NovelToon NovelToon
Can We?

Can We?

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Beda Usia / Diam-Diam Cinta / Cinta Seiring Waktu / Cinta Murni / Slice of Life
Popularitas:412
Nilai: 5
Nama Author: Flaseona

Perasaan mereka seolah terlarang, padahal untuk apa mereka bersama jika tidak bersatu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Flaseona, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Can We? Episode 26.

...« Nominal pria tertampan 2025 »...

“Iya, Von. Namanya Dayon.”

“Lah, dia ngapain ke rumahmu, deh? Tahu gitu aku ikut. Tahu gak kamu kalau dulu dia tuh terkenal playboy di sekolah?”

Arasya sedang melakukan panggilan video bersama ketiga temannya. Mengingat sesuatu, ia menanyakan perihal Dayon. Dan ternyata lelaki tersebut tidak berbohong saat mengatakan bahwa ia adalah teman sekelas Arasya semasa SMA.

“Bukan ke rumahku, tapi ke rumah Mami. Dia ada kerjaan sama Mas Gavan. Aku gak inget dia, makanya tanya kamu, Von.”

“Dia terkenal ganteng juga tahu. Apa masih ganteng?” Elsa mengajukan pertanyaan dan diangguki oleh Arasya.

“Ganteng kok orangnya. Pas ketemu di taman aku lihatin banget.”

Dehaman keras menyusul setelah Arasya mengucapkan kalimat panjang tersebut.

“Wah, siapa tuh? Kaget!” celetuk Dina sambil mengusap dada.

“Sama! Kamu sekarang di mana deh, Ra?” tanya Elsa, kepo.

“Jangan kebiasaan di loudspeaker, Ra. Nanti pada tahu kalau kita sering gosipin orang.” Kata Voni yang membuat semuanya setuju.

Arasya tertawa kecil, ia sebenarnya juga merasa terkejut. “Hehehe, aku di kamar Mas Gavan. Nih orangnya ada di sampingku.” Beritahunya sambil mengarahkan kamera pada Gavan yang bersandar di kepala ranjang dengan sebuah laptop di pangkuannya.

Ketiga teman Arasya langsung berseru protes. “Ya ampun. Malu, Ra, ketahuan suka ngomongin orang.” Bisik Dina yang masih terdengar menggelegar di kamar Gavan.

Gavan melirik Arasya yang merebahkan diri, mengulurkan tangannya untuk mengacak rambut si kecil, gemas. Meski masih ada sedikit rasa jengkel karena Arasya memuji seseorang secara blak-blakan di depannya.

“Gapapa kok, Mas Gavan gak kayak Mas Devan yang bocor mulutnya.” Arasya mencoba menenangkan ketiga temannya.

“Terus gimana sama si Dayon itu? Aku jarang ketemu semisal keluar rumah, biasanya dia nangkring di depan. Tapi semenjak lulus sekolah gak pernah lihat dia.” Ujar Voni.

“Dia kerja. Sama kayak kalian.” Jawab Arasya seadanya. Mengingat bahwa dirinya tidak terlalu banyak bicara setelah mereka duduk bersama membahas bangunan baru untuk rumah Gavan.

“Kerja apa tuh?” tanya Elsa.

“Kerja...” Arasya menjeda ucapannya. “Kerja apa Mas namanya?” Arasya menoleh menatap Gavan.

“Arsitek, Dek. Dari salah satu perusahaan kontraktor.” Jawab Gavan mewakili Arasya.

Ketiga temannya mengangguk-anggukkan kepala mendengar suara Gavan, tanda mengerti.

“Emang Mas Gavan mau ngapain kok panggil arsitek?” Dina memberanikan diri untuk bertanya.

“Mau buat rumah.”

“Wah! Yang bener?! Daerah mana kalau boleh tahu?”

“Daerah puncak sih katanya, tapi gak tahu daerah mana.”

“Pasti mahal banget deh itu. Jadi villa gak sih harusnya? Keren dong bisa liburan sepuasnya.” Ucap Voni, merasa menginginkan juga.

Arasya mengangguk setuju. Ia akan menjadi yang pertama ikut jika Gavan berencana liburan ke sana. Apalagi ada kolam renang sesuai permintaan Arasya.

“Dek, Mas keluar sebentar, ya.” Gavan menginterupsi percakapan Arasya bersama teman-temannya.

Arasya panik sendiri saat merasakan kasur bergoyang, menandakan Gavan beranjak dari ranjang. “Guys, aku tutup duluan ya. Mau keluar sebentar. Bye!” pamitnya buru-buru.

“Lho, kenapa dimatiin, Dek? Mas ke minimarket sebentar beli rokok.” Kata Gavan sambil mencegah Arasya yang grasak-grusuk.

“Ikut...” Rengek Arasya dengan binar mata yang memohon.

•••

Gavan dan Arasya memutuskan untuk duduk sebentar di depan minimarket. Niat awal yang hanya membeli rokok, justru bertambah nota karena Arasya. Meja bundar yang menghalangi keduanya sudah dipenuhi makanan ringan, minuman, dan es krim milik Arasya.

