Winda Hapsari, seorang wanita cantik dan sukses, menjalin hubungan kasih dengan Johan Aditama selama dua tahun.
Sore itu, niatnya untuk memberikan kejutan pada Johan berubah menjadi hancur lebur saat ia memergoki Johan dan Revi berselingkuh di rumah kontrakan teman Johan.
Kejadian tersebut membuka mata Winda akan kepalsuan hubungannya dengan Johan dan Revi yang ternyata selama ini memanfaatkan kebaikannya.
Hancur dan patah hati, Winda bersumpah untuk bangkit dan tidak akan membiarkan pengkhianatan itu menghancurkannya.
Ternyata, takdir berpihak padanya. Ia bertemu dengan seorang laki-laki yang menawarkan pernikahan. Seorang pria yang selama ini tak pernah ia kenal, yang ternyata adalah kakak tiri Johan menawarkan bantuan untuknya membalas dendam.
Pernikahan ini bukan hanya membawa cinta dan kebahagiaan baru dalam hidupnya, tetapi juga menjadi medan pertarungan Winda.
Mampukah Winda meninggalkan luka masa lalunya dan menemukan cinta sejati?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Mia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
13
Tuan Kusuma duduk di atas kursi kebesarannya. Suasana hening, hanya terdengar gemerisik kertas, ketukan di atas keyboard dan deru lembut mesin pendingin ruangan.
Pria tua itu tampak serius terlihat dari dahinya yang berkerut. Mata menatap fokus pada angka-angka yang tertera di layar komputer di hadapannya. Ia sedang dikejar waktu. Semua harus selesai sebelum hari pernikahan putrinya.
Tok tok tok…
Tiba-tiba, ketukan pintu ruangan terdengar dan membuyarkan atensinya.
“Permisi, Tuan,” suara tegas seorang pria terdengar dari balik pintu. Itu adalah suara Zidan, sekretaris sekaligus asisten pribadi setia Tuan Kusuma.
“Masuk, Zidan,” sahut Tuan Kusuma, tanpa menoleh dari layar komputer.
Pintu terbuka perlahan, memperlihatkan Zidan yang berdiri tegak dengan wajah tegas. Ia memegang sebuah buku catatan kecil di tangannya.
“Tuan, resepsionis melaporkan bahwa di bawah ada Tuan Gunawan yang ingin bertemu. Beliau sudah menunggu di ruang tunggu lobi,” lapor Zidan dengan sopan.
Tuan Kusuma mengerutkan kening. “Apa kita ada janji ketemu dengannya?” tanyanya.
“Tidak ada Tuan,” jawab Zidan yang sebelumnya sudah memeriksa jadwal Tuan Kusuma hari ini. “Beliau yang datang kemari Dengan mengatakan bahwa Ada hal penting yang ingin disampaikan pada Anda,” lanjut Zidan.
“Apa jadwalku setelah ini?” Tuan Kusuma ingin memastikan apakah bisa menerima tamu atau tidak.
“Tidak ada. Saya sudah mengatur semuanya, dan tidak menerima pertemuan fisik hingga satu minggu setelah hari pernikahan Nona muda.”
Tuan Kusuma berpikir sejenak. Ia pernah mendengar nama Gunawan di kalangan bisnis. Gunawan Aditama adalah seorang pengusaha yang cukup terkenal. Jadi, tak ada salahnya untuk mendengar apa yang ingin disampaikan oleh Tuan Gunawan.
“Baiklah, Zidan. Persilakan Tuan Gunawan masuk,” kata Tuan Kusuma akhirnya. Ia menutup laptopnya, menyiapkan diri untuk menerima tamu tak terduga tersebut. Ia penasaran, apa yang membuat Tuan Gunawan datang tanpa janji temu sebelumnya.
Zidan menundukkan kepala sebelum kemudian keluar dari ruang kerja atasannya. Tak lama kemudian pria berusia 30 tahun itu telah kembali bersama dengan seorang pria yang sebaya dengan Tuan Kusuma.
