Amira harus menelan pil pahit, ketika seorang kekasih yang selama ini dia sayangi harus bersanding dengan sahabatnya sendiri, dengan alasan cintanya sudah habis dengannya, bahkan selama satu tahun ini sang kekasih bertahan karena berpura-pura dan tanpa terpikir panjang lelaki yang bernama Arya itu mengakhiri begitu saja hubungannya dengan Amira di saat yang bersamaan Amira ingin memberi kejutan kalau dia tengah mengandung benih kekasihnya itu. Akankah Amira sanggup membawa pergi benih dari mantannya itu? nantikan kisah selanjutnya hanya di Manga Toon.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayumarhumah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11
Afifah mulai kembali kembali ke dalam kamarnya gadis kecil itu sangat mengerti bagaimana kondisi ibunya jika harus di tanya perihal ayah kandungnya, maka dari itu sedari dulu dirinya mencoba untuk tidak bertanya karena takut membuat ibunya sedih, kalaupun dia tidak dapat tugas dari sekolah pasti dia akan memilih diam.
"Aku harus tulis apa ya buat besok pagi?" tanya anak itu sendiri.
Afifah mulai memegang pencil yang mulai dia tuliskan di selembaran kertas putih, dengan pengalaman yang dia miliki bersama dengan ibunya itulah yang dia tulis.
"Alhamdulillah, akhirnya jadi juga tugas dari ibu guru," ucap lega siswi kelas dua SD itu.
*****
Malam harinya Amira mulai kembali di sibukkan dengan pekerjaannya, begitu banyak sayur mayur yang harus dia urusi, apalagi sekarang harganya agak sedikit mahal, stok barang pun cukup berkurang.
"Arum, apa sudah kau hubungi para petani, untuk segera mengirim barangnya?" tanya Amira.
"Sudah, Bu, sebagian saja yang panen," sahut Arum.
"Bilang sama mereka jangan terlambat kirim soalnya stok sudah terbatas," ucap Amira yang diangguki oleh Arum.
Selesai mengecek dagangannya Amira langsung turut andil melayani pembeli yang memang selalu memadati jualannya, meskipun di sini harga sudah di tulis di setiap bahan, tapi kadang masih saja pembeli yang bertanya, terutama untuk para lansia yang terkadang penglihatannya mulai sedikit berkurang, nah setiap ada pelanggan seperti ini Amira selalu tidak tega, kadang ngasi jualannya cuma-cuma pada wanita paruh baya itu.
Setelah di rasa cukup dirinya berkecimpung di toko, ibu satu anak itu mulai naik keatas untuk menemani buah hatinya yang kebetulan saat ini sedang bermain di dalam kamarnya.
"Selamat malam Sayang, ibu boleh masuk gak?" tanya Amira.
"Boleh saja Ibu kebetulan Afif masih belum tidur," sahut bocah kecil itu.
Amira pun mulai masuk sambil melihat permainan anaknya itu dan sedikit bertanya-tanya terhadap gadis kecilnya itu.
"Afif, sedang main apa kamu Nak?" tanya Amira.
"Afif sedang mainan boneka, lihat ini boneka Afif, yang Afif beri nama Amira," tunjuk anak gadisnya itu.
"Loh, kenapa kau beri nama Amira?" tanya Amira kembali.
"Ini boneka perempuan dewasa, Afif ingin dia menjadi wanita kuat seperti ibu Afif yang selalu berjuang sendiri untuk Afif," sahut Afif sambil memainkan boneka Barbie nya itu.
"Masya Allah Sayang, kau segitunya sama ibu Nak," ungkap Amira sambil menahan rasa harunya.
"Iya, dong! Ibu tahu gak, kalau ibu itu orang yang paling berharga yang pernah Afif miliki, kadang aku selalu heran sama Tuhan kenapa Allah menciptakan manusia sebaik ibuku," terang bocah kecilnya itu.
Untuk kali ini Amira sudah tidak bisa berkata-kata lagi, bahkan anak sekecil Afif sudah bisa merasakan ketulusan kasih sayangnya, mendengar anaknya berucap seperti ini, rasanya semua perjuangan yang dia jalani selama ini tidak sia-sia.
"Sayang, terima kasih ya sudah hadir di dalam kehidupan Ibu, kamu tahu gak? Ibu selalu bahagia hidup di dunia ini karena ibu memiliki mu Nak," ucap Amira sambil memeluk gadis kecilnya itu.
"Aku juga bahagia punya ibu seperti mu," jelas Afifah sambil menepuk pundak ibunya layaknya orang dewasa.
"Sudah malam ayo kita tidur," ajak Amira.
"Bentar Ma, Afif beresin dulu mainannya," ucap anak itu.