“Duduk deket Mas sini lho, Dek.” Gavan tidak ingin duduk berhadapan dengan Arasya.

“Sama aja. Mas mau?” tawar Arasya sambil mengulurkan sebuah es krim ke depan Gavan.

Si empunya menggeleng. “Makan aja.”

Arasya tersenyum lebar, kemudian tanpa menawarkan lagi, ia langsung memakan satu es krimnya. Terlalu berharga karena Gavan hanya membolehkan Arasya untuk beli satu saja.

Gavan berdiam diri, fokus menatap Arasya. Sesekali membantu gadis tersebut membuka bungkus jajanannya.

“Mas, aaa...” Ucap Arasya sambil membuka mulut, menyuruh Gavan melakukan hal yang sama agar ia bisa menyuapi lelaki tersebut.

“Mas buat rumah itu mahal, ya?” tanya Arasya setelah Gavan menelan makanannya.

“Lumayan. Cuma punya Mas termasuk murah, Dek. Tanahnya Mas beli dari klien. Jadi ada negosiasi yang agak kasar.” Jelas Gavan mengingat satu bulan ini, ia bersikeras untuk mendapat lahan kosong di daerah tersebut. Memaksa asisten serta adiknya mencari lahan dalam hitungan waktu yang sesingkat-singkatnya.

“Kasar gimana? Mas maksa yang jual tanah buat kasih murah? Itu gak boleh, Mas. Kasihan.” Kata Arasya dengan alis menukik. Tidak terima jika Gavan melakukan sesuatu yang kurang baik.

“Makanya sini duduk deket Mas biar makin jelas.” Gavan menarik kursi Arasya sampai mendekat ke arahnya. “Kasar yang Mas maksud, yang sama-sama menguntungkan tanpa banyak negosiasi. Pemilik tanah langsung kasih harga yang gak harus Mas tawar dulu. Paham gak?”

Arasya menguyah makanan dan mengangguk-anggukkan kepalanya. “Terus keuntungan dia apa?”

Gavan tersenyum, tangannya terulur untuk menghapus jejak es krim yang ada di sudut bibir Arasya. “Sesuatu tentang pekerjaan pokoknya.”

“Kalau udah waktunya pembangunan, Mas mau ngecek ke sana?”

Gavan menghendikkan bahunya. “Kenapa? Mau ikut? Atau mau ketemu sama temenmu itu, Dek?” nadanya terdengar sedikit menyindir.

“Hah? Dayon? Enggak. Aku gak terlalu kenal sama dia.” Arasya menepuk pelan dada Gavan berulang kali. “Sabar.” Katanya, tahu bahwa Gavan sedang berusaha mengendalikan emosinya. Meski tidak mengerti alasan dibalik emosi Gavan.

“Kata kamu, Dayon ganteng. Lebih ganteng mana sama Devan?” Gavan iseng bertanya, tapi gengsi jika harus membuat perbandingan antara dirinya.

Arasya sempat terdiam dengan raut wajah berpikir keras. “Hmm... Mungkin Dayon. Mas Devan jelek.” Jawabnya yang mengundang kekesalan Gavan semakin memuncak. Padahal Arasya hanya sedang denial, di dalam hatinya tetaplah kedua kakak laki-lakinya adalah yang terbaik.

“Kalau sama Mas?” Tetapi Gavan salah paham, akhirnya mau tak mau membuat perbandingan tersebut demi menurunkan kadar kekesalannya. Walaupun terasa layaknya seorang anak yang haus validasi pada orang tuanya.

Arasya fokus menatap wajah Gavan, yang ditatap langsung gugup di tempat.

“Hahahahaha!” Arasya tertawa terbahak-bahak melihat ekspresi yang dibuat Gavan. Senyuman aneh serta wajah tegangnya membuktikan bahwa Gavan ingin dipilih oleh Arasya atas kandidat manusia tertampan.

“Kok ketawa?” tanya Gavan kebingungan, sedikit malu juga. Ia memajukan tubuhnya dan mendekap Arasya, menyembunyikan wajahnya pada perpotongan leher si kecil. “Mas jelek, ya?” ujarnya lemah.

Tawa Arasya masih bertahan, sambil menepuk punggung Gavan, ia berkata. “Enggak kok, enggak. Mas paling ganteng sedunia. Lebih dari Mas Devan sama Dayon. Pokoknya Mas nomor satu menurutku.”

Mendengar jawaban itu, perasaan Gavan kembali ceria. Senyumnya langsung terbit sangat cerah sampai-sampai Arasya bisa merasakan sinarnya menyentuh kulit leher.

Gavan seketika lupa umurnya sudah memasuki kepala tiga. Ia merasakan kemenangan yang sangat membanggakan, seakan Gavan akan meraih medali emas pada nominal pria tertampan menurut Arasya.

...« Terima kasih sudah membaca »...

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!