seorang wanita tangguh, yang dikenal sebagai "Quenn," pemimpin sebuah organisasi mafia besar. Setelah kehilangan orang yang sangat ia cintai akibat pengkhianatan dalam kelompoknya, Quenn bersumpah untuk membalas dendam. Dia meluncurkan serangan tanpa ampun terhadap mereka yang bertanggung jawab, berhadapan dengan dunia kejahatan yang penuh dengan pengkhianatan, konflik antar-geng, dan pertempuran sengit.
Dengan kecerdikan, kekuatan, dan keterampilan tempur yang tak tertandingi, Quenn berusaha menggulingkan musuh-musuhnya satu per satu, sambil mempertanyakan batasan moral dan loyalitas dalam hidupnya. Setiap langkahnya dipenuhi dengan intrik dan ketegangan, tetapi ia bertekad untuk membawa kehormatan dan keadilan bagi orang yang telah ia hilangkan. Namun, dalam perjalanan tersebut, Quenn harus berhadapan dengan kenyataan bahwa dunia yang ia kenal bisa berubah, dan balas dendam terkadang memiliki harga yang lebih mahal dari yang ia bayangkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Doni arda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28: Kejaran di Malam yang Mencekam
Malam itu, jalanan kota diterangi oleh cahaya lampu jalan yang redup, menciptakan suasana suram yang seolah-olah memperingatkan akan bahaya yang mendekat. Quenn menggenggam kemudi dengan erat, matanya fokus ke depan. Mobil yang mereka kendarai melesat dengan kecepatan tinggi, membelah jalanan yang sepi. Di belakang mereka, suara deru kendaraan dan sirine keras dari pasukan Dmitri terus mendekat.
"Rina, kau yakin sudah memutus sistem mereka sepenuhnya?" tanya Quenn, nada suaranya tegas tapi penuh tekanan.
"Aku sudah melakukan segalanya!" Rina membalas dari kursi belakang, suaranya bergetar. "Tapi sepertinya mereka punya cadangan jaringan! Mereka terus melacak kita!"
"Tentu saja mereka punya!" Vincent menyela, sambil melihat ke arah kaca spion. "Kau tahu siapa Dmitri. Dia tidak akan melepaskan kita semudah itu."
Tiba-tiba, sebuah peluru menghantam bagian belakang mobil mereka, membuat kendaraan sedikit oleng. Rina menjerit kecil, sementara Quenn berusaha keras untuk menjaga kendali.
"Diam dan tenang!" bentak Quenn, mencoba menenangkan mereka meskipun ketegangan melingkupi setiap detik. "Aku butuh semua orang tetap fokus!"
Vincent menarik senapannya, membuka kaca jendela mobil, dan mulai menembak ke arah kendaraan yang mengejar mereka. Suara peluru yang berdesing memenuhi udara, bergema di malam yang dingin. Namun, musuh tidak memperlambat laju mereka sedikit pun. Dua SUV hitam yang mengejar semakin mendekat, lampu depannya menyilaukan.
"Quenn, kita tidak bisa bertahan lama seperti ini!" seru Vincent. "Mereka punya senjata berat, dan kita hanya punya mobil yang hampir rongsokan!"
Quenn mendengus, matanya menyipit saat melihat tikungan tajam di depan. "Pegang sesuatu! Kita akan melewati ini!"
Dengan satu gerakan cepat, Quenn membanting setir, membuat mobil meluncur ke tikungan dengan sempurna. SUV pertama di belakang mereka tidak sempat bereaksi. Kendaraan itu kehilangan kendali, menabrak pembatas jalan, dan meledak dalam dentuman besar.
Namun, satu SUV lagi tetap berada di belakang mereka, lebih cepat dan lebih agresif. Mobil itu terus menembaki mereka tanpa henti. Quenn tahu bahwa mereka tidak bisa bertahan hanya dengan berlari.
"Kita harus mencari cara untuk menghentikan mereka!" Quenn berkata sambil melihat Vincent dari sudut matanya.
Vincent menggertakkan giginya, melepaskan tembakan ke arah ban mobil musuh. Beberapa peluru mengenai sasaran, tetapi SUV itu tetap melaju, meski dengan kecepatan yang sedikit berkurang.
"Ini tidak cukup," gumam Vincent.
Tiba-tiba, suara sirine yang lebih keras terdengar di kejauhan. Quenn melirik kaca spion dan melihat dua helikopter mendekat dari atas. Lampu sorotnya menyapu jalan, langsung mengarah ke mobil mereka.
"Helikopter?" Rina berseru panik. "Mereka benar-benar mengerahkan segalanya untuk menangkap kita!"
