Ini tentang sebuah perselisihan dua puluh Tahun lalu antara Atmaja dan Biantara
Mereka berperang pertumpuhan darah pada saat itu. Atmaja kalah dengan Biantara, sehingga buat Atmaja tak terima dengan kekalahannya dan berjanji akan kembali membuat mereka hancur, sehancur-hancurnya
Hingga sampai pada waktunya, Atmaja berhasil meraih impiannya, berhasil membawa pergi cucu pertama Biantara yang mampu membuat mereka berantakan.
Lalu, bagaimana nasib bayi malang yang baru lahir dan tak bersalah itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon skyl, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 32
Rio mengusap wajahnya kasar, sudah dua hari dia memikirkan hal ini. Ia benar-benar putus asa. Penculik yang mengambil putrinya terus mengirimnya peringatan.
Ponselnya kembali berdering, Rio sangat kesal meraih ponsel tersebut. Namun, rasa kesalnya seketika diganti dengan raut wajah menegang melihat yang menelpon bukan si peneror itu melainkan Atmaja.
"Ha-lo, pak?"
"Kamu bisa datang ke Australia sekarang?" tanya pria tua itu.
"Anda kenapa pak?" Rio langsung berdiri mendengar suara lemah Atmaja.
"Dada saya sakit, Rio. Kemarilah cepat, saya butuh bantuanmu." Setelah mengatakan hal itu sambungan telpon tertutup.
Rio kembali mengusap wajahnya. Haruskah dia ke Australia? Atau tetap di Indonesia, putrinya di culik, dia tidak mungkin ke Australia dengan keadaan putrinya dalam bahaya, tapi sepertinya Atmaja juga membutuhkannya saat ini. Atmaja orang penting dalam hidupnya, tapi Nadin adalah segalanya. Rasanya sangat bimbang.
"Maafkan saya pak Atmaja..."
"Buat apa?" tanya Kaivan pada istrinya yang sibuk sedari tadi saat ia pulang kerja.
"Masang ini." Aruna memperlihatkan mainan bongkar pasangnya.
"Siapa yang ngasih?" tanya Kaivan.
"Ms Alika," jawab Aruna. "Ms Alika baik banget. Aku suka sama gurunya."
"Baguslah kalau kamu suka." Kaivan mengusap kepala istrinya dengan lembut dan penuh kasih sayang.
"Sayang," panggil Kaivan membuat Aruna berdehem. "Saya ingin menanyakan sesuatu."
"Tanya apa? Katakan saja, aku dengerin kalau aku bisa jawab, aku jawab."
"Kalau seandainya orang tua kamu saya temukan, kamu ingin bertemu dengannya?"
"Orang tua? Mama dan papa aku?"
"Iya."
"Mau, tapi apa mereka mau menerima aku apa adanya?"
"Mereka pasti menerima, alasan apa yang membuat mereka tidak menerima istriku yang sangat cantik ini?"
"Aku enggak tau kenapa aku bisa bersama dengan kakek kejam itu, apa mama sama papa aku sengaja memberikan ku kedia atau kakek itu yang menculikku. Yang jelas, aku mau rasain apa yang kamu rasain, punya mama sama papa yang sayang banget sama kamu. Aku juga berharap orang tuaku orang baik sama seperti papa Deri dan mama Pharita."
"Saya yakin jika mereka orang tuamu, kamu pasti sangat senang. Mereka orang baik." Kaivan berucap dalam hatinya. "Saya berharap pak Calvin adalah ayahmu, dia pasti sangat senang telah menemukan putri yang mereka cari selama ini."
"Ipan, lihat sudah tersusun rapi." Aruna memperlihatkan gambar bongkar pasangnya, dia berhasil memasangnya kembali.
"Pintarnya."
"Aruna gitu loh." Aruna memukul pelan dadanya sendiri membuat Kaivan terkekeh.
"Istri saya gitu loh."
Mereka sama-sama tertawa dengan candaan yang mereka buat.
Hari ini, tes DNAnya keluar. Jam makan siang pun Kaivan pakai untuk ke rumah sakit untuk mengambil hasil labnya.
"Ini, pak."
"Makasih dok." Kaivan menerima amplop putih.
Kaivan menuju mobilnya, saat Kaivan ingin membuka amplop tersebut tiba-tiba saja tertahan, karena ponselnya bergetar. Ternyata istrinya yang menelpon. Ia pun menyimpan amplop itu di saku jasnya
Kaivan semalam mengajari Aruna jika ingin menelponnya harus memencet itu, menekan ini. Jadi sekarang Aruna mulai mencoba menghubunginya.
Sambil telponan dengan istrinya, Kaivan melajukan mobilnya dengan perlahan di jalan raya.
"Halo sayang."
"Ipan, Una belajar masak sama bibi. Ipan di sini aja makan siangnya," seru Aruna.
"Masak?"
"Iya Una masak buat Ipan."
"Baiklah saya pulang, saya ingin mencoba masakan istri saya."
Kaivan memutar balik mobilnya, yang awalnya ingin menuju kembali ke kantor jadi pulang ke mansion.
Ponselnya berdering lagi, kini panggilannya dari Denis. Ia memakai kembali earphonenya agar bisa mendengar Denis berbicara sambil menyetir.
"Ada apa?"
"Rencana pertama kita berhasil, Tuan. Saya mendengar dari mata-mata yang saya kirimkan ke rumah Rio sebagai pembantu, Atmaja lagi sakit di Australia, Atmaja menyuruh Rio ke sana. Namun, sepertinya Rio tidak akan ke Australia dia memikirkan putrinya yang berada bersama saya. Itu bertanda sepertinya Rio sudah mulai terhasut
"Bagus terus buat dia perlahan menghancurkan Atmaja. Biarkan Atmaja mati di tangan orang kepercayaannya sendiri. Jangan sampai dia mengatahui keberadaan anaknya saat ini."
"Tuan tenang saja, semuanya aman. Jadi hasil tes DNAnya sudah keluar?"
"Sudah."
"Apa hasilnya?"
"Saya belum melihatnya, saya akan melihatnya sebentar, saat di rumah."
"Saya tidak sabar mengetahuinya, apakah Nyonya anak dari pak Calvin? Kalau benar, sangat plot twist, dunia sangat sempit."
Pembicaraan mereka berakhir saat Kaivan sampai di mansion.
"Ipan sudah datang," seru Aruna saat melihat suaminya. "Tadaa..."
Kaivan tersenyum melihat betapa semangatnya sang istri. Di meja sudah tersaji dua menu yang katanya Aruna yang memasak, walaupun ada bantuan dari pelayan.
"Oke saya sebagai juri akan mencoba makanan calon chef pribadi saya." Kaivan duduk seraya melipat lengan kemejanya hingga ke siku.
Pertama-pertama dia mencoba ayam suwir kecap. Kelihatannya seperti masakan pada umumnya, tidak ada yang aneh.
HUK!
Kaivan tersedak. Namun, dia buru-buru memasukan makanan itu kembali ke dalam mulut. Sangat manis, selain kecap apakah Aruna menambahkan gula dua sendok? Jangan sampai setelah ini giginya sakit.
"Enaknya," puji Kaivan dengan susah payah menelan ayam suwir tersebut.