"Kapan kau akan memberi kami cucu!!"
Hati Sherly seperti di tusuk ribuan jarum tajam setiap kali ibu mertuanya menanyakan perihal cucu padanya. Dia dan Bima sudah menikah selama hampir dua tahun, namun belum juga dikaruniai seorang anak.
Sherly di tuduh mandul oleh Ibu mertua dan kakak iparnya, mereka tidak pernah percaya meskipun dia sudah menunjukkan bukti hasil pemeriksaan dari dokter jika dia adalah wanita yang sehat.
"Dia adalah Delima. Orang yang paling pantas bersanding dengan Bima, sebaiknya segera tandatangani surat cerai ini dan tinggalkan Bima!!"
Hadirnya orang ketiga membuat hidup Sherly semakin berantakan. Suami yang dulu selalu membelanya kini justru menjauh darinya. Dia lebih percaya pada hasutan sang ibu dan orang ketiga. Hingga akhirnya Sherly dijatuhi talak oleh Bima.
Sherly yang merasa terhina bersumpah akan membalas dendam pada keluarga mantan suaminya. Sherly kembali ke kehidupannya yang semula dan menjadi Nona Besar demi balas dendam.
Lalu hadirnya sang mantan kekasih mampukah membuka hati Sherly yang telah tertutup rapat dan menyembuhkan luka menganga di dalam hatinya?! Hanya waktu yang bisa menjawabnya.
-
-
Hanya cerita cerehan, semoga para riders berkenan membaca dan memberikan dukungannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lusica Jung 2, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33
Setelah dirawat di rumah sakit selama lebih dari satu Minggu. Akhirnya Rey diijinkan untuk pulang. Keadaannya sudah semakin membaik, tapi dia harus rutin memeriksakan kondisi matanya karena memang masih membutuhkan perawatan intensif.
Leon datang menjemput sahabatnya itu. Dia sengaja tidak datang ke kantor hanya untuk menjemput Rey yang baru pulang dari rumah sakit. Tentu saja tidak sendiri, Sandra sudah seperti bayangan Leon. Yang selalu ada dimana pun dia berada, kecuali di kantor.
Mereka memang tidak memiliki ikatan yang spesial, tapi mereka terjebak dalam sebuah hubungan rumit yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Dimana mereka saling merindukan saat berjauhan, cemburu ketika salah satunya dekat dengan orang lain dan tidak pernah akur saat bersama.
"Kita langsung pulang atau mampir dulu ke suatu tempat?" Leon menatap pasangan muda itu dari kaca spion.
"Kita mampir sebentar di mini market, ada beberapa barang yang mau ku beli." Jawab Shelry, Leon mengangguk.
Leon menghentikan mobilnya di depan sebuah mini market. Ia dan Rey menunggu di mobil, sedangkan Shelry dan Sandra turun untuk berbelanja. Tidak banyak yang Shelry beli, hanya buah-buahan, sayur mayur dan daging segar.
Sherly dan Rey sudah sepakat dan memutuskan untuk pindah dari rumah baru mereka.
Wanita itu merasa tidak nyaman jika setiap hari harus dilayani seperti seorang Nyonya besar, dia lebih nyaman melakukan apapun sendiri dan Rey tidak keberatan dengan keinginan sang istri.
Mereka sekarang tinggal di rumah pribadi milik Rey. Rumah yang Rey beli jauh sebelum dia dan Sherly memutuskan untuk kembali bersama dan menikah.
"Heh, tumben kau memasukkan semangka dan melon ke dalam daftar belanjamu?" Sandra menatap Shelry dengan terheran-heran, pasalnya sahabatnya itu paling anti dengan yang namanya water melon familly.
"Rey sangat menyukai semangka dan melon. Dan ternyata semangka tidak buruk juga,"
"Lalu bagaimana dengan mentimun? Apa kau sudah bersahabat dengan sayuran yang satu itu?"
Shelry menggeleng. "Kecuali yang satu itu. Sampai kambing beranak sapi, aku juga tidak akan Sudi memasukkan mentimun ke dalam daftar belanjaku!" Jawab Sherly dengan tegas.
Sandra terkekeh. Dia tidak tau apa yang membuat Sherly sangat membenci mentimun dan sejenisnya. Dan dia tak akan ragu menyatakan sebagai manusia anti mentimun nomor satu di dunia.
"Apa sudah dapat semua?" Sherly mengangguk. "Ya sudah, sebaiknya kita bergegas. Kasian suamimu menunggu terlalu lama, bagaimana pun juga dia masih perlu istirahat." Ujar Sandra yang sepemikiran dengan Shelry.
Apa yang menimpa Rey benar-benar seperti mimpi buruk, sungguh Sherly sangat menyesali apa yang terjadi sore itu.
Setiap kali dia mengingat adegan dimana Bima menusuk mata kiri Rey dengan gunting, amarah Sherly langsung membuncah, hingga muncul keinginan dihatinya untuk menghabisi mantan suaminya tersebut.
-
-
"Eo, Bibi cantik..."
Laura yang baru saja di cafe bersama sang ayah langsung berseru saat melihat Delima. Wanita itu tersenyum lalu menghampiri gadis kecil itu. "Halo cantik, kita ketemu lagi." Ucap Delima masih dengan senyum yang sama.
