"Kalo sudah malam, jangan keluar rumah ya ndok. Nanti di bawa kuntilanak!"
~~
"Masalah nya bukan di kamu, tapi di dia."
~~
"JADI SELAMA INI EYANG!??"
Dara, adalah seorang gadis yang baru saja lulus sekolah SMA, dia tidak langsung melanjutkan studi karena orang tua nya terkendala biaya. Dara lalu di titipkan pada Eyang nya yang Dara sendiri tidak pernah tau kalau dia punya eyang, dia di kirim ke kampung yang entah itu dimana.
Dan di sanalah Dara mengalami semua kejadian yang tidak pernah dia alami sepanjang hidup nya, dia juga mengetahui rahasia tersembunyi tentang keluarga nya yang tidak pernah dia sangka..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ratna Jumillah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
EPS. 19. Kabar duka
Di dapur, bi Endang sedang merebus air dengan panci besar.. Mendengar suara hujan deras di luar, dia makin khawatir dengan Dara dan mang Nuri.
"Endang."
"Ya?" Bi Endang spontan menyahut dan menoleh saat namanya di sebut, tapi..
"Eh.. kok suara mang Nuri, apa udah sampe ya?" Gumam bi Endang.
"Tapi kok sepi di luar." Gumam bi Endang lagi.
Bi Endang lalu kembali membenarkan panci yang baru dia letakkan di atas kompor, lalu menyalakan nya. Saat dia sedang menjetek tuas kompor, bi Endang merasa ada seseorang yang lewat di belakang nya dan masuk ke garasi, dia pun menoleh, tapi tidak ada siapa - siapa..
"Kok kayak ada yang lewat, tapi ndak ada orang nya." Gumam bi Endang.
Bi Endang mengusap tengkuk nya karena merinding, dia lalu keluar kembali ke ruang tamu. Bi Endang heran karena pintu masuk rumah masih terbuka dan bi Lastri malah tidak ada di sana.
"Tri.." Panggil bi Endang.
Bi Endang berjalan menuju ke luar pintu dan dan melihat keadaan di luar, dia terkejut melihat bi Lastri yang pingsan di luar halaman dan terguyur hujan.
"Astagfirullah, Tri!!" Bi Endang langsung lari menghampiri bi Lastri.
"Tri, kok kamu pingsan di sini!? Tri! Tri! Sadar Tri!" Ujar bi Endang panik.
Bi Endang terus menepuk pipi bi Lastri, dia tidak kuat jika harus menggotong bi Lastri sendirian karena tubuh bi Lastri lebih besar dari nya. Bi Endang terus menepuk pipi bi Lastri sampai akhir nya bi Lastri sadar dan teriak..
"Aaarrghh!!!" Bi Lastri teriak dan menutupi wajah nya.
"Koe kenapa?!! Ini aku, Endang!" Ujar bi Endang.
"Ndang.. mang Nuri.. mang Nuri.." Bi Lastri sampai terbata - batasambil menangis ketakutan.
"Mang Nuri - mang Nuri kenapa? kamu mbok ya ngomong nya yang jelas toh, ayok masuk dulu." Ujar bi Endang.
Akhir nya bi Endang membantu bi Lastri bangun dan pergi masuk ke teras rumah, bi Endang melihat kesana kemari tapi tidak ada orang, lalu kenapa bi Lastri menyebut nama mang Nuri pikir nya.
"Itu tadi.. aku liat mang Nuri berdarah - darah, Ndang.." Ujar bi Lastri..
"Lah, terusan kamu kenapa malah pingsan? Bukan nya di bantuin ngobatin." Ujar bi Endang.
"Aku takut, Ndang.. Darah nya banyak banget, mang Nuri nangis minta tolong.. aku nya nggak kuat liat darah jadi aku pingsan." Ujar bi Lastri.
"Aduh kamu ini.. kemana mang Nuri nya, apa pulang? Terus non Dara nya mana??" Tanya bi Endang, seketika bi Lastri baru sadar.
"Mang Nuri sendirian tadi, ndak ada non Dara." Ujar bi Lastri dan bi Endang menutup mulut nya..
"Ya Allah semoga mereka nggak kenapa - kenapa, Wis kamu mandi dulu nanti gantian. Aku tak nunggu di sini barang kali non Dara pulang." Ujar bi Endang dan bi Lastri mengangguk.
Tampak nya bi Lastri belum menyadari bahwa yang datang padanya itu bukan mang Nuri asli, tapi Qorin nya. Mereka belum menyadari dan tentu saja belum tahu apa yang terjadi dengan mang Nuri dan Dara.
Setelah bergantian mandi dan sudah berganti pakaian, kini bi Endang dan bi Lastri kembali menunggu, tapi mereka berdua merasakan hawa di rumah seperti mencekam.
"Aku kok merinding dari tadi." Ujar bi Endang.
"Sama, aku juga.." Ujar bi Lastri.
