Hati siapa yang tak bahagia bila bisa menikah dengan laki-laki yang ia cintai? Begitulah yang Tatiana rasakan. Namun sayang, berbeda dengan Samudera. Dia menikahi Tatiana hanya karena perempuan itu begitu dekat dengan putri semata wayangnya. Ibarat kata, Tatiana adalah sosok ibu pengganti bagi sang putri yang memang telah ditinggal ibunya sejak lahir.
Awalnya Tatiana tetap bersabar. Ia pikir, cinta akan tumbuh seiring bergantinya waktu dan banyaknya kebersamaan. Namun, setelah pernikahannya menginjak tahun kedua, Tatiana mulai kehilangan kesabaran. Apalagi setiap menyentuhnya, Samudera selalu saja menyebutkan nama mendiang istrinya.
Hingga suatu hari, saudari kembar mendiang istri Samudera hadir di antara carut-marut hubungan mereka. Obsesi Samudera pada mendiang istrinya membuatnya mereka menjalin hubungan di belakang Tatiana.
"Aku bisa sabar bersaing dengan orang yang telah tiada, tapi tidak dengan perempuan yang jelas ada di hadapanku. Maaf, aku memilih menyerah!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
31. Fakta Masa lalu
"Sus Tia, bisa minta tolong nggak?" ujar salah seorang rekan kerja Tatiana. Tatiana yang baru saja selesai menggantikan cairan infus di salah satu ruang rawat inap pun menghentikan langkahnya.
"Tolong apa?" tanya Tatiana bingung.
"Itu, di UGD ada pasien." Suster Ara tampak bingung melanjutkan kata-katanya. Suster yang usianya lebih muda beberapa tahun dari Tatiana itu tampak meringis.
"Ada pasien kecelakaan?"
Suster Ara menggeleng, "bukan. Dia dapat rujukan dari dokter lain."
"Emangnya dia pasien apa? Kenapa ekspresi kamu kayak gitu? Kamu sakit?"
"Bukan, Sus. Ini ... Duh gimana ya ngomongnya? Itu, pasien itu nggak bisa buang air kecil. Katanya sudah seminggu ini jadi mesti dipasang kateter. Makanya dirujuk ke UGD sini," jelasnya, namun masih membuat Tatiana bingung.
"Lantas?"
"Sus Tia bisa bantu gantiin aku pasang kateter nggak? Aku kan baru sus dan ... masih takut-takut gitu. Takut salah dan ... geli juga. Duh gimana ya, sus Tia pasti ngerti kan maksud aku?" Suster Ara menggaruk tengkuknya. Ia seharusnya tidak begini. Sudah seharusnya ia melakukan semua pekerjaannya dengan profesional, namun ia masih ragu dan takut.
"Pasiennya laki-laki atau perempuan?"
"Laki-laki, Sus," jawab Suster Ana. Kemudian ia langsung melipat bibirnya.
Sontak saja Tatiana membelalakkan matanya. Membayangkan memasang kateter ke alat kelamin seorang laki-laki, artinya ia harus memegangnya. Selama menikah saja ia tidak pernah memegang milik suaminya.
Lalu kini???
Namun mau bagaimanapun, ini merupakan salah satu tugasnya sebagai seorang perawat. Ingin rasanya ia tertawa melihat ekspresi suster Ara, tapi ...
Ah, sudahlah!
Tatiana menghela nafas panjang. Kemudian ia pun mengangguk. Tatiana dan suster Ara pun segera masuk ke ruang UGD.
Pasien yang harus dipasang kateter ternyata seorang pria paruh baya. Memang usia senja rentan terhadap penyakit sumbatan saluran kemih. Bila sudah dipasang kateter dan urine berhasil keluar, namun setelah kateter dilepas ternyata salurannya kembali sumbat, maka harus dilakukan tindakan medis lebih lanjut. Biasanya pengobatan penyakit tersebut melalui jalur operasi. Namun bukan berarti melalui operasi artinya harus melewati tindakan pembedahan. Tidak sama sekali. Tindakan operasi tidak melulu harus melalui tindakan pembedahan. Apalagi perkembangan alat medis saat ini sudah semakin canggih.