“Selamat siang, Tuan Kusuma,” sapa Tuan Gunawan, suaranya berat dan berwibawa. Ia duduk di kursi yang berseberangan dengan Tuan Kusuma. “Semoga kedatangan saya tidak mengganggu waktu Anda,” lanjutnya berbasa-basi.
“Silakan, Tuan Aditama. Sepertinya kita tidak punya janji sebelumnya. Apa yang membawa Anda datang kemari?” Tuan Kusuma nampaknya tak ingin berbasa-basi.
Gunawan tertawa terkekeh. “Sepertinya Tuan Kusuma sangat sibuk. Baiklah, untuk mempersingkat waktu, saya akan langsung saja. Kedatangan Saya ini, karena Saya ingin melamar putri Anda, Nona Winda Kusuma, untuk menjadi istri Putra saya, Johan Aditama,” kata Tuan Gunawan langsung to the point, tanpa basa-basi. Matanya menatap Tuan Kusuma dengan tatapan yang sulit diartikan.
Obrolan terjeda sejenak oleh kedatangan Zidane yang membawa seorang OB guna menghidangkan minuman bagi tamu.
Tuan Kusuma menghela napas. “Saya mohon maaf, Tuan Aditama. Bukannya saya menolak. Tetapi putri saya sudah memiliki pasangan, dan Ia akan menikah sebentar lagi.”
Tuan Gunawan terkekeh, suara tawa yang terdengar hampa. “Oh, saya sudah tahu.”
Alis Tuan Kusuma bertaut semakin erat. Jika Tuan Gunawan sudah tahu, mengapa ia masih datang melamar? Ada sesuatu yang janggal.
Tuan Gunawan menatap Tuan Kusuma dengan wajah serius, lalu berkata dengan nada pelan namun tegas, “Mungkin ada sesuatu yang tidak Anda ketahui. Sebenarnya, Winda adalah kekasih putra saya, Johan. Namun, ada pihak ketiga yang mengganggu hubungan mereka.”
Tuan Raditya Kusuma tercengang. Ia tak menyangka akan mendengar pengakuan seperti itu. Apa mungkin putrinya terlibat hubungan cinta segitiga? Tidak. Itu tidak mungkin. Putrinya bukan wanita seperti itu. Jika pun benar putra dari tuan Aditama adalah kekasih Winda sebelumnya, Tuan Radit tetap percaya Winda tidak akan meninggalkan pria itu tanpa alasan. Tuan Kusuma terdiam menunggu penjelasan lebih lanjut.
“Ardan,” lanjut Tuan Gunawan, menyebut nama yang tak asing lagi bagi Tuan Kusuma. “Pria yang akan menikahi Putri Anda. Dia adalah anak tiri saya. Seorang pemuda yang memiliki sifat buruk.”
Ucapan Tuan Gunawan membuat Tuan Radit lebih terperangah lagi. Apa benar pria tua di hadapannya ini adalah ayah tiri Ardan? Kenapa ia tidak mendapatkan informasi ini dari orang kepercayaan yang ia perintahkan untuk mencari informasi tentang Ardan kemarin? Laporan yang ia terima hanya Ardan adalah seorang yatim piatu yang bekerja ulet dari nol.
“Ardan adalah pemuda yang sangat licik, dan tak bertanggung jawab. Selain itu ia juga gemar bermain perempuan. Saya sendiri yang mengusirnya dari rumah karena perbuatannya yang tak termaafkan.”
Tuan Kusuma terdiam, mengerutkan kening, mencerna informasi yang baru saja diterimanya. Apa informasi ini bisa dipercaya? Kenapa ia merasa ada sesuatu yang janggal. Ia memang baru pertama kali bertemu dengan Ardan, tetapi sebagai orang yang memiliki pergaulan luas, dia bisa menilai sifat Ardan dari cara bicara dan sorot matanya.
