Berawal dari niat balas dendam kepada mantan tunangannya, membuat Indhi terjebak dalam pernikahan tanpa cinta dengan kakak angkatnya.
Tanpa di sangka, pernikahan tersebut justru memberinya kehidupan baru yang di penuhi oleh kasih. Ketulusan cinta dari sang kakak akhirnya membawa Indhi melabuhkan hatinya kepada pria yang 26 tahun terakhir telah menjadi kakaknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Astuty Nuraeni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ingin bayi
"Sayang, bantu aku lagi dengan gaya makan ice cream."
Indhi menarik paksa tangan yang tengah memijat dua benda kenyal di dadanya, gadis itu tak segan-segan mencubit tangan sang suami karena di nilainya terlalu nakal.
"Auw," pekik Ega karena cubitan Indhi terasa panas di tangannya.
"Sejak kapan kakak jadi mesyum begini?" tanya Indhi masih dalam posisi membelakangi suaminya.
"Sejak menikah," jawabnya enteng.
Indhi lalu memutar tubuhnya sehingga mereka kini saling berhadapan, gadis itu sedikit mendongakkan kepalanya agar bisa menatap wajah suaminya.
"Kak," panggilnya lembut.
"Hem," Ega hanya bergumam, tangannya sibuk memainkan rambut istrinya.
"Kakak yakin belum pernah pacaran sebelumnya?"
Deg...
Ega menghentikkan tangannya sejenak, pria itu bingung harus berkata jujur atau tidak menganai hubungan singkatnya dengan Dita, bak makan buah simalakama, jika Ega jujur sudah dapat di pastikan Indhi akan menyalahkan dirinya karena berakhirnya hubungan Ega dan Dita karena kesalahan kecil Dita yang membelikan obat anti deperesi untuk Indhi dan membuat gadis itu hampir meninggal, namun jika Ega tidak jujur, pria itu khawatir jika suatu saat nanti Indhi akan mengetahuinya dari orang lain.
"Kenapa, kamu mulai penasaran denganku? Apa kamu akan cemburu kalau aku memiliki kekasih sebelumnya?"
Indhi mencebikan bibirnya, gadis itu merasa kesal karena Ega tak menjawab pertanyaannya dan malah balik bertanya. "Aneh saja, pria tampan dan mapan seperti kakak tidak punya kekasih, aku sempat berfikir kakak dan kak Aditya memiliki hubungan khusus."
"Maksudmu aku dan Aditya jeruk makan jeruk?"
"Iya," Indhi terkekeh sendiri, fantasinya sungguhlah liar.
"Tapi kamu percaya kan sekarang kalau aku normal?" tanya Ega seraya mengerlingkan sebelah matanya.
Indhi hanya diam tak menjawab pertanyaan kakaknya, mengingat benda tumpul yang tegak berdiri itu membuat wajahnya merona, tiba-tiba darahnya berdesir membuat Indhi merasa kepanasan.
"Kenapa diam? Kamu masih belum percaya, apa perlu aku membuktikannya sekarang?" imbuh Ega karena tak mendapat jawaban dari istrinya.
"Aku percaya kak, sangat percaya," sahut Indhi sebelum Ega mengganggunya untuk melakukan aktivitas panas.
"Sayang sekali, padahal aku ingin membuktikannya," keluh Ega dengan wajah yang di buat sok sedih.
"Dasar mesyuum," cicit Indhi, gadis itu merasa gemas dan kembali mencubit suaminya di perut.
"Kenapa senang sekali mencubitku sih," gerutu Ega, namun detik selanjutnya pria itu menggelitik pinggang istrinya hingga membuat sang istri tertawa dan berteriak secara bersamaan. Saking asyiknya bercanda, tanpa mereka sadari kini posisi mereka telah berubah, Ega kini berada di atas tubuh Indhi dengan kedua tangan menahan tubuhnya, manik mata mereka saling beradu, melihat bibir ranum sang istri membuat Ega meneguk ludahnya berkali-kali.
"Sayang," panggilnya dengan suara serak, sesuatu yang aneh kini bergejolak di dalam tubuhnya.
"Hem," jawab Indhi singkat, sungguh jantungnya berdebar sangat hebat.
"Boleh aku menciummu?"
Indhi mengangguk pelan, sungguh segala cara akan ia lakukan agar bisa mencintai suaminya, mungkin ini adalah awal yang baik karena ia mulai nyaman bersentuhan dengan sang suami, tanpa menunggu lama Ega segera mencium bibir ranum milik istrinya, bibir yang terasa manis dan selalu mengganggu pikirannya.
Ciuman bibir mereka semakin intens saat Indhi membalas ciuman sang suami. Tak berhenti sampai di situ, Ega mulai menyusuri garis rahang istrinya, ciumannya lalu turun ke leher jenjang yang beraromakan vanila, sungguh wangi tubuh yang membuat Ega ingin menggigit leher istrinya.
