Ini kisah seorang seorang gadis kaya raya mencari cinta sejati menyamar jadi karyawan sederhana. Sania kembali ke tanah air demi mencari kebenaran kematian ibunya. Selama di tanah air Sania jatuh cinta pada pengusaha kaya namun sayang ditinggal nikah. Demi melanjutkan rencana balas dendam pada keluarga penyebab kematian sang ibu juga pada mantan pacar Sania rela menikah dengan laki beristeri yang penyakitan. Mampukah Sania mencari fakta Kematian ibunya sekaligus tuntaskan dendam pada mantan pacar? Semua jawaban ada di kisah ini. Silahkan simak kisah Sania mencari cinta dan tuntaskan dendam!
Ini karya perdanaku. Mohon dukungan para pembaca. Tinggalkan jejak agar penulis makin semangat update. Terima kasih
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mei Sandra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Lamaran
Sania dan Rangga hanya bisa tersenyum melihat reaksi keluarga Pak Bur. Ini reaksi wajar karena sekian lama mengenal Rangga dan Sania tak ada tanda tanda mereka saling mengenal. Apalagi sekarang mengaku bersaudara.
"Kami akan tinggal bersama pak! Maka itu bapak usahakan rumah dekat rumah bapak biar bisa awasi Agra bila kami kerja." Sania berterus terang niat hati pada Pak Bur.
Pak Bur berdiam diri sesaat berpikir keras permintaan Sania. Bagaimana mungkin cari rumah dalam tempo singkat. Apa beli pisang goreng yang ada di setiap sudut simpang jalan.
"Ada rumah Pak Armaya mau dijual." seru Lisa pecahkan konsentrasi Pak Bur.
"Itu rumah gedongan. Mahal." sahut Pak Bur lesu.
"Memangnya mau jual berapa?" tanya Sania cepat.
"Dua milyar lebih. Tanpa perabot pula."
"Ya sudah kita ambil. Minta kurang dikit." Sania langsung tertarik. Tak hirau itu mahal asal dekat keluarga Pak Bur.
"Gila lhu San! Beli rumah boneka Barbie ya?" Lisa menyentik kuping Sania saking gemas gaya santai Sania menganggap dua milyar hal sepele.
"Coba bapak negosiasi harga termurah! Sania akan transfer uang besok."
Lisa meraba dahi Sania takut gadis ini sedang kurang sehat. Jangan jangan otak Sania sudah kena erosi tergerus tinggal dikit.
"Waras ente peri jelek?"
"Kurang waras gara dekat sama orang gelok."
"Jangan bercanda kalian! Uang segitu sangat banyak lho nak! Rumah Pak Armaya tak ada nilai segitu. Kita tunggu dia kepepet dulu. Sabar saja. Untuk sementara nak Agra tinggal sini. Papa dan mama yang akan urus dia selama kalian kerja." Pak Bur akhirnya beri jalan tengah.
Beli rumah terburu-buru hanya menguntungkan penjual. Tarik ulur pasti akan bikin penjual penasaran. Tunggu dia tak sabaran maka harga akan jatuh. Di situ baru bergerak menawar harga pasti.
"Nah apa mama bilang! Ayo nak Agra ikut mama ke kamarmu. Berani tidur sendiri?" perhatian Bu Bur langsung tercurah pada Agra.
"Berani Bu..." jawab Agra sopan.
"Bagus...jangan panggil ibu tapi mama kayak mbak Lisa! Mulai sekarang kamu anak mama yang ganteng." Bu Bur mengelus pipi tirus Agra penuh kasih sayang. Sania dapat merasakan Agra telah menemukan tempat hangatkan diri. Bu Bur pasti akab sayang pada Agra kalau memang merindukan anak laki seperti cerita Lisa.
Ada rasa lega hadir di hati Sania menemukan sarang nyaman untuk adiknya berteduh. Sifat baik Bu Bur tak usah diragukan lagi. Sania sudah lama kenal keluarga ini nyaris tak ada konflik dalam keluarga selain mulut bocor Lisa.
Pak Bur tersenyum melihat sang isteri seperti menemukan mainan baru. Hari isterinya akan dipenuhi warna warna cerah. Rasa rindu akan anak laki bisa terobati dengan kehadiran Agra. Bu Bur pernah kehilangan anak laki yang baru lahir. Anaknya membawa kelainan jantung.
Baru lahir langsung meninggal. Tak ada tanda tanda kehidupan pada bayi merah yang baru saja mengenal dunia. Namun sayang tak diberi kesempatan menghirup udara polusi dunia.
