matanya terus saja mengawasi pintu masuk, tapi tidak ada juga tanda-tanda kalau dari pintu itu akan masuk seorang Daniel.
Rara melirik jam di tangannya. Sudah pukul 10 pagi. Daniel masih belum datang. Rara jadi kuatir kalau terjadi sesuatu pada Daniel. Dia duduk tidak tenang. Sebentar duduk sebentar berdiri. Rara pun tidak konsen pada pekerjaannya karena ketidakhadiran Daniel. Dia sudah mencoba menghubungi Daniel tapi hasilnya nihil. Ponselnya tidak aktif.
"Aku harus bagaimana?" Gumam Rara sambil mondar mandir di depan mejanya.
"Sebaiknya aku tanya Nita saja." Rara bergegas ingin menemui Nita.
Saat Rara ingin menyentuh handle pintu tiba-tiba pintu terbuka dari luar. Rara sedikit mundur menjauh dari pintu. Ternyata itu adalah Daniel. Rara tersenyum lega saat melihat Daniel masuk kantor. Dia menghampirinya.
"Kenapa baru datang jam segini?" Tanya Rara yang berdiri di belakang Daniel.
Daniel hanya diam saja sambil menyampirkan jasnya di sandaran kursi.
Dia tidak menghiraukan Rara yang terus mengajaknya bicara.
"Aku akan membuat hot capuccino untuk mu."
Rara berjalan menuju pantry dan membuat minuman kesukaan Daniel. Rara hanya menghela nafasnya kasar karena Daniel mengabaikannya. Bahkan tidak mau bicara sepatah katapun.
Rara ingin minta maaf tapi tidak tahu bagaimana caranya. Bibirnya seakan terkunci.
Rara meletakkan minumannya di atas meja Daniel. Dia masih saja berdiri di depan meja Daniel tidak beranjak dari sana. Daniel yang sedari tadi sibuk dengan berkasnya menghentikan kegiatannya sejenak. Dia mengalihkan pandangannya menatap Rara.
"Apa sekarang kamu tidak punya pekerjaan lain selain berdiri disitu?" Tanya Daniel dingin sambil menunjuk dengan dagunya.
"Ti-tidak. Aku hanya ing–"
"Kembali lah ke meja mu dan lakukan pekerjaan mu!"
Daniel kembali membolak balik berkas di depannya. Padahal di dalam hatinya dia juga terluka karena mengabaikan Rara. Tapi kejadian semalam membuatnya sadar bahwa Rara tidak menginginkannya. Jadi akan lebih baik jika mulai sekarang dia menjaga jarak dari Rara pikirnya. Tapi apakah dia sanggup? Dia sangat mencintai wanita di depannya ini.
Daniel mengusap wajahnya pelan. Dia memperhatikan Rara yang sudah berjalan gontai menuju mejanya. Saat Rara ingin menoleh ke belakang, dengan cepat Daniel berpura-pura fokus dengan pekerjaannya.
Rara duduk di balik meja kerjanya. Pikirannya tidak tenang karena menerima perlakuan Daniel yang cuek padanya. Dia ingin meminta maaf. Semalam dia tidak bermaksud mengabaikan Daniel. Hanya saja semalam dia terlalu senang karena kehadiran sahabatnya yang selalu berada di sisinya dalam keadaan suka dan sedih. Sahabat yang selalu membantunya saat dia membutuhkan pertolongan walaupun tanpa harus dia katakan.
Rara juga bingung menghadapi permintaan anak-anaknya yang merengek ingin bertemu dengan ayahnya tadi pagi. Dia menatap Daniel dari mejanya, air matanya mulai jatuh tanpa dia sadari.
Saat Daniel bangkit berdiri dan ingin meninggalkan mejanya, cepat-cepat Rara mengusap air matanya. Dia juga berdiri dan segera menghampiri Daniel. Mata mereka sempat bertemu sebelum Daniel membalik tubuhnya menuju pintu keluar. Saat tangan Daniel menyentuh handle pintu, Daniel merasakan sepasang tangan wanita yang dicintainya ini memeluknya dari belakang. Daniel hanya diam tanpa bereaksi apapun. Daniel bisa merasakan punggungnya basah. Dia tahu kalau Rara sedang menangis saat ini.
"Dan, maafin aku. Aku tidak bermaksud mengabaikan mu semalam. Aku terlalu senang Thomas datang. Dia hanya sahabatku dan kami tidak memiliki hubungan apapun selain sahabatku. Ku mohon percayalah padaku." Isak tangis Rara masih terdengar di telinga Daniel.
Itu sangat menyayat hati Daniel. Sebagai pria dia harus mempertahankan egonya. Dia masih diam mematung tanpa melakukan apapun.
"Anak-anak menanyakan kamu tadi pagi. Mereka merindukanmu." Ucap Rara pelan sambil mengeratkan pelukannya.