Padahal biasa nya mereka biasa saja, tapi malam itu entah mengapa di rumah itu terasa seperti banyak mata yang sedang mengawasi mereka dari berbagai sudut, bi Lastri malah terus - terusan mengusap tengkuk nya karena merasa merinding yang luar biasa.
"Tak! Tak! Tak! Tak! Tak!"
Tiba - tiba terdengar suara aneh dari kamar eyang, bi Endang dan bi Lastri pun bergegas masuk kedalam kamar eyang dan betapa terkejut nya mereka saat melihat tubuh eyang yang melayang di udara.
"Astagfirullah, Eyang!!" Bi Endang dan bi Lastri panik, mereka mencoba menarik turun tubuh eyang.
Mereka menarik tubuh eyang tapi tidak bisa dan malah semakin tinggi, bi Lastri sampai menarik kaki eyang supaya turun namun masih tetap tidak bisa. Sampai tiba - tiba saja tubuh eyang terjatuh sendiri di ranjang dan kini eyang kembali kejang kejang, sambil matanya melihat ke atas.
"Eyang, istigfar.. Istigfar eyang.." Ujar bi Lastri.
"khhk! Khkk! Khkk!" Eyang kembali kejang dan seolah leher nya tercekik sesuatu.
"Ya Allah, gimana ini.. Hiks.." Bi Endang menangis karena tidak bisa melakukan apapun.
"Mbak Melisa.. Tolong eyang.." Ujar bi Lastri tiba - tiba.
Mendengar nama Melisa di sebut, bi Endang pun menatap ni Lastri.
"Aku tau mbak Melisa ada di sini, aku nggak liat mbak Melisa tapi aku tau mbak di sini." Ujar bi Lastri lagi.
"Tolong maafin eyang mbak.. tolong maafin ibunya mbak Melisa, hiks.. hiks.. Kasihan dia mbak." Ujar bi Lastri.
Tapi tidak ada apapun yang terjadi, rumah itu terasa mencekam namun tidak ada tanda - tanda ke hadiran Melisa di sana.
"Kok kamu ngomong gitu toh, Tri??" Ujar bi Endang.
"Siapa tau mbak Melisa denger, kasihan eyang nya kayak gini.." Ujar bi Lastri.
Dan tiba - tiba eyang sudah tidak kejang - kejang lagi, bi Lastri dan bi Endang lega melihat eyang yang sudah tidak kejang meski kini eyang pingsan. Mereka berdua lalu membetulan posisi tidur nya eyang agar tubuh nya tidak sakit.
"Kok badan eyang sudah nggak kaku ya Tri?" Tanya bi Endang, dia heran karena tubuh eyang terasa lemas dan tidak seperti orang stroke.
"Bukan nya bagus tah? Tanda nya eyang akan sembuh toh." Ujar bi Lastri.
"Iyo tapi iki..."
Belum sempat bi Endang menyelesaikan kalimat nya, mereka berdua mendengar suara deru mesin mobil. Mereka berdua lalu lalu bergegas ke depan untuk melihat siapa yang datang.
Di depan.. Dara baru saja sampai bersama Amar dan Kyai, mereka lalu turun dan mendapati bi Lastri dan bi Endang yang menatap penuh heran kearah mereka..
"Assalamualaikum." Salam Dara, dan di susul Kyai serta Amar.
"Waalaikumsalam, non Dara.." bi Endang dan bi Lastri bingung.
Dara yang tak bisa menahan tangis nya akhir nya berhambur kedalam pelukan bi Lastri dan bi Endang, Dara menangis keras sekarang..
"Hiks.. hiks.. Bibi.." Sampai nafas nya tersenggal - senggal, mungkin dia sudah menahan tangis nya sedari tadi.
"Ya Allah suara non Dara kenapa, kok hilang??" Tanya bi Endang.
Amar dan pak Kyai hanya bisa ikut sedih melihat Dara yang menangis seperti itu, bagaimanapun Dara pasti mengalami trauma besar sebab dalam kecelakaan itu hanya dia yang selamat.
"Shh.. Shh.. Wes non, jangan nangis.. Kenapa toh?" Tanya bi Lastri, dia ikut panik juga.
"A- aku sam- sama pakde tadi ke- kecelakaan.." Ujar Dara masih tersenggal - senggal.
"Astagfirullah, non nggak apa - apa kan??" Tanya bi Endang dan Dara menggeleng.
"A- aku ng- nggak apa - ap- a, tapi pakde.. Hiks.. Hiks.." Ujar Dara, dia kesulitan bicara.
Dara benar - benar tidak bisa mengendalikan dirinya dan tangis nya lepas begitu saja, bi Endang dan bi Lastri yang melihat itu pun ikut menangis khawatir.
"Udah non - udah.. Pelan - pelan aja ngomong nya. Ya Allah, sampe suaranya ilang gini." Ujar bi Endang.
"P- pakde - pakde meninggal bi, hiks.. hiks.." Seketika bi. Endang dan bi Lastri terkejut.
BERSAMBUNG..
ato ga bisa pindah rumah karena ada sesuatu yg mengikat di rumah itu?