Dinda, 24 tahun, baru saja mengalami patah hati karena gagal menikah. Kehadiran seorang murid yang bernama Chika, sedikit menguras pikirannya hingga dia bertemu dengan Papa Chika yang ternyata adalah seorang duda yang tidak percaya akan cinta, karena kepahitan kisah masa lalunya.
Akankah cinta hadir di antara dua hati yang pernah kecewa karena cinta? Mampukah Chika memberikan seorang pendamping untuk Papanya yang sangat dia sayangi itu?
Bila hujan tak mampu menghanyutkan cinta, bisakah derasnya menyampaikan rasa?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi tan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Baju Bekas
Dinda mulai mengeringkan tubuh dan rambutnya, di sebuah kamar tamu, dengan handuk yang diberikan oleh Mbak Yuyun padanya.
Tak lama kemudian Mbak Yuyun kembali masuk dengan membawa beberapa pakaian di tangannya.
"Ini ada beberapa baju milik mendiang Bu Ranti, masih bagus-bagus kok Bu, daripada basah pakaiannya!" kata Mbak Yuyun sambil menyodorkan beberapa pakaian wanita.
"Terima kasih Mbak, tapi tidak apa-apa saya memakai pakaian ini?" tanya Dinda ragu-ragu.
"Ya tidak apa-apa dong Bu, pakaian-pakaian itu kan sudah tidak dipakai lagi!" jawab Mbak Yuyun.
Dinda menganggukkan kepalanya, sebenarnya dia tidak ingin mengganti pakaiannya itu, dia sangat sungkan mengenakan pakaian orang lain, apalagi pakaian itu adalah pakaian bekas istri Dio.
Namun dia juga tidak mungkin pulang ke tempat kos dalam keadaan basah kuyup seperti itu.
Sementara di luar masih terdengar suara rintik hujan, Dinda juga harus menunggu beberapa saat lamanya agar hujan benar-benar berhenti.
Tidak mungkin dia pergi meninggalkan rumah itu dalam keadaan hujan-hujanan lagi.
Setelah selesai mengganti pakaiannya, Dinda kemudian keluar dari kamar itu dan duduk di ruang tamu depan, sambil menunggu hujan reda.
Mbak Yuyun kembali datang menghampiri Dinda sambil membawakan segelas minuman hangat.
"Ini diminum dulu Bu, supaya badannya hangat!" kata Mbak Yuyun sambil meletakkan gelas minuman hangat itu di atas meja.
"Trimakasih Mbak!" ucap Dinda sambil meneguk minuman hangatnya itu.
Tak lama kemudian, nampak Bu Lian dan Pak Frans datang menghampiri Dinda yang masih duduk di ruang tamu itu, mereka kemudian ikut duduk bersama di ruang tamu itu.
"Yuyun! kau suapi Chika dikamarnya! Setelah itu kau tidurkan dia, setelah itu tolong kau pesankan makanan di restoran yang paling enak di Jakarta, akan ada tamu Istimewa sore Ini!" Titah Bu Lian.
"Baik Nyonya!" jawab Mbak Yuyun patuh, Kemudian dia segera meninggalkan ruangan itu.
Hening.
Dinda terlihat menunduk dan canggung dengan suasana siang itu, dia seperti terdakwa yang terintimidasi di depan hakim, jantungnya berdebar keras dari tadi.
"Kau gurunya Chika bukan? Bagaimana Chika di sekolah? Dulu kudengar anak itu sering bermasalah!" tanya Pak Frans.
"Iya, tapi belakangan ini dia menjadi lebih baik! Kasusnya sudah berkurang, paling hanya kenakalan anak-anak biasa!" jawab Dinda.
"Ku dengar juga kau guru yang berkompeten, bisa mengubah sifat Chika yang arogan dan sedikit brutal, maklum saja dia sangat kurang kasih sayang Mamanya, Mamanya sakit parah saat Chika masih sangat kecil!" ungkap Pak Frans.
Dinda menarik nafas lega, setidaknya Pak Frans tidak se seram yang dipikirkannya, dia masih bisa bersikap ramah pada Dinda.
"Oke, aku ada urusan sebentar, kalian mengobrol lah!" ujar Pak Frans yang kemudian beranjak meninggalkan ruang tamu itu.
"Kalau hujan sudah reda kau boleh pulang, nanti sore Kami akan ada acara keluarga di rumah ini!" ucap Bu Lian.
"Baik! Sebentar lagi saya pulang!" jawab Dinda.
"Hmm, kau cocok juga memakai pakaian mendiang mantuku, kalau kau mau, masih banyak pakaian-pakaian itu di lemari, nanti aku suruh Yuyun untuk memberikannya padamu!" ujar Bu Lian.
"Oh, tidak usah! Ini karena pakaian saya basah tadi, nanti akan saya kembalikan!" sergah Dinda.