Tanpa di duga ucapan Daniel membuat hati Rara semakin sedih dan membuat air matanya makin tumpah deras.
"Bukan kah mereka punya daddy? Aku pikir mereka tidak membutuhkan ku seperti semalam." Dengan kasar Daniel melepaskan pelukan Rara dan berjalan keluar dari ruangan.
Rara seakan tidak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar. Lama dia berdiri mematung sejak kepergian Daniel. Rara merasa kepalanya pusing. Dia kembali ke mejanya menundukkan kepalanya di atas meja. Matanya sembab hidungnya memerah. Dia menahan rasa pusing di kepalanya.
***
Daniel menuju parkiran mobilnya. Saat sudah duduk di belakang kemudi, Daniel menelungkupkan kepalanya di atas kemudi kemudian memukul kemudi.
"Aaaaaaaaaaaaaa"
Daniel berteriak dan menyandarkan kepalanya di sandaran kursi. Suara tangisan Rara masih terngiang di telinganya. Alasan Daniel meninggalkan Rara di sana karena tidak tahan mendengar tangisannya. Dia merasa bersalah sudah membuat wanitanya menangis. Padahal dia ingin sekali memeluk Rara menenangkannya. Tapi sekali lagi ego Daniel yang berperan.
Merasa sudah cukup tenang, Daniel menghidupkan mesin mobilnya dan melajukan mobil ke suatu tempat. Saat sampai di tujuan dia membunyikan bel.
Saat membuka pintu keluarlah dua sosok yang dia rindukan.
"Ayaaaahh"
Seru si kembar saat meilhat kedatangan Daniel. Mereka berdua berhambur kedalam pelukan Daniel. Dengan sekuat tenaga Daniel mengangkat keduanya dalam gendongannya dan memberikan mereka masing-masing satu ciuman di pipi.
Daniel begitu bahagia bertemu dengan kedua anaknya. Saat dia mendengar perkataan Rara kalau si kembar mencarinya, dia memutuskan untuk datang menemui mereka tanpa bicara pada Rara.
"Ayah kenapa pergi semalam?" Tanya Rio
"Ayah ada urusan mendadak semalam." Jawab Daniel sambil membelai lembut rambut Ria yang ada dalam pangkuannya.
"Ayah, ade mau pizza." Ria dengan manjanya meminta pada ayahnya.
Daniel mencium kening putrinya "Baiklah. Ayo kita pesan sekarang."
Daniel mencari aplikasi untuk memesan makanan di ponselnya. Setelah melakukan transaksi Daniel meletakkan kembali ponselnya di atas meja.
Sambil menunggu pesanan mereka datang, Daniel menemani si kembar menonton kartun kesukaan mereka.
"Apa kalian menyukai hadiah ulang tahun dari ayah?" Tanya Daniel pada si kembar.
"Tentu saja ayah." Jawab Rio kemudian mencium ayahnya.
"Ayah ade haus." Daniel menatap Ria gemas kemudian menggendong Ria membawa nya ke dapur. Mengambil air putih dari dispenser dan meminumkannya pada Ria dengan hati-hati. Kemudian mereka kembali ke ruang tengah.
Daniel membuka pintu saat bel pintu berbunyi. Pizza pesanan mereka datang 2 kotak. Daniel meletakkan di atas meja dan membukanya. Lalu mereka bertiga menikmatinya. Daniel tertawa saat melihat saus yang belepotan di bibir mungil si kembar.
Dia mengambil tisu dan membersihkan kedua bibir si kembar dengan perlahan. Tiba-tiba saja dia teringat Rara yang dia tinggalkan tadi. Apakah Rara sudah makan siang? Dia melirik jam di tangannya sudah menunjukkan jam makan siang. Dia mulai mencemaskan keadaan Rara.
"Ade kenyang ayah." Ucap Ria sambil mengelus perutnya. Daniel tersenyum melihat tingkah lucu Ria.
"Dasar manja." Rio memutar matanya jengah mendengar perkataan adiknya.
"Biarin wleeee." Ria menjulurkan lidahnya pada Rio yang juga di balas Rio dengan hal yang sama.
"Apa kalian setiap hari seperti ini?" Tanya Daniel sambil tertawa
"Abang selalu mengejek ade." Adu Ria.
"Ade aja yang manja. Dasar tukang adu." Rio tak mau kalah mengadu pada ayahnya.
"Kalau seperti ini terus bisa-bisa ayah akan jadi wasit." Daniel terkekeh melihat bagaimana keseruan si kembar.
"Baiklah. Bagaimana kalau sekarang kalian tidur siang. Ayah sebentar lagi akan kembali ke kantor."
"Baiklah Ayah." Jawab keduanya.
Tapi sebelum keduanya pergi, Daniel menahan mereka.
"Maukah kalian berjanji satu hal untuk ayah hari ini?"
