Di dunia yang dikuasai oleh kultivasi dan roh pelindung, seorang putri lahir dengan kutukan mematikan—sentuhannya membawa kehancuran. Dibuang oleh keluarganya dan dikhianati tunangannya yang memilih saudara perempuannya, ia hidup dalam keterasingan, tanpa harapan.
Hingga suatu hari, ia bertemu dengan pria misterius yang tidak terpengaruh oleh kutukannya. Dengan bantuannya, ia mulai membangkitkan kekuatan sejatinya, menyempurnakan kultivasi yang selama ini terhalang, dan membangkitkan roh pelindungnya, **Serigala Bulan Biru**.
Namun, dunia tidak akan membiarkannya bangkit begitu saja. Penghinaan, kecemburuan, dan konspirasi semakin menjeratnya. Tunangan yang dulu membuangnya mulai menyesali keputusannya, sementara sekte-sekte kuat melihatnya sebagai ancaman.
Di tengah pengkhianatan dan perang antar kekuatan besar, hanya satu hal yang pasti: **Pria itu akan selalu berada di sisinya, bahkan jika ia harus menghancurkan dunia hanya untuknya**.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon `AzizahNur`, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10 : Legenda Iblis Pemikat Wanita
Malam itu, api unggun di tengah desa berkobar terang, menari di bawah langit yang gelap. Bayang-bayang warga desa bergetar mengikuti nyala api, sementara suasana di sekitar dipenuhi bisikan gelisah.
Di antara mereka, seorang lelaki tua dengan rambut seputih salju duduk di atas bangku kayu yang sudah usang. Ia adalah Sesepuh Wang, orang tertua di desa yang menyimpan banyak kisah turun-temurun. Dengan suara serak dan penuh wibawa, ia mulai bercerita.
"Dahulu kala, sebelum desa ini berdiri, hutan di sekitar kita sudah menjadi tempat terkutuk."
Semua warga terdiam, mendengarkan dengan saksama. Bahkan anak-anak yang biasanya bermain, kini duduk dengan mata terbelalak.
"Ada sesosok iblis, yang katanya memiliki wujud seorang pria tampan dengan mata sekelam malam. Ia dikenal sebagai Iblis Pemikat Wanita. Setiap kali ada seorang perempuan yang hendak menikah, iblis itu akan datang dalam mimpi mereka, membisikkan janji-janji keabadian. Beberapa perempuan yang tergoda, akan hilang pada malam pertama pernikahan mereka. Tidak ada yang tahu ke mana mereka pergi, tetapi keesokan paginya, kamar mereka kosong. Sama seperti yang terjadi sekarang…"
Beberapa warga bergidik, saling berpandangan dengan ketakutan.
"Lalu… apakah ada yang pernah kembali?" seorang pemuda bertanya, suaranya bergetar.
Sesepuh Wang menggeleng pelan. "Tidak pernah. Siapa pun yang diambil, tidak akan kembali. Mayat mereka pun tak ditemukan. Hanya satu hal yang tersisa…"
Ia menarik napas dalam, suaranya merendah seakan ingin menambah ketegangan.
"Di luar rumah mereka, akan ditemukan bunga ungu yang tidak pernah tumbuh di tempat lain. Bunga yang hanya muncul setelah pengantin menghilang."
Seorang wanita menutup mulutnya dengan ngeri. Beberapa orang langsung berbisik satu sama lain.
"Lalu… apakah iblis itu masih ada?" tanya seorang ibu dengan suara bergetar.
Sesepuh Wang terdiam sejenak sebelum menjawab.
"Apa yang kalian pikirkan? Bukankah sekarang pengantin desa kita satu per satu menghilang?"
Suasana menjadi lebih mencekam. Api unggun yang sebelumnya memberi kehangatan kini terasa seakan membakar ketakutan dalam hati mereka.
*****
Keesokan harinya, kabar buruk kembali menyebar di desa.
Pengantin kesepuluh menghilang.
Kali ini, warga benar-benar panik. Rumah pengantin wanita itu kosong, tanpa jejak perlawanan. Pintu masih terkunci dari dalam, tempat tidur masih tersusun rapi, hanya bantal yang terlihat sedikit berantakan—seolah ia baru saja tidur dan menghilang begitu saja.
Namun, yang paling membuat bulu kuduk warga berdiri adalah keberadaan bunga ungu di depan rumah.
Persis seperti yang diceritakan Sesepuh Wang.
"Ini bukan kebetulan lagi!" teriak seseorang di tengah kerumunan. "Kepala desa harus melakukan sesuatu!"
"Bagaimana jika iblis itu benar-benar ada?" bisik seorang wanita tua. "Apakah dewa-dewa sedang menghukum kita?"
"Tidak! Ini karena kepala desa tidak melakukan upacara persembahan! Kita telah melanggar tradisi!" seorang pria berteriak marah"
Suasana semakin kacau. Warga mulai berdebat, menyalahkan satu sama lain.
Di tengah kepanikan itu, beberapa orang mulai mengambil tindakan ekstrem. Mereka berkumpul di kuil, membawa dupa dan persembahan, lalu melakukan ritual pemanggilan dewa.
"Wahai dewa langit, lindungilah kami dari kejahatan yang mengintai!" seru mereka, suaranya bergema di dalam kuil.
Asap dupa membubung tinggi, memenuhi ruangan dengan aroma mistis. Namun, tak ada jawaban. Tak ada tanda-tanda mukjizat.
Beberapa orang mulai menangis, memohon dengan putus asa.
"Jika dewa tidak menolong kita… maka kita harus mencari cara sendiri!"
Suara itu berasal dari seorang pria dengan wajah penuh kemarahan. "Aku bilang, kita harus pergi ke hutan dan memburu iblis itu!"
Sejenak, keheningan menyelimuti kuil.
Namun, tidak lama kemudian, satu per satu warga mulai mengangguk, setuju.
Malam itu, desa tidak hanya dipenuhi oleh ketakutan.
Tetapi juga oleh amarah dan tekad.
Mereka akan mencari iblis itu… dan mengakhirinya.