“Saya tahu ini terdengar mengejutkan, Tuan Kusuma,” lanjut Tuan Gunawan, suaranya sedikit lebih lembut. “Namun, saya yakin Johan adalah pilihan yang jauh lebih baik untuk Nona Winda. Sebagai pewaris Saya, Ia memiliki segalanya. Kekayaan, status, dan tentu saja, cinta yang tulus untuk putri Anda.”
Sungguh lancar Gunawan menebar rayuan. Melihat Tuan Kusuma berkali-kali terbelalak seakan termakan oleh hasutannya membuatnya semakin bersemangat. Tuan Kusuma harus berpikir ulang jika ingin menikahkan putrinya dengan Ardan.
“Sedangkan Ardan, apa yang dia miliki. Dia hanyalah seorang pemuda miskin. Tentu tidak bisa dibandingkan dengan Putra saya yang sudah mapan. Jangan sampai nantinya Anda hanya akan menghidupi seorang parasit!”
“Miskin?"
***
Tuan Raditya mengetuk-ngetuk meja sepeninggal Tuan Gunawan. Ada banyak kejanggalan yang dia dengar dari tamunya barusan. Kerutan di keningnya semakin nampak jelas.
“Ini aneh. Kenapa Gunawan mengatakan kalau Ardan adalah seorang pemuda miskin? Bukankah Ardan adalah CEO dari Bagaskara grup? Tidak mungkin detektif Kenz salah memberikan informasi.”
Bergulat dengan pikirannya dan tak menemui titik terang, Tuan Raditya memilih mengambil ponselnya. Dicarinya sebuah kontak. ‘KENZ’. Entah siapa nama lengkapnya, orang hanya memanggilnya dengan sebutan detektif Kenz. Seorang detektif muda berusia 30 tahun yang telah lama menjadi kepercayaannya, dan tak pernah sekalipun membuatnya kecewa.
“Berikan aku informasi tentang pemuda bernama Johan Aditama, putra dari Gunawan Aditama, dan Apa hubungan mereka dengan calon menantuku!”
Tuan Raditya menutup panggilan setelah mendengar jawaban “Baik” dari seberang sana.
***
“Hraaaa…”
Pyar… prang…
Johan berteriak dan membanting semua barang yang ada di mejanya. Padahal dia sudah merasa tenang saat papanya mengatakan berhasil menghasut tuan Kusuma, ayah Winda. Tapi, pagi ini, saat ia baru saja mau masuk ke dalam ruangannya, Rafika memberikan padanya sebuah kertas tebal berwarna merah maroon dengan bahan mengkilap terbungkus plastik bening. Undangan. Itu adalah undangan pernikahan Winda dan Ardan.
Puas melampiaskan amarahnya, johan segera keluar dari ruangan. “Panggil OB untuk membersihkan ruanganku!” perintahnya pada Rafika yang sedang berdiri dengan tubuh gemetar.
“Baik.” Rafika mengangguk, dan Johan pun berlalu dengan kertas undangan di tangannya.
Tuan Gunawan mendongak kaget saat pintu ruangannya terbuka lebar hingga daun pintunya menerpa dinding beton hingga menimbulkan bunyi…
Brakkk
“Apa-apaan Kamu ini? Dimana sopan santunmu?!” bentaknya saat melihat johan sudah berdiri di hadapannya dengan dada turun naik.
“Jangan tanyakan padaku tentang sopan santun! Kamu tidak pernah mengajarkannya!” Bukannya menunduk takut atau menyesal atas tindakannya, Johan malah berkata kasar sambil melempar kertas undangan di meja, tepat di depan wajah papanya.
“Anak kurang ajar! Susah payah aku membesarkanmu, seperti ini sikapmu padaku??!!” Tuan Gunawan berteriak marah.
“Kamu orang tua yang tak bisa diandalkan. Katanya bisa membatalkan pernikahan Ardan dan Winda. Mana buktinya??!!”
Tuan Gunawan mengernyit tak mengerti. Diraihnya kertas yang dilempar oleh Johan. Seketika matanya terbelalak sempurna. “Ini? Bagaimana bisa?”