"Tidak perlu kau mengembalikannya lagi! Beberapa kali aku sudah suruh Dio untuk menyumbangkan pakaian itu, tapi tetap saja masih ada di lemari!" sahut Bu Lian.
Dinda terdiam tidak menjawab lagi, namun di sudut hatinya Yang terdalam ada rasa sedih, dan rendah diri yang menggelayuti nya.
"Yuyun!!" panggil Bu Lian dengan suara keras.
Mbak Yuyun datang tergopoh-gopoh menghampiri Bu Lian.
"Ya Nyonya?"
"Tolong bungkuskan pakaian bekas Ranti untuk Ibu guru ini, sepertinya dia memerlukannya!" titah Bu Lian.
"Ba-Baik Nyonya!" sahut Mbak Yuyun yang segera berlalu dari tempat itu.
Dinda ingin menangis dan berlari sejauh mungkin dari situ, namun kakinya terasa terpaku, sekuat tenaga dia berusaha untuk menahan agar air matanya tidak tumpah.
Hingga hujan sudah reda, Dinda kemudian hendak pamit pulang ke tempat kos nya.
Dengan sedikit ragu-ragu, Mbak Yuyun memberikan bungkusan pakaian bekas Ranti itu pada Dinda.
"Maaf ya Bu, jangan di masukan dalam hati, Nyonya memang seperti itu!" bisik Mbak Yuyun.
Dinda menganggukan kepalanya sambil berusaha untuk tersenyum.
"Iya Mbak, tidak apa-apa!" sahut Dinda.
Dinda kemudian mulai melangkah meninggalkan ruangan itu.
"Tunggu Bu Guru, mungkin kau belum mengenal Dio, dia itu pengusaha muda yang sedang berkembang, sering bertemu dengan pengusaha-pengusaha besar di dunia, kau tau? Dia di gilai banyak wanita di luar sana, apalagi statusnya yang kini duda!" ujar Bu Lian.
Dinda lalu menoleh ke arah Bu Lian, dengan mengumpulkan segenap keberaniannya.
"Lalu, apa maksudnya?" tanya Dinda.
"Sore ini, rekan bisnis Ayah Dio datang bersama putrinya, putrinya itu adalah seorang desainer terkenal, anak seorang pengacara handal, Bu Guru pasti mengerti apa maksudku!" ucap Bu Lian.
"Baik, saya mengerti!" jawab Dinda.
Setelah itu dia langsung melangkah keluar dari rumah itu, mengendarai motornya kembali menuju ke tempat kosnya.
****
Dio memarkirkan mobilnya di garasi rumah besarnya itu, sesuai janji, dia akan pulang cepat, bertemu dengan rekan bisnis Ayahnya itu.
"Papa!"
Chika berlari dari arah dalam rumah, sambil melompat ke gendongan Dio.
"Hmm, anak Papa sudah wangi nih, pasti sudah mandi ya?" tanya Dio.
"Iya Pa, Oma suruh aku mandi cepat, katanya mau ada tamu!" sahut Chika.
"Oke deh, sekarang Chika turun ya, gantian Papa yang mau mandi!"
"Tadi aku ke kuburan Mama lho!" kata Chika.
"Oya? Sama siapa?"
"Sama Bu Dinda!"
"Bu Dinda??"
"Iya Pa, terus pulangnya kita kehujanan deh, tadi Bu Dinda juga ketemu sama Oma" sahut Chika.
Dio langsung menoleh ke arah Mbak Yuyun yang sibuk menata makanan di meja makan itu.
"Benar Mbak? Tadi Dinda bertemu Bunda? Sekarang di mana dia??" tanya Dio.
"Maaf Pak Dio, tadi hujan lebat, Bu Dinda dan Chika kehujanan, lalu saya kasih pinjam baju Bu Ranti, eh Nyonya malah suruh saya bungkusin semua baju Bu Ranti untuk Bu Dinda!" jawab Mbak Yuyun.
"Ya Ampun, Bunda kenapa seperti itu? Chika turun sebentar ya, Papa mau telepon Bu Dinda dulu!"
Dio langsung menurunkan Chika dari gendongannya dan merogoh ponselnya di saku jas nya.
Beberapa kali menelepon, namun belum juga di respon oleh Dinda, Dio mulai cemas dan khawatir.
Ting ... Tong ...
Terdengar suara bel dari arah gerbang depan rumah Dio, Pak Frans dan Bu Lian, nampak sedang menuruni tangga dengan pakaian mereka yang sudah rapi.
"Dio, kau tak usah mandi, begitu saja kau sudah terlihat tampan! Ayo kita sambut tamu kita yang sudah datang itu!" kata Pak Frans.
Mau tidak mau Dio menganggukan kepalanya.
Bersambung ...
****