Johanna Kate seorang gadis cerdas yang kehilangan ibunya pada usia muda. Johanna sama sekali tidak mengetahui keberadaan ayahnya dan mengharuskannya tinggal bersama bibinya dan Nara. Selama tinggal bersama bibinya, Johanna kerap mendapatkan perlakuan tidak baik.
Setelah lulus SMA, Johanna dijual kepada lelaki hidung belang dan memaksanya harus menikah. Siapakah lelaki yang rela membeli Hanna dengan bayaran sangat tinggi. Apakah kehidupan Hanna berubah setelah itu?
ikutin terus yuk....
Novel ke sebelas ☺️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ani.hendra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SESEORANG YANG BAIK
💌 MUST GET MARRIED 💌
🍀 HAPPY READING 🍀
.
.
LIMA TAHUN KEMUDIAN.
Hamparan salju yang indah menyambut pagi hari di apartemen sederhana milik Hanna. Ia tersenyum sambil menatap butiran-butiran salju bergulir dari langit, jatuh perlahan memutihkan jalanan di Lokasi Milano Serviced Apartments di Melbourne. Turunnya salju merupakan pertanda musim dingin akan berlangsung cukup lama.
Ini sudah ke lima kalinya Hanna melihat salju turun di kota ini. Suhu yang begitu dingin memintanya untuk tetap berada di dalam selimut. Hanna mengamati setiap bulir salju yang turun dari balik jendela apartemen yang sudah lima tahun ia tempati. Dengan ditemani secangkir kopi panas ini sedikit menghangatkan tubuhnya yang masih berbalut selimut dan juga berhasil mengingatkannya pada seseorang yang telah menyelamatkannya. Hanna menarik napas panjang lalu mengembuskannya lewat mulut. Ingatan kejadian lima tahun yang lalu kembali berputar di otaknya.
FLASH BACK ON.
Selama dua minggu Hanna berada di rumah mewah yang tak tahu siapa pemiliknya. Ia hanya sendiri di kamar. Pelayan dengan baik hati selalu memenuhi segala kebutuhannya. Mereka tak pernah memasang ekspresi marah kepada Hanna. Jika Hanna bertanya mereka menjawabnya dengan lembut dan tersenyum kepadanya. Hanna kini menyadari bahwa lelaki hidung belang yang membelinya dari bibi Renata adalah orang baik. Bagi Hanna pria itu seperti malaikat yang dikirim Tuhan untuk menyelamatkan hidupnya dari bibi Renata.
Malam hari, seperti biasa Hanna tengah menikmati makanannya dengan tenang. Ia menghabiskan makanannya. Ia tersenyum sambil meletakkan baki di atas nakas di samping tempat tidurnya. Hanna kembali menatap pintu. Hatinya gelisah. Saat pikirannya kalut, tiba-tiba pintu kamarnya terbuka.
CEKLEK!
Sosok pria ramah dan baik hati itu tersenyum kepada Hanna.
"Kau sudah makan?"
"Sudah tuan," Hanna tersenyum sumringah saat melihat lelaki paruh baya itu masuk.
Pria itu memilih duduk di sisi ranjang, dan tersenyum teduh kepada Hanna. "Bagaimana perasaanmu sekarang?"
Hanna membalas senyuman itu. "Sekarang sangat baik, tuan. Badanku jauh lebih fit sekarang."
"Syukurlah, aku ikut senang."
Hanna tersenyum lagi, ada kenyamanan saat ia bersama pria paruh baya itu. "Apakah tuan yang membeli saya?" Tanya Hanna to the point.
Mendengar itu, reflek pria itu tertawa. "Apakah itu kata Renata?"
Dahi Hanna mengernyit. "Tuan mengenal bibi Renata."
"Tentu saja aku mengenalnya. Aku mengenalnya cukup baik."
"Jadi buat apa tuan membeli saya jika tidak menjadikan saya sebagai istri anda."
"Aku hanya ingin melindungimu dari Renata. Tapi aku menyesalkan perbuatan anak buahku sampai menyakitimu seperti ini."
"Tidak apa-apa tuan. Harusnya aku yang mengucapkan terima kasih karena sudah menyelamatkanku." Ucap Hanna dengan suara terendahnya.
"Kau aman di sini. Kau tidak perlu takut lagi. Aku akan melindungimu dari Renata. Sudah seharusnya kau menjalani kehidupanmu. Jadi aku tidak akan membiarkanmu kembali ke sana lagi."
Hanna mengernyitkan dahinya. "Maksudnya, tuan?" ucapnya gagap.
"Kau akan kuliah seperti kau inginkan dan soal tempat tinggalmu aku sudah menyiapkannya."
Hanna membelalakkan matanya dengan mata berkaca-kaca. Apakah ia hanya berhalusinasi saja, atau jangan-jangan ia salah dengar.
"Semua segala kebutuhanmu, kau tidak perlu mengkhawatirkannya." lanjut pria itu kembali.
Hanna menutup mulutnya dengan mata membulat sempurna. Ini bukan mimpi. Semua yang di dengarnya adalah benar dan benar-benar nyata. "Benarkah tuan?"
"Hmm, tentu saja." kata pria itu mengangguk.
Hanna langsung memegang tangan pria paruh baya itu. Ia berucap dengan antusias. "Aku akan menyelesaikan kuliahku dengan baik. Aku akan menjadi anak yang baik atau anda bisa memintaku melakukan apa saja tuan." Ucap Hanna begitu terharu.
Pria itu tersenyum saat mendengar kata-kata polos dari Hanna. "Kau tidak perlu melakukan itu, tugasmu hanya kuliah dan buat dirimu menjadi anak yang berhasil."