Laura mengangguk. "Mungkin artinya kita berjodoh. Oya, Bibi sedang apa disini? Apa Bibi sedang makan siang juga? Kata Bibi Sherly makanan disini sangat enak, makanya aku dan Papa ingin mencobanya." Celoteh bocah berusia 5 tahun tersebut.
"Bibi Sherly, kau mengenalnya?"
Gadis kecil itu mengangguk. "Dia Bibiku, apa Bibi cantik juga mengenalnya?" Laura menatap Delima penasaran. Delima mengangguk. Dia mengatakan jika Sherly dan dirinya berteman. "Ah, begitu ya. Bagus sekali, lain kali kita bisa makan bersama kalau begitu." Sherly hanya tersenyum.
Kemudian seorang pria menghampiri mereka berdua. Laura kemudian mengenalkan Delima pada ayahnya. Jika saja Delima masih yang dulu, pasti dia akan mati-matian berusaha mendekati Frans, sayangnya dia bukan lagi Delima yang penuh dengan ambisi.
"Maafkan putriku jika bersikap tidak sopan pada Anda, Nona."
Delima menggeleng. "Sama sekali tidak, Tuan. Dia adalah gadis yang sangat manis. Silahkan duduk, pesanan Anda akan segera tiba." Ucap Delima dan kemudian beranjak dari hadapan mereka berdua.
Tak berselang lama, pesanan mereka datang. Frans dan Laura menikmati makan siangnya dengan tenang. Sedangkan Delima kembali bekerja, pelanggan hari ini lumayan banyak jadi tidak banyak waktu luang yang dia miliki.
-
-
Rey membuka lilitan perban yang membebat mata kirinya. Helaan napas keluar dari sela-sela bibirnya. Perban terbuka sepenuhnya, sudah tidak ada lagi mata indah seperti dulu.
Mata Rey sudah tidak sempurna lagi, dan dia harus terbiasa dengan satu mata yang berfungsi. Dokter terpaksa mengangkat bola mata kirinya karena mengalami cidera yang sangat parah.
"Rey, sudah waktunya minum obat,"
PRAKKK...
Nampan di tangan Shelry terlepas begitu saja saat dia melihat bagaimana kondisi mata kiri suaminya. Dengan gemetar, Sherly menghampiri Rey yang menatapnya dengan gamang.
Air matanya jatuh tanpa mampu dia cegah. Dengan gemetar, Sherly mengangkat kedua tangannya yang kemudian dia tangkupkan pada wajah suaminya.
Sejak Rey masuk rumah sakit. Ini pertama kalinya Sherly melihat bagaimana kondisi mata Rey yang sebenarnya.
"Bajingan itu, gara-gara dia kau jadi seperti ini!! Rey, biarkan aku membunuhnya untukmu. Karena penjara tidak akan cukup untuk menebus semua kesalahannya!!"
Rey menggeleng. "Tidak Sherly, aku tidak ingin kau menjadi Iblis karena diriku. Dia sudah mendapatkan hukumannya, dan apa yang kau lakukan padanya sudah lebih dari cukup. Aku tidak ingin kau melakukan kegilaan lagi seperti sore ini." Ujar Rey.
Sherly tidak memberikan jawaban apa-apa. Wanita itu hanya diam sambil menatap Rey dengan sendu. "Aku akan mengganti perbannya sekarang," ucap Sherly yang kemudian dibalas anggukan oleh Rey.
Mata itu sudah tertutup kembali dengan perban. Air mata Sherly kembali berjatuhan membasahi wajah cantiknya. Rey menghela napas berat. Pria itu menarik Sherly ke dalam pelukannya dan memeluknya.
Dalam pelukan Rey, tangis Sherly pecah. Wanita itu menangis sejadi-jadinya. Dia benar-benar tak kuasa menahan kesedihannya melihat keadaan suaminya saat ini.
"Jangan menangis lagi, aku mohon. Aku baik-baik saja. Dokter mengatakan masih bisa memakai mata palsu. Meskipun tidak berfungsi, tapi setidaknya membuatku tidak terlihat seperti monster,"
Sherly mengangkat wajahnya dari pelukan Rey. "Bukankah mata palsu tidak nyaman dipakai? Bagaimana kalau kita pergi ke luar negeri dan mencari dokter terbaik yang bisa mengembalikan penglihatan mu seperti sedia kala? Di dunia ini tidak ada yang tidak mungkin bukan?"
Rey menggeleng. "Jika berfungsi normal. Itu sangat mustahil, Sherly. Karena syaraf-syarafnya sudah rusak parah. Nanti saja kita bicarakan lagi masalah ini, apa makan siangnya surga siap?" Sherly mengangguk. "Ya sudah, ayo makan siang sama-sama." Keduanya lalu berjalan beriringan menuju meja makan.
Sherly tau jika saat ini Rey tidak dalam keadaan baik-baik. Dia juga memendam rasa sakit meskipun tidak terlalu diperlihatkan, mungkin Rey tidak ingin membuatnya cemas.
-
-
Bersambung.