Quenn tidak menjawab. Ia menekan pedal gas lebih dalam, mencoba mempercepat mobilnya. Namun, dengan helikopter yang melacak mereka dari udara, Quenn tahu bahwa mereka tidak bisa hanya mengandalkan kecepatan.
"Rina, ada sesuatu yang bisa kau lakukan dengan sistem mereka? Apa saja?" tanya Quenn, berharap gadis itu memiliki keajaiban lain.
Rina menggigit bibirnya, membuka laptop yang selalu dibawanya. Jemarinya bergerak cepat di atas keyboard, mencoba masuk ke jaringan musuh. "Aku bisa mencoba mengalihkan perhatian mereka, tapi aku butuh waktu! Dan itu tidak akan lama bertahan!"
"Berapa lama?" tanya Quenn sambil membelokkan mobil lagi, menghindari rintangan di jalan.
"Lima menit, mungkin kurang," jawab Rina, napasnya mulai tidak teratur. "Aku butuh koneksi stabil!"
Vincent, yang terus menembak ke arah musuh, memutar kepala ke arah Rina. "Lima menit? Kita bahkan tidak punya lima detik!"
"Berhenti mengeluh dan biarkan dia bekerja!" Quenn menyela, suaranya keras dan penuh otoritas.
Tiba-tiba, SUV di belakang mereka mempercepat laju, mencoba menabrak bagian belakang mobil mereka. Benturan keras mengguncang seluruh kendaraan, membuat Rina hampir terlempar dari tempat duduknya. Quenn menstabilkan mobil dengan susah payah, tapi ia tahu mereka tidak bisa terus seperti ini.
"Aku akan memperlambat mereka," kata Vincent, menarik granat kecil dari jaketnya. "Buka jendela sebelah kanan!"
Quenn tidak mempertanyakan keputusan itu. Ia membuka jendela dengan cepat, sementara Vincent melemparkan granat ke arah SUV yang mengejar. Ledakan keras terjadi, membuat SUV tersebut terhenti di tempat. Tapi suara helikopter di atas mereka semakin keras, menandakan bahwa bahaya belum selesai.
"Rina, bagaimana?" tanya Quenn.
"Aku hampir selesai!" Rina menjawab, matanya terpaku pada layar laptopnya. "Berikan aku waktu beberapa detik lagi!"
Helikopter mulai menembakkan peluru ke jalanan, mencoba menghentikan mereka. Quenn mengarahkan mobil ke lorong kecil, mencoba menghindari tembakan. Tetapi lorong itu terlalu sempit, dan mobil mereka mulai melambat.
"Kita harus meninggalkan mobil ini," kata Quenn dengan suara tegas. "Mereka akan menembak habis kita jika kita tetap di sini!"
"Tapi bagaimana kita bisa kabur tanpa kendaraan?" tanya Rina, wajahnya penuh kekhawatiran.
Quenn menatapnya dengan mata yang penuh determinasi. "Percayalah padaku. Kita akan keluar dari ini hidup-hidup."
Mereka keluar dari mobil dengan cepat, membawa semua peralatan yang mereka bisa. Quenn memimpin mereka melewati lorong sempit, sementara suara helikopter terus bergema di atas kepala mereka. Mereka harus bergerak cepat, sebelum musuh menemukan mereka lagi.
Di ujung lorong, Quenn melihat sebuah gedung tua yang tampaknya sudah lama ditinggalkan. "Ke sana!" serunya, memimpin timnya masuk ke gedung itu.
Begitu mereka masuk, Quenn segera mencari tempat untuk berlindung. "Rina, apa kau sudah selesai?"
Rina mengangguk, matanya masih terpaku pada laptopnya. "Aku sudah berhasil mengalihkan sistem mereka. Mereka akan kehilangan jejak kita untuk sementara waktu."
"Bagus," kata Quenn, menghela napas lega. Tapi ia tahu ini hanya awal dari pertempuran mereka. Dmitri tidak akan berhenti sampai mereka benar-benar dihancurkan. Quenn melihat ke arah Vincent dan Rina, matanya penuh dengan tekad.
"Kita sudah terlalu jauh untuk mundur," katanya. "Mulai sekarang, kita tidak hanya bertahan. Kita akan menyerang balik. Dmitri akan menyesali hari dia memutuskan untuk melawan kita."
Suasana tegang dan penuh ketidakpastian menyelimuti mereka. Mereka tahu pertempuran ini belum berakhir, tetapi untuk malam ini, mereka telah berhasil lolos dari maut—untuk sementara.