TOK TOK TOK!
Pintu kamar di ketuk beberapa kali, hingga pandangan mereka menatap ke arah pintu.
"Ini saya, tuan." ucap salah satu anak buahnya di balik pintu.
"Masuklah!" Sahutnya dari dalam. Ia tersenyum tipis di sana.
Pintu di buka, seperti biasa ia membungkuk badannya untuk memberi hormat. "Selamat malam tuan,"
"Apa kau sudah menemukan wanita yang membeli rumah Hanna?" tanyanya tanpa basa-basi.
Pria itu sedikit membungkukkan badannya kembali. "Sudah, tuan. Mereka bersedia menjualnya sesuai harga yang kita tawarkan menjadi dua kali lipat dari penjualan sebelumnya."
Pria itu tersenyum mengangguk. Sementara Hanna belum tahu arah pembicaraan mereka. Ia hanya diam tidak mau ikut dalam urusan pria dewasa itu.
"Bagaimana soal kecelakaan itu?" tanyanya lagi.
"Saya masih mencoba mencari tahu tuan."
"Dalam Minggu ini kau harus menemukan buktinya. Jika Renata terlibat, aku tidak akan diam."
DEG!
Hanna terdiam kaget. Jantungnya berdegup kencang. Semua rasa takut berkecamuk dalam batinnya. Saat menyadari pembicaraan mereka ternyata mengenai kematian ibunya. Tapi yang membuat Hanna lebih terkejut bahwa bibi Renata terlibat atas kematian ibunya
"Apa maksudnya?" jantung Hanna semakin terpukul kencang di dalam rongga dadanya. Ia masih mencerna apa yang baru di dengarnya. Hanna mencoba menarik napas dalam-dalam. Namun tidak sedikit pun memenangkan kerisauan yang timbul dalam hatinya. Otaknya kini benar-benar kosong.
"Jika Renata benar-benar terlibat, aku pastikan dia tidak akan hidup tenang."
"Baik tuan."
"Kau boleh keluar!"
"Kalau begitu saya permisi tuan." Ucap pria itu sedikit membungkukkan badannya, lalu melangkah meninggalkan kamar.
Wajah Hanna masih terlihat panik dan diam membeku di sana. Ia menatap pria itu dengan pandangan nanar. Alisnya terus melengkung ke tengah.
"Siapa anda tuan? Kenapa anda mencari tahu kematian ibuku?" Tanya Hanna pelan, namun pria itu masih bisa mendengarnya.
Pria itu tersenyum teduh dan menatap ke arah Hanna yang begitu panik. "Semua ini aku lakukan untuk melindungimu dari Renata. Aku hanya memberi sedikit pelajaran kepada Renata."
DEG...DEG...DEG...!
Lagi-lagi jantung Hanna berdetak kencang. Ia menarik satu-satu napasnya yang terbata. "Memberi pelajaran?" Hanna seperti orang bodoh di sana dan mengulangi pertanyaan itu kembali.
"Ehmm, setidaknya agar bibimu sedikit menyesal karena begitu jahat kepadamu."
Hanna menggeleng lagi. Ia mulai merasakan ketakutan. Napasnya memburu di sana. Sesak sampai membuatnya sulit untuk bernapas. Oksigen seakan enggan masuk ke dalam paru-parunya. "Jangan sakiti bibi Renata, tuan." ucap Hanna dengan lantang.
Pria itu bergeming menatap ke arah Hanna. "Apa maksudmu?"
Hanna turun dari tempat tidur dan bersimpuh di depan pria itu. Lelaki baik yang sudah menolongnya. Ia memegang tangan pria itu dan memohon di sana. "Jangan sakiti mereka, tuan. Aku mohon!" ucapnya dengan wajah memelas sendu.
Pria itu tersenyum lagi. "Aku sudah katakan, aku tidak akan menyakiti Renata, aku hanya memberi pelajaran kepadanya."
Hanna menggeleng menatap ke bawah. "Aku sudah melupakan semuanya. Apa yang telah mereka lakukan, aku sudah melupakannya." Ucap Hanna menatap pria itu dengan nanar.
"Apa maksudmu?" pria itu menautkan kedua alisnya.
Hanna menunduk sedih. Ia menarik napasnya dengan terbata-bata. "Yang menolongku ternyata orang baik, aku sangat bersyukur akan itu, jika bibi Renata tidak menjualku, mungkin aku tidak akan bertemu dengan anda."
Pria itu menarik napas singkat dengan mata terpejam. Ia berjongkok agar bisa sejajar dengan Hanna. Ia tersenyum di sana sambil membelai rambut Hanna dengan lembut. Tatapan matanya begitu dalam menatap Hanna. Ia bisa melihat ketulusan Hanna. Dan ini baru pertama kali ia menemukan anak yang berjiwa besar, mau memaafkan kesalahan orang yang telah menyakitinya.
"Baiklah. Aku tidak akan melakukan apapun kepada bibimu." ucap pria itu akhirnya.
"Terima kasih tuan." Jawab Hanna dengan haru.
Pria itu hanya tersenyum menatap Hanna. Ia mendapat pelajaran dari anak ini.
FLASH BACK OFF.
BERSAMBUNG
^_^
Tolong dukung ya my readers tersayang. Ini novel ke sebelas aku 😍
Salam sehat selalu, dari author yang cantik buat my readers yang paling cantik.
^_^
ada apa ini?.
apa.yang dirahasiakan mereka
nunggu Senin lama banget sih
semakin penasaran aku
(meminta dengan nada paling lembut)
soalnya saya penasaran
tambah seru ceritanya
kok otakku berpikir keras dan tidak menemukan jawabannya