(Warisan Mutiara Hitam Season 3)
Gerbang dimensi di atas Pulau Tulang Naga telah terbuka, menyingkap "Dunia Terbalik" peninggalan ahli Ranah Transformasi Dewa. Langit menjadi lautan, dan istana emas menjuntai dari angkasa.
Chen Kai, kini menyamar sebagai "Tuan Muda Ye" yang arogan. Berbekal Fragmen Mutiara Hitam, ia memiliki keunggulan mutlak di medan yang melanggar hukum fisika ini. Namun, ia tidak sendirian.
Aliansi Dagang Laut Selatan, Sekte Hiu Besi, dan seorang monster tua Ranah Jiwa Baru Lahir memburu Inti Makam demi keabadian. Di tengah serangan Penjaga Makam dan intrik mematikan, Chen Kai harus memainkan catur berdarah: mempertahankan identitas palsunya, menaklukkan "Istana Terbalik", dan mengungkap asal-usul Mutiara Hitam sebelum para dewa yang tidur terbangun.
Ini bukan lagi perburuan harta. Ini adalah perang penaklukan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kokop Gann, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Darah Besi dan Sumpah Es
Angin di dalam kawah yang tadinya hening kini menderu ganas, membawa bau amis darah.
"Mati!"
Tetua Besi tidak memberi waktu bagi Chen Kai untuk bernapas. Lengan logam raksasanya—yang kini memancarkan cahaya merah darah—menghantam tanah.
BOOOM!
Gelombang energi merah menyapu ke depan, meretakkan tanah batu tempat rombongan Chen Kai berdiri.
"Zhuge! Formasi!" teriak Chen Kai, melompat mundur sambil menyeret Gui yang masih kelelahan.
Zhuge Ming melempar bendera formasi terakhirnya. "Dinding Kura-kura Cahaya!"
Sebuah perisai emas muncul, menahan gelombang merah itu. Namun, perisai itu langsung retak.
"Lemah!" Tetua Besi tertawa. "Ini adalah Lengan Darah Iblis. Aku menempanya dengan mengorbankan seratus murid sekte luar! Energi kalian hanya akan menjadi makanannya!"
Dua Tetua Tamu Darah di belakangnya juga bergerak. Mereka melesat ke sisi kiri dan kanan, mencoba mengepung rombongan itu.
"Gui, ambil yang kiri! Si Kembar, tahan yang kanan!" perintah Chen Kai. "Putri Lan, kau dan aku..."
"Aku akan mengambil Tetua Besi," potong Putri Lan dingin. Matanya menyala dengan kebencian yang jarang terlihat. "Dia adalah aib bagi Sekte Alkemis Dewa. Adalah tugasku untuk membersihkannya."
"Dia terlalu kuat untukmu sekarang," peringat Chen Kai.
"Kalau begitu, dukung aku," Putri Lan menatap Chen Kai sekilas. "Jadilah bayanganku, Grandmaster Ye."
Tanpa menunggu jawaban, Putri Lan melesat maju. Pedang gioknya menciptakan jalan es di udara.
"Seni Pedang Awan: Tarian Teratai Beku!"
Puluhan bunga teratai es meluncur ke arah Tetua Besi.
"Mainan anak kecil!" Tetua Besi mengayunkan lengan raksasanya.
CRASH! CRASH!
Teratai es itu hancur berkeping-keping. Lengan logam itu menyerap sisa Qi es tersebut, membuatnya semakin bersinar merah.
"Kau lihat, Putri? Esmu hanya membuatku semakin kuat!"
Tetua Besi menerjang, tinjunya mengarah ke wajah cantik Putri Lan.
Putri Lan mencoba menangkis, tapi kekuatan fisiknya kalah jauh. Dia terpental, menabrak pilar batu hingga muntah darah.
"Matilah!" Tetua Besi melompat untuk serangan susulan yang mematikan.
Namun, di udara, tubuhnya tiba-tiba menjadi berat. Sangat berat.
"Gravitasi: Rantai Kaki."
Di tanah, Chen Kai berlutut dengan satu kaki, tangannya menempel ke bumi. Wajahnya pucat pasi, keringat dingin mengucur deras. Dia memeras sisa-sisa tenaga mentalnya untuk memanipulasi gravitasi di sekitar kaki Tetua Besi.
"Gangguan kecil!" Tetua Besi meraung, meledakkan aura merahnya untuk memutus pengaruh gravitasi itu.
Tapi jeda satu detik itu sudah cukup.
"Sekarang!" teriak Chen Kai.
Putri Lan, yang tadi terlihat terpojok, tiba-tiba tersenyum tipis. Dia tidak mencoba menangkis lagi. Dia menusukkan pedangnya ke tanah.
"Seni Terlarang: Penjara Gletser Abadi."
KRAK! KRAK!
