Zira terjebak dalam tawaran Duda saat dimalam pertama bekerja sebagai suster. Yang mana Duda itu menawarkan untuk menjadi sugar baby dan sekaligus menjaga putrinya.
Zira yang memang sangat membutuhkan uang untuk biaya kuliah dan juga biaya pengobatan bibinya terpaksa menerima tawaran gila itu.
"Menjadi suster anakku maka konsekuensinya juga mengurus aku!" Ucap Aldan dengan penuh ketegasan.
Bagaimana cara Zira bertahan disela ancaman dan kewajiban untuk mendapatkan uang itu?
follow ig:authorhaasaanaa
ada visual disana.. ini Season Dua dari Pernikahan Dadakan Anak SMA
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Haasaanaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
00019
Tidak perduli berapa kali Aldan bertanya sepanjang sesi bercinta, jawaban Zira tetap sama yaitu. “Milikmu tidak terasa untukku,” ucapnya.
Aldan tidak menyerah meskipun ia kesal tentunya didalam hati, Aldan tetap menggempur Zira malah tambah cepat dari hujaman yang biasanya.
“Bagaimana?” tanya Aldan kala merasa jika Zira mengalami pelepasan. Wanita itu memejamkan mata bahkan, Aldan tahu jika sebenarnya Zira menikmati setiap sentuhannya.
Zira membuka mata mencoba menatap Aldan yang juga menatapnya intens. “Jawab dengan jujur, Zira!” perintah Aldan, ia mengubah posisi hingga posisi Zira berada di pangkuannya sekarang.
Tubuh wanita itu sudah kelihatan lemas karna sudah pelepasan ntah ke berapa kali, lain dengan Aldan yang belum pelepasan sedikitpun. Bahkan miliknya masih sangat menegang sempurna, berhubungan dengan waktu sebentar bukanlah style Aldan sama sekali.
“Masukkan!” Perintah Aldan kala tangan Zira memegang adiknya yang masih menegang.
Sungguh Zira tidak tahu mengapa milik Aldan tidak kunjung lemas. “Dia hyper..” gumam Zira di dalam hati.
“Tunjukkan keahlianmu hari ini.. Jika gerakanmu bagus aku akan memberikan uang yang lebih banyak lagi,” ujar Aldan sembari tangannya memegang pinggang Zira.
Perkataan Aldan membuat Zira tersadar, wanita itu menoleh kearah cermin. Menatap dirinya yang seakan seperti pelacur diatas pangkuan Aldan.
“Mainkan peranmu dengan sangat bagus, Zira..” ucap Aldan lagi, kali ini tersenyum dengan sangat sinis kepada Zira yang berusaha menahan air matanya.
“Baiklah..” Zira berusaha mengabaikan bentuk rasa sakit apapun. Yang dikatakan Aldan benar, jika ia harus memainkan peran dengan sangat baik. Zira perlahan memasukkan benda menegang itu kedalam miliknya dan mulai bergerak.
Disaat itulah Aldan menggeram karna gerakan memabukkan dari Zira. Sekalipun masih sangat kaku tapi benar-benar membuat Aldan seakan menjadi gila.
“Ooo.. Shi*!” Aldan tidak kuasa menahan lagi, ia seakan mau pelepasan karna pergerakan Zira.
Tidak bisa menahan lagi cepat-cepat Aldan mengubah posisi dengan gaya awal tadi. Bergerak dengan sangat cepat hingga Zira merintih kencang, disaat itulah Aldan menyadari jika awal tadi Zira berbohong.
“Ck, kau berbohong! Kau menahan kenikmatan itu, Zira.. Rasakan ini!” Aldan kesal tentunya, ia lebih menambah laju kecepatannya membuat Zira menjerit.
~
Tubuh Zira seakan remuk redam disaat Aldan sudah mendapatkan pelepasan, ia melihat jam dinding jika percintaan mereka memakan waktu selama 2 jam. Zira tidak mengerti mengapa Aldan sangat bernafsu, sungguh Zira merasa terancam sebenarnya.
“Kalau sering begini.. Lama-lama mungkin aku akan mati,” ucap Zira sambil berusaha bangkit.
Aldan sedang mandi begitu mendapatkan pelepasan yang sangat ia inginkan. Kesempatan itu Zira pakai untuk meminum obat pencegah kehamilan, ia tidak akan melupakan itu. Zira minum sambil bersandar pada kepala ranjang, dengan posisi kepala mendongak.