Setelah memakan waktu hampir 30 menit, akhirnya kateter pun berhasil dipasang. Pasien laki-laki tersebut sebenarnya malu bukan main, tapi ia pun sudah tak tahan menahan rasa sakit karena tidak bisa buang air kecil.
"Terima kasih ya, Sus, atas bantuannya," ujar istri dari pasien tersebut. Pasien laki-laki tersebut hanya bisa bungkam karena menahan malu.
"Sama-sama, Bu. Kalau begitu, kami permisi ya, pak, bu," ujar Tatiana dan Suster Ara yang sejak tadi membantu menyiapkan perlengkapan.
Setelah keduanya berlalu, istri dari pasien tersebut pun menghampiri suaminya.
"Mas, aku kok familiar ya dengan wajah suster yang hamil itu?"
"Maksud mama?"
"Wajahnya ... mirip kang Gunawan. Apa jangan-jangan ... "
"Apa kamu pikir itu anak kang Gunawan dan istri pertamanya dulu? Nurmala?"
"Bisa jadi, Mas. Kalau benar, bagaimana, Mas? Aku benar-benar merasa bersalah dengan anak itu dan ibunya?" perempuan itu seketika terisak saat mengingat masa lalunya.
Tak dipungkiri, perselingkuhan Gunawan, kakaknya itu atas andil dirinya. Ia dan keluarganya yang tidak menyetujui pernikahan antara sang kakak dengan Nurmala yang hanya seorang perempuan miskin yatim piatu pun menghadirkan orang ketiga yang merupakan sahabatnya sendiri. Bak gayung bersambut, Gunawan pun terpikat dengan pesona janda kembang yang tidak dikaruniai anak tersebut. Hingga akhirnya terjadilah perselingkuhan. Lalu mereka mendesak Gunawan untuk menceraikan Nurmala lalu menikahi sahabatnya tersebut.
Gunawan yang sudah terpesona dengan kecantikan sang janda kembang pun menuruti permintaan keluarganya dan menceraikan Nurmala lalu meninggalkan ia dan anaknya tanpa perasaan sama sekali.
Namun begitulah, sebuah hubungan yang diawali dengan tidak baik pasti akan berakhir tidak baik pula. Kebusukan istri baru Gunawan terbongkar. Ternyata ia bukan perempuan baik-baik. Ia suka bermain dengan banyak lelaki dan kesemuanya adalah suami orang. Hingga akhirnya pertengkaran pun pecah. Yang lebih parah, mereka bertengkar di dalam mobil setelah Gunawan memaksa istrinya pulang setelah kepergok booking hotel dengan seseorang yang Gunawan kenali. Pertengkaran pun tak terelakkan. Alhasil, mobil yang mereka tumpangi kehilangan kendali sehingga terjadilah kecelakaan dimana sepasang suami istri itu akhirnya meninggal di tempat.
Seakan hukum karma terus berjalan, satu persatu orang-orang yang menyebabkan kehancuran sebuah keluarga itu menuai hukuman. Orang tua Gunawan terkena stroke selama bertahun-tahun hingga akhirnya menghembuskan nafas tanpa bisa menebus kesalahannya sama sekali dengan mantan menantu dan cucunya. Lalu kini anak dari adik Gunawan pun mengalami hal yang sama seperti yang kakak iparnya itu rasakan. Menantunya pergi dengan selingkuhannya meninggalkan putri semata wayangnya dan cucunya dengan keadaan yang menyedihkan.
Sungguh, ia amat sangat menyesali perbuatannya di masa lalu. Seandainya waktu bisa diputar, wanita paruh baya itu ingin sekali kembali ke masa lalu dan mencoba menerima kakak iparnya dengan lapang dada. Takkan ia hadirkan orang ketiga yang mana akhirnya menjadi sumber mala petakanya di sepanjang hidupnya.
"Kalau itu benar dia, lantas mama mau apa?" tanya sang suami.
"Mama ingin bertemu dengannya dan ibunya. Mama ingin bersujud memohon maaf padanya. Mama akan melakukan apa saja asalkan mereka mau memaafkan mama. Mama harap, dengan begitu kehidupan kita khususnya anak kita bisa jadi lebih baik," harap wanita paruh baya itu yang bertekad mencari tahu tentang Tatiana.
