Ailen kaget setengah mati saat menyadari tengah berbaring di ranjang bersama seorang pria asing. Dan yang lebih mengejutkan lagi, tubuh mereka tidak mengenakan PAKAIAN! Whaatt?? Apa yang terjadi? Bukankah semalam dia sedang berpesta bersama teman-temannya? Dan ... siapakah laki-laki ini? Kenapa mereka berdua bisa terjebak di atas ranjang yang sama? Oh God, ini petaka!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rifani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
~ 28
"Manis sekali dia." Derren bergumam sambil menatap layar ponsel. Dia tengah mengawasi Ailen lewat CCTV yang terhubung dengan ponsel Julian. "Tunggu, dia mau pergi ke mana? Kenapa membuka pakaiannya? Apa ingin pergi mandi? Ah, jadi ingin ikut mandi bersamanya juga. Pasti menyegarkan."
Orang-orang yang berada di ruang meeting dibuat heran oleh kelakuan sang Presdir yang malah asik sendiri dengan ponselnya. Saat ini mereka sedang melakukan presentase pekerjaan yang mana sangat membutuhkan penilaian dari pria tersebut.
"Tetap fokus pada tugas kalian. Walau pun tak melihat, tapi Tuan Derren bisa membedakan mana yang hasil persentase yang baik dan mana yang buruk. Lanjutkan!" perintah Julian segera menyadarkan semua orang dari rasa heran. Bosnya sedang dimabuk cinta, peduli apa dia.
"Baiklah, Tuan."
Derren tahu keheranan yang dirasakan oleh para bawahannya, tapi dia tak peduli. Sejak bercinta dengan Ailen, rasanya di dunia ini tidak ada yang menarik lagi selain mengganggu wanita tersebut. Derren seperti menemukan mainan baru yang memantik semangatnya menjadi semakin berkobar.
"Oh, cuma bertukar pakaian ternyata. Aku kira ingin mandi," celetuk Derren kemudian terkekeh. Dia lalu memilin bibir ketika melihat Ailen mengikat rambut panjangnya ke atas. Segera dia meng-zoom layar guna melihat lebih dekat warna kulit lehernya yang putih bersih. Derren lalu mengerutkan kening.
"Julian!"
"Iya, Tuan."
Ruangan menjadi hening saat Julian mengacungkan jari telunjuk ke atas. Bos mereka ingin bicara. Wajib diam.
"Buat aturan baru di rumah sakit. Mereka yang berjenis kelamin pria, dilarang menatap mahkluk nakal ini. Mereka wajib menundukkan kepala, apalagi saat rambutnya diikat ke atas. Aku tidak rela mereka menikmati pemandangan indah yang hanya boleh dilihat olehku seorang!" titah Derren dengan gilanya. Dia bahkan tak peduli ucapannya didengar oleh banyak orang.
"Baik, Tuan. Perintah segera dilaksanakan," sahut Julian kemudian menghubungi pihak rumah sakit. Begitu panggilan tersambung, dia langsung menyampaikan amanah bosnya. "Umumkan pada semua dokter laki-laki yang bekerja di sana agar menundukkan kepala mereka saat berpapasan dengan dokter Ailen. Ini perintah langsung dari Tuan Derren."
"Pecat mereka yang tidak patuh." Derren menambahkan aturan gila demi memenuhi rasa ugal-ugalannya dalam mencintai Ailen.
"Pecat mereka yang berani tidak patuh," ucap Julian menirukan perkataan bosnya. Dia kemudian menghela napas pelan. Sabar. "Adalagi, Tuan?"
"Itu saja dulu. Peraturan yang lain akan menyusul nanti,"
Kembali Julian menyampaikan keinginan bosnya pada pihak rumah sakit. Setelah percakapan itu selesai, Julian menatap orang-orang yang tadi menyaksikan langsung bagaimana bosnya sedang tidak waras karena seorang wanita.
"Butakan mata kalian, bisukan bibir kalian dan berpura-puralah hilang ingatan jika masih ingin bekerja di JK Group. Aku tidak akan mengampuni siapa pun yang berani berkoar-koar tentang apa yang terjadi barusan. Mengerti?"
"Mengerti, Tuan. Kami akan bersikap seperti tidak mendengar apapun."
"Pastikan itu bukan hanya janji kosong. Bersiaplah menjadi gelandangan jika berani berkhianat."
"Baik, Tuan."
Meeting kembali dilanjutkan tanpa menghiraukan Derren yang masih asik mengawasi Ailen. Hingga beberapa menit kemudian, semua orang dibuat kaget saat Derren tiba-tiba menggebrak meja.
Braakkk
"Apa-apaan bedebah itu. Berani sekali menyentuh rambut wanitaku. Brengsek!"
Amarah Derren menyala. Wajahnya menjadi merah padam saat menyaksikan dokter Fredy membelai rambut Ailen. Dia cemburu.