“Kau tidak mandi?” Suara itu mengejutkan Zira, ia segera menatap ke asal suara. Terlihat Aldan keluar dari bathroom dengan posisi handuk terlilit dipinggang.
Hanya sebentar Zira menatap Aldan, ia kembali menunduk menatap satu butir pil lagi yang harus ia minum.
“Apa yang sedang kau minum?” tanya Aldan, ia melangkah mendekati Zira yang hanya diam dengan pikirannya sendiri.
Aldan melihat tablet obat yang tidak asing baginya, ia ingat jika Alya pernah mengonsumsi itu dulu sewaktu dilarang untuk hamil dulu oleh dokter.
“Pil KB?” tanya Aldan untuk memastikan, Zira terlihat santai saja mengangguk.
“Kenapa kau meminum pil sialan itu? Benar-benar tidak mau hamil anakku?” tanya Aldan dengan raut wajah serius, ntah kenapa mendapatkan kenyataan ini membuatnya menjadi kesal.
“Menurutmu kenapa juga aku harus mau hamil anakmu? Aila anak dari wanita yang kau cintai saja.. Tidak kau sayangi,” balas Zira akan pertanyaan Aldan tadi. “Lalu apa kabar anak dari wanita sepertiku yang kau anggap pelacur,” sambungnya.
Zira berusaha bangkit menutupi tubuh polosnya dengan selimut. Melirik kearah Aldan yang masih menatapnya serius, seakan tidak terima sebenarnya akan apa yang Zira katakan barusan.
“Nyatanya ntah kenapa aku sangat ingin kau hamil, agar kau tetap bersamaku disini, Zira. Tapi, rasa sakit kehilangan Alya hanya karena melahirkan.. Sungguh sangat membuatku trauma,” gumam Aldan di dalam hati.
Karena tidak ada jawaban apapun dari Aldan itu berarti jika tebakannya akan posisi yang sebenarnya sangatlah benar. Aldan benar menganggap Zira selayaknya pelacur yang sah secara agama dan negara saja.
“Malang sekali nasibku,” gumam Zira dengan nada pelan, memungkinkan jika Aldan akan mendengar semua itu. “Aku memang pelacur dia, tidak salah kalau dia diam saja akan semua fakta itu!” kata Zira di dalam hati.
“Yang kau katakan itu benar, Zira.. Hanya saja kau tidak perlu minum pil sialan itu, aku sudah melakukan sesuatu hal hingga kau tidak akan hamil hanya karna aku mengeluarkan semua benihku di rahimmu.”
Ucapan Aldan membuat langkah Zira terhenti. “Tidak usah minum lagi, aku benar-benar jujur akan perkataanku.” kata Aldan lagi.
Pria itu melangkah pergi dari kamar meninggalkan Zira yang termenung. Suara pintu tertutup kembali membuat Zira menoleh ke asal suara, ia melihat Aldan sudah tidak ada lagi di dalam kamar.
Zira terduduk di lantai, ia menangis tanpa suara dengan semua hal yang menimpa dirinya. Sebenarnya apa yang diharapkan Zira, apa ia ingin Aldan marah akan fakta jika dirinya meminum pil KB. Tapi, malah lihat.. Justru Aldan dulu yang malah sudah melakukan tindakan agar benihnya tidak subur.
“Sialan!” Zira marah murni karna ia merasa seakan dipermainkan dengan sangat-sangat tidak terhormat.
Suara ponsel Zira membuat lamunannya buyar, ia berusaha mengambil ponselnya yang tergeletak di meja yang ada disebelahnya. Tertera nama Rania disana, dan berbagai teman yang lain.
Dengan perasaan kesal Zira mengangkat panggilan temannya itu. “Ada apa, Rania?”
“Gue mau bilang, kalau siang ini kita ada kelas. Ini sangat penting untuk skripsi kita nanti, datang Lo ya!”
“Iya, tunggu Gue disana,” Zira mematikan panggilan itu sepihak. Ia memikirkan sang Bibi yang mendapatkan pengobatan sempurna dan biaya Kampus yang sudah dibayar lunas oleh Aldan.
Pria itu tidak ingkar janji soal hal apa yang membuat Zira memberikan tubuhnya. Itu berarti soal Aldan melakukan KB, sangatlah benar.
dah sakit aja baru
tp kenapa yaaaa...si aila bisa seegois ituu 😞🙈pdhl dh liat tuhh papa nya nangis bombay di tgl ultahnya aila