Lantai batu di bawah kaki Tetua Besi meledak menjadi pilar-pilar es raksasa. Es ini bukan es biasa; warnanya biru tua, Es Yin yang membekukan aliran darah dan Qi.
Tetua Besi terjebak. Setengah tubuh bawahnya membeku.
"Kau...!" Tetua Besi meronta, mencoba menghancurkan es itu dengan lengan panasnya.
"Grandmaster Ye! Lengan itu!" teriak Putri Lan. "Ada celah di sambungannya!"
Chen Kai melihatnya dengan Mata Waktu-nya. Di balik aura merah yang menyilaukan, ada satu titik di mana aliran energinya terputus-putus. Titik di mana daging manusia bertemu dengan logam iblis.
Itu adalah titik terlemahnya.
Chen Kai memejamkan mata sejenak, menarik napas dalam-dalam. Mutiara Hitam berputar pelan, memeras tetes terakhir dari cadangan Darah Naganya.
Pedang Meteor Hitam di tangannya menyala merah padam.
"Langkah Hampa."
Chen Kai menghilang.
Dia muncul di udara, tepat di belakang bahu kanan Tetua Besi yang terjebak.
"Kau menyukai logam?" bisik Chen Kai. "Makan ini."
"Tebasan Pemutus Aliran: Bentuk Naga Api."
Chen Kai menusukkan pedangnya, bukan menebas. Dia menusuk tepat ke celah sambungan bahu itu.
JLEB!
Pedang hitam itu masuk. Panas dari Api Naga Sejati di dalam pedang bertemu dengan Energi Darah Iblis di dalam lengan buatan itu.
Reaksi tolak-menolak terjadi.
"TIDAAAAK!" Tetua Besi menjerit. Dia merasakan lengan kebanggaannya... mendidih.
BOOOOOOM!
Lengan logam raksasa itu meledak dari dalam. Ledakan itu merobek bahu Tetua Besi, melempar tubuh tuanya sejauh sepuluh meter. Dia jatuh berguling-guling, darah menyembur dari bahunya yang kini buntung lagi—lebih parah dari sebelumnya.
Di sisi lain, dua Tetua Tamu Darah melihat majikan mereka kalah dalam sekejap mata.
"Mundur!" teriak salah satu dari mereka.
Tapi Gui tidak membiarkan mereka pergi. Dengan sisa tenaga terakhir, Gui melompat ke punggung salah satu tetua yang hendak kabur.
"Kau mau kemana, Daging Segar?"
SRET!
Leher tetua itu digorok.
Tetua darah yang satu lagi berhasil lari, menghilang ke dalam labirin batu. Tidak ada yang punya tenaga untuk mengejarnya.
Hening kembali di kawah itu.
Chen Kai menggunakan pedangnya sebagai tongkat untuk menopang tubuhnya agar tidak jatuh. Putri Lan duduk bersandar di pilar es yang mulai mencair, napasnya memburu tapi matanya berbinar lega.
Di tengah genangan darahnya sendiri, Tetua Besi masih bergerak-gerak lemah.
Chen Kai berjalan tertatih-tatih mendekatinya.
"Kau... kau iblis..." rintih Tetua Besi, menatap Chen Kai dengan mata yang mulai rabun. "Patriark... tidak akan... memaafkan..."
"Patriarkmu bahkan tidak akan tahu kau mati di sini," kata Chen Kai dingin. "Atau mungkin dia akan berterima kasih padaku karena membuang sampah."
Chen Kai mengangkat pedangnya.
"Sampaikan salamku pada neraka."
SLASH.
Kepala Tetua Besi menggelinding.
Chen Kai menghela napas panjang, lalu akhirnya membiarkan dirinya jatuh duduk di tanah.
"Selesai," gumamnya.
Putri Lan tertawa pelan, tawa yang terdengar sangat lelah tapi tulus. "Kita... kita benar-benar membunuh seorang Tetua."
"Mantan Tetua," koreksi Chen Kai. Dia mengambil cincin penyimpanan dari mayat Tetua Besi. "Sekarang dia hanya donatur harta karun."
Chen Kai melempar cincin itu ke arah Putri Lan.
"Ambil. Isinya mungkin berguna untuk sekte-mu. Aku hanya butuh Bunga Teratai."
Putri Lan menangkap cincin itu. Dia menatap Chen Kai dengan tatapan rumit.
"Kau memberikan harta seorang Jiwa Baru Lahir begitu saja?"
"Aku punya prinsip," kata Chen Kai, memejamkan mata. "Dan aku terlalu lelah untuk berdebat."
Beberapa jam kemudian, setelah memulihkan sedikit tenaga dengan pil, rombongan itu meninggalkan Lembah Kabut Abadi. Mereka keluar dengan luka-luka, tapi membawa hadiah yang tak ternilai.
Di luar gerbang lembah, matahari sedang terbenam. Sinar oranye menyinari wajah-wajah mereka yang kotor tapi penuh kemenangan.
Misi... berhasil.
Chen Ling