"Julian, apa pengaruhmu sudah tidak berfungsi lagi sekarang? Lihat apa yang dilakukan bedebah sialan itu pada wanitaku. Segera potong tangannya!"
Gluk
Para karyawan yang mendengar perintah Derren seketika menelan ludah. Mereka tahu pria ini dikenal dingin dan sedikit bicara, tapi sejak kapan berubah menjadi seperti psikopat? Ini mengerikan. Bulu kuduk mereka sampai meremang sakit ngeri membayangkan nasib naas orang yang telah memantik amarahnya.
"Saya sudah memperingatkan dokter ini berulang kali, bahkan di hadapan Nona Ailen langsung. Tetapi sepertinya itu masih belum cukup," jawab Julian menjelaskan. Raut wajahnya begitu tenang, tapi justru reaksi inilah yang ditakuti banyak orang. Tenang, tapi menghanyutkan. "Tuan, haruskah saya datang ke rumah sakit dan bicara langsung dengan dokter Fredy? Jika Anda mengijinkan, saya akan berangkat sekarang juga."
Derren tak langsung menjawab. Meeting ini cukup penting, tapi menjauhkan Ailen dari parasit juga tak kalah penting. Derren pun mulai menimang keputusan mana yang harus diselesaikan lebih dulu. Hingga pada akhirnya, tercetus satu ide yang mana membuat semua orang terbelalak tak percaya.
"Tidak usah pergi. Cukup perintahkan orang untuk menculik Ailen lalu membawanya ke kantor sipil. Hari ini juga aku ingin memberinya stempel pernikahan untuk memperkuat statusku sebagai pria-nya," ucap Derren seraya tersenyum lebar.
"Anda yakin dengan keputusan itu?"
"Kenapa harus tidak yakin? Aku punya segalanya, Julian. Apa yang kurang?"
"Restu Tuan Rego dan Nyonya Zenaya. Bagaimana Anda akan menjelaskan pada mereka? Belum lagi dengan Nona Zara. Media bisa gempar jika tahu Anda menikah dengan wanita lain."
Benar juga. Derren tak boleh bertindak gegabah atau itu akan mencelakai Ailen. Mengenai restu dari orang tuanya, dia masa bodo. Ayahnya telah menyatakan dukungan penuh jika ingin menikahi Ailen, tinggal ibunya saja yang belum. Kepercayaan yang mulia ratu masih berada di tangan Zara. Sepertinya Derren harus memikirkan cara untuk merubah arus kepercayaan tersebut.
"Menurutmu apa yang harus ku lakukan agar Ibu mau menerima Ailen sebagai menantunya?" tanya Derren. Dia seakan lupa akan keberadaan orang lain di sana. Sama sekali tak ingat kalau saat ini dirinya sedang melakukan meeting bersama para karyawan JK Group.
"Saran saya pastikan dulu hubungan Anda dengan Nona Ailen. Jika memungkinkan untuk dibawa pulang, barulah Anda mengenalkannya pada Nyonya. Begitu saja dulu untuk sementara waktu," jawab Julian berusaha sebijak mungkin memberi saran.
"Itu terlalu lama, Julian. Aku tidak mau menunggu."
"Kalau begitu terserah Anda ingin mengambil langkah seperti apa. Saya pastikan semua bisa berjalan lancar."
Derren bertopang dagu. "Langkah paling cocok dan paling aman adalah dengan menikahi Ailen. Baru setelah kami sah menjadi suami istri, aku akan membawanya pulang ke rumah. Dengan begini Ibu tidak akan punya celah untuk menolak hubungan kami. Benar tidak?"
Julian berdehem. Semakin dibiarkan sikap bosnya semakin tidak terkontrol. Lama-lama semua orang jadi tahu kegilaan yang dilakukannya ketika mengejar cinta seorang wanita. Tak mau ada kebocoran privasi, Julian segera mengingatkan bosnya soal keberadaan para karyawan di sana.
"Tuan, kita sedang meeting sekarang. Mari lanjutkan membahas masalah ini setelah meeting selesai,"
"Oh astaga, aku lupa kita sedang meeting," seru Derren seraya menepuk kening. Bisa-bisanya dia mengumbar masalah pribadi di depan banyak orang. Namun, bukannya merasa panik atau malu, Derren malah tertawa sambil bertepuk tangan. Dia merasa telah menjadi manusia paling bodoh setelah malam tak terlupakan itu. "Siapa pun diantara kalian yang pernah dibuat gila oleh cinta, tolong ceritakan padaku sekarang juga. Nanti aku akan memberikannya bonus bagi yang pernah merasakan hal serupa sepertimu. Meetingnya kita ganti menjadi pembahasan masalah pribadi. Bagaimana?"
Dan tentu saja tawaran menggiurkan tersebut disambut dengan anggukan semangat dari para karyawan. Sedangkan Julian, dia hanya bisa diam sambil memijit pelipis. Bosnya sudah tak terselamatkan lagi sekarang.
***