Bu Bur sempat stress namun seiring waktu beliau mampu atasi kesedihan yang ada berkat kesabaran Pak Bur. Maka itu Lisa menjadi anak tunggal Pak Bur.
"Jam berapa keluarga Bara akan datang?" tanya Pak Bur setelah bayangan Bu Bur dan Agra menghilang ke kamar yang disediakan untuk Agar oleh Bu Bur.
"Orangnya tak kasih kabar." sahut Sania acuh tak acuh.
"Niat ngak sih datang melamar? Masa mau datang tak kasih kabar? Laki macam apa?" Rangga gusar adiknya tak dihargai oleh Bara. Belum jadi suami sudah hargai orang. Bagaimana di kemudian hari? Sania bakal dijadikan penghias rumah saja. Bisa jadi penghias sudut rumah saja. Tak ada nilai sama sekali.
Sania tahu Rangga tak senang dia tak dihargai Bara. Itu tindakan wajar seorang abang. Mana lagi Rangga dan dia terpisah lama. Tak gampang bertemu, sekali bertemu dalam kondisi tak menyenangkan.
"Sabar mas...mereka pasti sedang menyiapkan diri datang ke sini. Ini sudah waktu makan siang. Tak mungkin mereka datang numpang makan. Mas tunggu saja sini. Tak usah balik bengkel lagi."
"Baiklah!" Rangga mengalah.
Lisa melirik Rangga yang pasang muka cemberut. Makin kece laki itu di mata LIsa. Sekarang penampilan Rangga makin ok sejak dibelikan pakaian baru oleh Sania. Mulai muncul nilai Rangga sebagai laki macho.
"Kita makan bersama." ujar Pak Bur lengkapi kata Sania agar Rangga menanti kehadiran keluarga Bara.
"Ya pak.." Sania menyahut. Sania tahu diri masuk ke dapur bantu Bu Bur menyiapkan makan. Sania memang tak bisa masak tapi kalau sekedar angkat lauk pauk ke meja makan mungkin bisa.
Lisa tak mau kalah ikut ngacir ke belakang. Lisa harus jaga image di depan Rangga. Jangan ada nilai minus di mata laki itu. Lisa mau jadi nona full nilai di mata Rangga. Siapa tahu laki itu bersedia jadi pacarnya bila Lisa bisa tampilkan sisi baiknya.
Agra akan jadi jembatan Lisa melangkah menuju ke pentas hati Rangga. Kehadiran bocah cilik seperti berkah bagi Lisa.
Bu Bur tak tampak batang hidung di dapur. Yang ada hanya aneka masakan sudah beres tertutup tudung sayur.
"Mama jatuh cinta." desis Lisa tak berdaya. Bu Bur pasti akan berjam jam di kamar Agra bila benar suka pada lajang tanggung itu.
"Perempuan paro baya jatuh cinta sungguh mengerikan. Lupa segalanya." sambung Sania perkuat dugaan Lisa.
"Biarin saja. Kita kerja sendiri hidangkan makanan. Kau urus nasi dulu."
Lia membuka tudung sayur pantau masakan apa jadi menu makan siang mereka. Mata Lisa bersinar terang tatkala melihat aneka masakan lezat menggoda selera.
"Makan enak nih! Ada sayur bening kesukaanmu. Sambel terasinya...eehhmm...lezat!" Lisa mengendus sambal terasi di piring ceper kecil. Sania menarik rambut Lisa agar jauhi sambal yang nyaris sentuh hidung gadis itu.
"Dasar jorok. Upil ente sudah bertamu di sambal itu."
Lisa melotot kesal diganggu kesenangan endus sambal segar buatan sang mama. Bu Bur memang jago masak makanan rumahan. Setiap olahan Bu Bur selalu mendapat pujian dari Pak Bur.
Pak Bur tak bisa pindah ke lain hati karena kelembutan sang bini serta keahlian merawat cacing cacing di perut Pak Bur.
"Hei ngapain kalian? Berantem lagi? Agra sayang tak boleh ikuti akal dua anak nakal ini ya!" Bu Bur muncul di dapur bersama anak lajang ganteng.
"Iya ma..." sahut Agra patuh. anak lajang ini merasa lucu melihat dua anak gadis berdebat hanya karena sepiring sambal.
"Agra ke ruang makan saja biar mama urus dua anak gadis urakan ini. Pergi sana!" Bu Bur menepuk pantat kecil Agra agar tinggalkan dapur. Bu Bur tak mau Agra melihat dia merepet pada dua makhluk Tuhan paling konyol itu.