Sementara itu, di kantin, saat ini Tatiana dan rekan-rekannya sedang santap siang. Seperti biasa Tatiana membawa bekal dari rumah. Awalnya Tatiana ingin makan di mejanya, tapi Suster Ara memaksanya makan di kantin. Karena Tatiana sudah membawa bekal, Suster Ara pun menawari untuk mentraktir jus buah di kantin. Tatiana pun akhirnya setuju.
"Ck, kamu ini Ra, lain kali nggak boleh begitu. Kamu harus bekerja secara profesional. Nggak boleh pilih-pilih," ujar salah seorang perawat yang sudah senior setelah Suster Ara menceritakan apa yang ia dan Tatiana lalui tadi.
"Iya, Sus. Maaf. Nanti Ara akan bekerja lebih profesional. Apalagi tadi Suster Tia udah kasi tutorial caranya yang bener supaya pasien nggak sakit. Soalnya dulu, aku tuh pernah liat ada pasien yang jerit kesakitan gitu, Sus, waktu dipasang kateter. Makanya Ara takut Ara pun ngelakuin hal yang buat pasien jerit kesakitan," papar suster Ara.
"Yang penting itu pertama kamu melakukannya sesuai prosedur dan yang kedua harus hati-hati. Jangan terburu-buru. Insya Allah semua akan baik-baik aja," tukasnya.
"Oh ya, sus Tia, kapan kamu mulai ambil cuti? Kandungan kamu udah besar banget itu lho."
"Aku juga belum tau, Sus. Kayaknya dekat-dekat waktu lahiran aja deh. Apalagi kandungan aku nggak ada masalah."
"Biarpun nggak ada masalah, bukan berarti kamu harus terus bekerja, Sus. Sus Tia pun harus mengistirahatkan tubuh supaya nanti pas mau lahiran, kondisi tubuh Sus Tia dalam keadaan fit."
"Iya, Sus. Makasih atas perhatiannya," jawab Tatiana sembari tersenyum lebar.
"Oh iya, kalian udah tahu belum kalau kita semua malam Minggu entar diundang makan malam di rumah Bu Anida? Beliau mengadakan pesta anniversary pernikahannya yang ke 11. Makan malamnya dibagi dua shift, jadi yang kebagian jaga di malam Minggu, bisa ikut makan malam di Minggu malamnya," ujar perawat senior yang bernama Riska tersebut.
"Oh ya? Wah, lumayan nih, makan gratis," seloroh suster Ara membuat Tatiana terkekeh di sampingnya.
"Dasar, doyan makan gratis."
"Siapa sih, Sus, yang bisa nolak makan gratis. Apalagi yang mau ngasi makan gratis ini pemilik klinik ini, pasti makanannya enak-enak, ya nggak?" Suster Ara melempar tanya pada rekan lainnya.
Mereka pun mengacungkan jempol tanda setuju.
"Tuh kan, mereka aja setuju."
"Tapi kan acaranya malam, aku nggak tau bakal datang atau nggak." Tatiana mempertimbangkan jalan yang ia lalui cukup sepi dan jarang ada kendaraan yang lewat. Apalagi ia sedang hamil cukup besar, ia khawatir berkendara sendiri malam-malam. Ingin pesan taksi online pun ia juga sedikit takut. Apalagi zaman sekarang banyak sekali kejahatan terjadi. Korbannya rata-rata perempuan.
Oleh sebab itu, bila ia tiba-tiba ngidam di malam hari, ia sering memesan lewat online. Namun terkadang ada makanan yang tidak dijual di aplikasi. Apalagi makanan yang dijual di tempat tertentu. Tidak semua pedagang makanan bekerja sama dengan aplikasi untuk menjual makanannya.
"Gini aja, bagaimana kalau aku jemput Sus Tia?"
"Emangnya nggak ngerepotin, Sus Riska?"
"Nggak kok. Kan jalannya juga searah."
"Ya udah, makasih banget ya, Sus."
"Ck, kayak sama siapa aja," ujar Suster Riska berdecak.
...***...
...HAPPY READING ❤️❤️❤️...
menyiksa diri sendiri.