"Berjanjilah kalau bunda tidak tahu kalau ayah datang ke sini." Daniel menatap penuh harap pada si kembar.
"Tapi kenapa ayah?" Tanya Rio dengan muka polosnya.
Daniel menggaruk tengkuknya yang tidak gatal lalu menyentuh bahu Rio. Dia bingung mau mengatakan bagaimana alasannya.
"Sulit untuk ayah menjelaskannya. Tolong berjanji lah hemm?"
"Baiklah ayah." Keduanya mengangguk setuju.
"Terima kasih sayang." Daniel mencium kedua anaknya dan mengantar mereka ke kamar masing-masing. Setelahnya dia pergi kembali ke kantor. Kerinduannya pada si kembar sudah terobati.
.
.
.
Daniel memasuki ruangannya dan tidak mendapati Rara di dalam. Lalu dia kembali keluar dan menghampiri sekretarisnya.
"Nit, Rara di mana?"
"Tadi Bu Rara keluar makan siang Pak." Jawab Nita
Daniel menganggukkan kepalanya kemudian kembali ke dalam. Dia bernafas lega karena Rara baik-baik saja.
***
"Kamu baik-baik aja Ra? Muka kamu pucat."
Thomas terlihat cemas karena Rara sepertinya tidak sehat. Dia lalu meletakan telapak tangannya di dahi Rara, tapi Rara menjauhkan kepalanya.
"Aku tidak apa-apa. Jangan kuatir." Ujar Rara berusaha tersenyum. Tapi dia tidak bisa membohongi kalau memang dia dalam keadaan tidak baik-baik saja saat ini.
"Kamu makan dulu ya?" Tawar Thomas.
Rara menggelengkan kepalanya pelan. Dia hanya meminum air putih saja sejak tadi.
"Aku tidak nafsu makan."
Thomas menghela nafasnya pelan. Dia sulit memaksa, karena dia tahu bagaimana sifat Rara yang keras kepala. Daripada harus berdebat dengannya lebih baik Thomas diam. Lalu dia kembali menikmati makanannya.
Sebelum Daniel datang tadi, Thomas datang menjemput Rara untuk mengajaknya makan siang di luar. Thomas memang merindukan sahabatnya ini. Jauh di lubuk hatinya Thomas berharap hubungan mereka lebih dari sekedar sahabat. Tapi perasaan itu hanya dia pendam selama ini. Karena dia tahu di hati Rara hanya ada Daniel. Wanita di depannya ini begitu mencintai Daniel walaupun rasa sakit yang dia terima dulu.
Jujur saja ada perasaan cemburu yang hinggap di hati Thomas saat semalam melihat Daniel ada bersama Rara dan si kembar. Tapi dia tidak mau jadi pria egois. Karena memang seharusnya Daniel yang bersama mereka bukan dirinya. Dia hanya ingin Rara bahagia. Itu sudah cukup baginya.
"Tolong antarkan aku balik ke kantor." Pinta Rara.
"Baiklah. Aku bayar dulu." Thomas berdiri dan menuju kasir. Setelah melakukan pembayaran dia pun mengantar Rara ke kantornya.
"Kalau ada apa-apa hubungi aku ya." Rara hanya mengangguk mengiyakan. Kemudian turun dari mobil. Setelah memastikan Rara masuk dengan aman ke dalam kantor, Thomas melajukan mobilnya pulang.
.
.
.
Dengan langkah gontai Rara masuk ke dalam ruang kerjanya. Dia tidak menghiraukan Daniel yang sedang memperhatikan dirinya. Kepalanya masih terasa pusing. Saat sampai di mejanya, dia mengusap pelan rambutnya. Dia melihat di sela-sela jarinya terdapat beberapa helai rambutnya. Kemudian dia ulangi lagi mengusap rambutnya, lagi-lagi ada helaian rambut di sela jarinya.
Bagaimana mungkin rambutnya bisa rontok seperti ini, pikir Rara. Karena selama ini dia tidak pernah mengalami kerontokan pada rambutnya. Dia selalu rutin melakukan perawatan rambutnya.
"Aah, mungkin karena akhir-akhir ini aku banyak pikiran." Gumam Rara.
Daniel tetap memperhatikan Rara dari kejauhan. Sebenarnya dia kuatir karena tadi sempat melihat wajah Rara yang pucat. Dia takut Rara pingsan lagi seperti waktu itu. Dia ingin sekali menanyakan keadaan Rara. Tapi sekali kali lagi ego Daniel yang mengontrol dirinya, sehingga dia mengurungkan niatnya.
Ruangan Daniel sangat hening, seperti tidak ada makhluk hidup di dalamnya. Padahal ada dua insan di sana yang saling memendam perasaan masing-masing.
🌼🌼🌼🌼🌼
Hai semua😊
Terima kasih sudah mau baca karya Lidya dan juga dukungan kalian semua ya baik itu melalui vote, like, dan juga komen🙏
Salam