"Ma...Sania yang duluan. Dia tarik rambutku." lapor Lisa sebelum disalahkan.
"Lisa menjilat sambel Bu!"
"Kalian ini ya! Tiap hari ribut. Sekarang ada anak kecil di rumah. Apa mau kasih contoh jelek?" omel Bu Bur tak sabaran pada sifat kekanakan dua gadis dewasa ini.
Sania dan Lisa menunduk seperti anak TK kena hukum setrap. Bu Bur berjalan melintasi depan dua gadis ini dengan gaya kepala sekolah lagi bad mood.
"Maaf ma.." kata Lisa pelan.
"Iya..hari ini ngak tengkar lagi." sambung Sania sok lugu.
"Apa??? Cuma hari ini? Besok tengkar lagi?" seru Bu Bur keras dengar jawaban konyol Sania.
"Ya ngaklah Bu! Kami janji akan jadi anak manis. Janji..ya kan Lis?"
"Benar ma...kami memang anak manis. Ayok kita makan! Papa dan Rangga pasti sudah lapar. Tuh..anak bayi mama pasti sudah tak sabar ingin cicipi masakan mama barunya." rayu Lisa mendorong Bu Bur cepat urus makan siang.
Kalau dituruti omelan Bu Bur takkan berhenti sampai tahun depan. Pasti makin subur omelan bila dilanjutkan.
"Eh iya...ayo cepat bantu!" Bu Bur bergerak cepat begitu ingat Agra. Bu Bur sudah tak sabar mau dengar pujian Agra terhadap masakannya.
Lewat tengah hari keluarga Bara datang sesuai janji. Pak Jaya dan isteri serta Fadil juga ikut datang. Bara tentu saj datang karena dialah tokoh utama hari itu. Tanpa Bara lamaran ini tentu takkan berhasil.
Kehadiran Bara sekeluarga disambut baik oleh keluarga Pak Bur. Namun tak demikian dengan Rangga. Masih ada rasa tak ikhlas lepaskan sang adik jadi bini muda seorang laki yang sudah punya bini.
Ntah apa yang di otak Sania rela dijadikan madu padahal dia memiliki segala nilai plus wanita sempurna. Cantik dan pintar.
Bara bisa rasakan tatapan tak bersahabat dari Rangga. Bara bertanya tanya dalam hati siapa adanya laki yang baru dia jumpa hari ini. Belum apa apa sudah lempar pandangan bermusuhan. Laki yang gagal meraih cinta Sania atau kerabat Pak Bur.
Bu Bur menghidangkan teh manis sebagai tanda terima keluarga Bara dengan hati lapang. Tak ada kendala dalam lamaran ini. Sania menerima lamaran Bara tanpa tuntutan apapun selain seperangkat alat sholat dan kitab Alquran.
Bara kaget mendengar permintaan sederhana Sania. Tak ada tanda Sania mau minta barang mewah atau uang mahar besar. Permintaan Sania terlalu sederhana untuk menjadi isteri seorang pengusaha macam Bara.
"Maaf...bolehkah kita bicara sebentar?" Bara menatap Sania hendak konfirmasi mahar nikah gadis ini. Bara merasa dikecilkan Sania pikir tak mampu penuhi mahar umum yang libatkan duit.
"Boleh...bicara di sini?"
"Kita bicara di dalam. Kita berdua saja."
Semua terdiam tak tahu apa rencana Bara ajak Sania bicara empat mata. Mereka harus beri ruang pada dua anak muda ini untuk menyatukan visi. Soalnya mereka berdua yang akan jalani bahtera rumah tangga maka merekalah yang tahu apa yang baik untuk mereka sendiri.
"Pergilah berembuk!" kata Pak Jaya pengertian.
Sania bangkit dari sofa menuju ke kamarnya di sudut rumah. Sania tahu Bara akan katakan masalah cukup pribadi tak ingin orang lain tahu. Bara ikut dari belakang.
Fadil ikuti arah jalan Sania dan Bara dengan tatapan tajam. Pemuda ini merasa ada yang tak beres hubungan Bara dan Sania. Seorang gadis cantik rela jadi bini kedua padahal masih bisa dapatkan laki jauh lebih baik dari Bara.
"Maaf! Aku mau ke kamar kecil! Arah mana?" tiba tiba Fadil bangkit dari tempat duduk di samping Pak Jaya.
"Silahkan! Lurus saja lalu belok kiri." Lisa kasih arahan. Sebenarnya Lisa mau antar tapi takut dibilang ganjen oleh Rangga. Lisa harus tampil terbaik di depan Rangga agar laki itu bisaa mengukir namanya di hati.