*******
Keesokan harinya saat ini Amira sudah siap untuk mengantar anaknya pergi ke sekolah.
"Sayang, sudah siap?" tanya Amira.
"Sudah Bu," sahut Afifah.
"Ayo cepetan Nak," ajak Amira.
"Oh ya Bu, hari ini kan semua murid di suruh baca hasil puisinya masing-masing, doakan Afif ya agar supaya Afif bisa membaca puisi dengan lancar tanpa harus nervous," pinta anaknya itu.
"Masya Allah Nak, kau sudah selesai bikin puisinya?" tanya Amira dengan kagum.
"Iya Bu, aku sudah bikin, nanti ibu baca ya setelah dapat nilai dari Bu guru," terang putri kecilnya itu.
"Baiklah Nak, apapun hasilnya ibu akan selalu bangga denganmu," ungkap Amira sambil menghidupkan mesin motornya.
Amira pun sudah sampai di depan sekolah anaknya segera ibu muda itu menurunkan anaknya dan memastikan sendiri anaknya sudah masuk ke dalam sekolah baru dirinya memutuskan untuk pulang.
*****
Pelajaran baru saja, di mulai dengan berdoa, setelah itu anak-anak di suruh satu persatu membawakan hasil karyanya ke depan kelas.
Satu persatu anak-anak sudah mulai membaca puisi tentang ayah mereka yang begitu hebat, bahkan tak jarang sebagian anak membanggakan ayahnya sebagai sosok pelindung bagi keluarganya, berbeda dengan Afif yang hanya menyimak dan ikut senang dengan cerita satu persatu temannya.
"Wah kalian benar-benar hebat, ibu terharu mendengar puisi dari kalian semua, dan sekarang tinggal tiga anak yang belum maju, dan kali ini urutannya jatuh kepada siswi yang bernama Afifah Naufal, ayo Afifah maju ke depan Nak," ucap ibu guru.
Suara gemuruh tepukan menyambut Afifah ketika maju di depan teman-temanya, bocah kecil itu begitu bijak dalam menghadapi situasi seperti ini, bahkan dia tidak pernah merasa malu jika puisi yang akan dia bawakan berbeda dengan teman yang lainnya.
"Asalamualikum, sebelumnya Afif mau minta maaf dulu ya sama teman-teman mengenai puisi Afif yang berbeda," ucap Afif terlebih dahulu.
"Iya Afif," sahut semua temennya.
"Puisi ini aku persembahkan untuk teman-teman yang mungkin sama dengan Afif, hanya memiliki seorang ibu saja," terang Afifah.
Puisi Afifah
Dier Ayahku, mungkin sampai sekarang aku tidak bisa melihat wajahmu, tapi kata ibuku, kau orang yang begitu baik.
Sedari kecil aku hanya mengenal sosok ibu yang begitu tanggu dan kuat.
Bahkan di waktu kecil ibuku selalu membawaku diatas gerobak sepedanya untuk berjualan di pasar dalam waktu tengah malam.
Bagiku ibuku bukan hanya sosok ibu saja, melainkan dia bisa juga menjadi seorang ayah, dengan kegigihannya dalam menafkahi ku seorang diri.
Panasnya mentari tiada terasa, bahkan terkadang guyuran hujan yang tiba-tiba membasahi tubuh kami turut menjadi saksi perjuangan seorang ibu yang begitu luar biasa.
Terima kasih Ibu, bagiku kau wanita terhebat yang pernah aku miliki.
"Sekian terima kasih puisi dari saya," ucap Afifah sambil membungkukkan badannya tanda penghormatan.
Suara tepuk tangan bergemuruh, bahkan guru yang ada di dalam kelas ini ikut terharu mendengar puisi buatan dari tangan anak didiknya ini.
"Afifah, sini peluk ibu Sayang," panggil Ibu Nadia.
Karena tidak tahan menahan air matanya guru tersebut langsung memeluk tubuh Afifah sambil menangis di hadapan anak kecil itu.
"Afifah Sayang, kamu tidak sendirian Nak, bahkan ibu guru juga tidak pernah tahu dengan ayah ibu Nadia," ucap Nadia sambil menegarkan hati anak didiknya itu.
"Baiklah, Nak kalau begitu kamu boleh duduk karena akan ada peserta selanjutnya," ucap ibu guru tersebut.
Sore semoga suka ya
regan tambah keren aja bisa menghalau keluarga arya yg sok kaya itu... paling gak buat aluna dipenjara thor. biar jatuh nama baik n harga diri keluarga arya n nadine
kayaknya pa regan jodohnya Amira 🤲
nama baik kok dipertahanin dengan cara jahat....kakek sableng