Indhi mulai terbawa suasana, saat sang suami sedang cosplay menjadi bayi, gadis itu semakin membusungkan dadanya memberikan akses lebih mudah kepada sang suami untuk mengeksplore kedua aset miliknya, tangannya juga meremas rambut Ega saat pria itu memainkan ujung dadanya dengan lidah. Indhi semakin memanas, namun di saat tubuhnya meminta lebih, sang suami justru mengghentikan aktivitasnya.
"Kenapa berhenti?" tanyanya tanpa sadar, wajahnya yang putih pucat kini memerah menahan hasrat.
"Sayang, aku juga ingin lebih, tapi milikmu masih berdarah," jawab Ega tak kalah kecewa, namun pria itu harus menyudahi aksi nakalnya.
"Kak," Indhi menggigit bibir bawahnya, gadis itu benar-benar di kuasai hormon dewasanya.
"Maaf, seharusnya aku tak memulainya," sesal Ega karena pada akhirnya dua manusia itu tersiksa menahan hasrat masing-masing.
"Lebih baik kita tidur sekarang kak," ajak Indhi mencoba untuk menekan kekesalannya, pria itu hanya mengangguk dan menjatuhkan tubuhnya di sebelah Indhi, di rengkuhnya tubuh sang istri ke dalam pelukannya, nafas keduanya masih saling memburu.
"Sayang," panggil Ega begitu lembut namun sampai menggelitik hati gadis yang kini di peluknya.
"Ya," balasnya Indhi singkat, gadis itu tengah menikmati aroma tubuh sang suami,wajahnya ia uyel-uyelkan di dada suaminya.
"Apa kamu ingin memiliki anak nantinya?"
Indhi mengentikan aktivitasnya, gadis itu lalu mendongak dan menatap wajah Ega yang juga tengah menatapnya.
"Kenapa bertanya begitu? Tentu saja aku ingin memiliki bayi bersama kakak, bukankah tujuan menikah untuk mendapatkan keturunan?" ucap Indhi sedikit merasa bersalah, karena niat awalnya menikahi kakaknya hanya untuk membalas dendam kepada Dokter Ilham.
"Aku tidak masalah jika kamu tidak ingin memiliki bayi, aku tidak ingin membuatmu menderita karena harus mengandung 9 bulan lamanya dan harus merasakan sakitnya melahirkan, aku tidak ingin menyiksamu dengan menuntut seorang bayi harus lahir dari rahimmu," Ega mengungkapkan kekhawatirannya, sungguh ia tak ingin membuat istrinya menderita.
"Kak, hamil dan melahirkan adalah kodrat alami seorang perempuan, dan aku ingin merasakan kodratku sebagai seorang perempuan, aku ingin hamil dan memiliki bayi, mungkin belum sekarang, tapi suatu saat nanti kita akan memiliki bayi yang cantik seperiku."
Kita, sebuah kata yang sederhana namun terdengar penuh makna, mendengar kata itu keluar dari mulut istrinya tentu saja membuat Ega merasa sangat bahagia, sejauh ini ia menghargai usaha sang istri yang sedang berusaha untuk mencintainya, namun sepertinya usahanya tak sia-sia, cepat atau lambat Indhi akan segera mencintainya.
"Terima kasih sayang, setelah tamu bulananmu pergi aku akan berjuang untuk memberimu bayi," ucap Ega penuh semangat.
Ega lalu semakin mempererat pelukannya, sang istripun tak mau kalah, ia kembali membenamkan wajahnya di dada sang suami.
"Aku pasti akan mencintai kakak, aku berjanji kak, akan memberikan kebahagiaan untuk kakak," batin Indhi.
"Aku sudah bersumpah di hadapan Tuhan untuk selalu membahagiakanmu, aku berjanji tidak akan melanggar sumpah itu, akan ku ganti air matamu dengan tawa. Zean, aku harap kamu mendoakan kebahagiaan kami, aku akan menjaga Indhi dan mencintainya sampai kapanpun," gumam Ega di dalam hati, pria itu lalu mengecup puncak kepala istrinya berkali-kali sebelum akhirnya mereka terlelap dalam kondisi saling memeluk.
Sementara itu di pantai yang sama dan di hotel yang sama, Bella memesan kamar tepat di sebelah kamar Ega dan Indhi, gadis itu mengikuti Ega dan Indhi seharian, amarah serta pengaruh sang ibu membuat hati Bella menghitam, gadis itu menginginkan penderitaan kakak tirinya.
"Berbahagialah kalian sekarang, karena setelah ini aku pastikan kau akan menangis darah."
BERSAMBUNNG..
tdk dibawa kerumah skt?