"Terima kasih.."
Sementara dalam kamar Sania terlihat Bara dan Sania saling berhadapan. Sania sengaja tak kunci pintu untuk hindari anggapan negatif yang lain. Mereka belum sah jadi suami isteri. Berduaan dalam kamar anak gadis tentu akan datangkan badai nilai negatif.
"Apa mau diomongkan?" tanya Sania datar.
"Kau anggap aku miskin tak bisa beli sesuatu berharga untukmu?" suara Bara demikian dingin.
"Apa maksudmu?"
"Kenapa tak minta sesuatu yang lebih bernilai?"
"Nilai bagaimana? Bagiku itu peralatan paling berharga dalam hidupku. Bukan emas permata yang bisa aus di makan waktu." Sania menantang Bara merasa sedikit kesal dipikir gila harta.
Bara terdiam dengar jawaban telak Sania. Sania memang beda dari gadis lain. Sudah pintar cantik dan kini muncul lagi sisi nilai plusnya. Tak silau oleh harta.
"Mintalah sesuatu yang bisa memberi nilai positifku! Masak cuma seperangkat alat sholat?"
"Itu sudah standardku! Kalau bapak merasa tak bisa penuhi permintaanku kita bisa batalkan lamaran ini. Dan lagi kita menikah hanya demi tugas dan mbak Nania. Bukan suami isteri sesungguhnya. Kalau tugas kita kelar dan mbak sudah sehat kita bisa hidup normal seperti biasa lagi. Kita akan pisah secara baik baik."
"Apakah itu maumu?" tanya Bara dengan suara serak.
Keduanya tak tahu ada sepasang telinga ikut dengar pembicaraan mereka. Senyum licik terbit di wajah klimis laki itu. Perlahan laki itu meninggalkan ruang dekat kamar Sania. Ada rasa puas terpancar di wajah itu.
Kembali pada Bara dan Sania. Kedua orang ini masih belum ketemu titik temu. Bara mau dihargai mampu memberi lebih dari sekedar alat sholat sedang Sania tak mau dicap wanita gila nama besar maupun harta.
"Bagaimana? Setuju atau tidak sama sekali. Kalau bapak punya hati tolong hargai permintaan calon isteri. Setiap wanita ada nilai sendiri. Aku tahu apa yang baik untukku."
"Baiklah! Tapi jangan sekali kali katakan kamu hanya seharga alat sholat."
"Itulah hargaku! Orang beriman tak butuh penilaian dari segi materi. Materi itu tak dibawa mati. Amal ibadah kita yang akan tentu ke mana kita di tempatkan kelak."
Bara tergugu di skakmat oleh Sania. Ternyata Sania bukan gadis yaang gampang dirayu pakai materi. Dengan sombong gadis ini menolak tawaran lebih baik dari seperangkat alat sholat. Bara malah dapat kuliah gratis dari gadis yang tak lama lagi jadi isterinya.
"Terserah kamu! Minggu depan kita akan ijab kabul di mesjid. Kuharap kau siap siap."
"Aku sudah siapkan mental untuk jalani hidup bersamamu. Kau yang harus siapkan mental dan fisik hadapi dua bini dengan karakter beda."
karyawn tdk bisa up to day dgn hasil kerja pecattt.
awal porong gaji potong transoirt, potong yang makan 75 % klu melanggar etos kerja. ada urusan apa sama karyawan.!!
pecat satu yg melamar jutaan. yg tudak tahu diri kary..pada belagu demo demo dioecat jf gembellll.
males urus anak, anak bagi laki2 cuma buat kebanggaan bahwa dia bisa bikin perempuan hamil, artinya dia laki2 sejati.
hampir semua laki2 cuma senang bikinnya. jd anak dan hamil paling benci dan sebell klu belum nikah banyak suruh gugurin! males basnget suruh tanggung jawab. klu tdk taskut dosa dan hukum. pasangan zinahnya hamil klu mau suruh gugurin dia senang banget hamil lagi gugurin lsgi terus maunya begitu dan tak perlu nikah dgn perempuan model begini, krn apa! buat apa dinikahi! engga dinikahi bisa ditidurin setiap saat. tujuan nikah apa? mau ngesex tanpa zinah kan.
lah ini si Ranti dgn bangga mau di ajak tidur tanpa dinikahi.
yg bodoh tuh boby,,, perempuan murahan kok di taburin benihnya. laki2 bejad dunia biasa memandangnya. klu peremouan rusak dan murahan sdh jelas GEN LIAR gimana turunannya!!!